Sukses

Kala House Music Gantikan Gamelan Bali Saat Pawai Ogoh-Ogoh

Sejak beberapa tahun belakangan saat pawai ogoh-ogoh anak-anak muda Bali justru lebih senang menyetel house music daripada gamelan.

Liputan6.com, Denpasar - Terhitung sejak hari ini atau Sabtu (17/3/2018) pukul 06.00 Wita, umat Hindu di Bali mulai menjalani Catur Brata penyepian saat Hari Raya Nyepi 2018 atau Tahun Saka 1940.

Catur Brata penyepian tersebut, yakni Amati Karya (tidak bekerja), Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Lelungan (tidak bepergian), dan Amati Lelanguan (tidak bersenang-senang).

Catur Brata penyepian yang dijalani umat Hindu saat Hari Raya Nyepi tersebut berlangsung selama 24 jam hingga esok hari, Minggu, 18 Maret 2018, pukul 06.00 Wita.

Beberapa jam sebelumnya atau pada Sabtu malam, 16 Maret 2018, umat Hindu Bali menggelar pawai ogoh-ogoh keliling desa. Di Kota Denpasar, pawai ogoh-ogoh dipusatkan di Lapangan Puputan. Secara bergantian mereka mengelilingi patung catur muka yang sudah ditutup sejak sore.

Berbagai jenis boneka raksasa yang terbuat dari anyaman bambu dan atau stirofoam itu diangkut menggunakan batang bambu yang telah diikat menjadi segi empat. Mereka yang mengangkat ogoh-ogoh terdiri dari beberapa orang, tergantung dari besar dan berat ogoh-ogoh.

Semakin besar ogoh-ogoh, maka semakin banyak pula yang mengangkat. Masing-masing banjar atau desa sudah pasti menggunakan kaus yang menuliskan nama kelompok mereka.

Di bagian paling depan, biasanya beberapa orang remaja putri berbaris membawa spanduk yang menunjukkan identitas banjar atau desa tempat mereka berasal. Tak jarang pula mereka membawa obor. Setelah itu, pengarak ogoh-ogoh berjajar mulai dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa.

Di bagian belakang berbaris penabuh (rombongan pemain alat musik gamelan Bali). Biasanya, musik gamelan yang dimainkan anak-anak muda itu mengikuti ritme arak-arakan ogoh-ogoh. Jika sedang berjalan biasa, maka gamelan akan terdengar pelan cenderung lembut.

Saksikan video pawai ogo-ogoh yang diiringi house music di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Simbol Bhutakala

Namun, ketika mendekati perempatan, ogoh-ogoh harus diputar dan diturun-naikkan hingga seakan bergerak hidup, maka musik gamelan akan semakin tinggi ritmenya.

Begitulah gamelan Bali yang memang tak bisa lepas dari arak-arakan ogoh-ogoh. Gamelan Bali juga selalu dimainkan hampir di berbagai kesempatan mulai penyambutan tamu, pembukaan acara seremonial hingga upacara adat, seni, agama dan budaya.

Namun, sejak beberapa tahun belakangan, gamelan Bali seakan berganti dengan house music. Ya, belakangan ini, arak-arakan ogoh-ogoh lebih banyak menggunakan house music sebagai musik pengiringnya. Sound system dengan voltase tertentu yang menggukan mesin genset ditaruh di dalam gerobak yang mereka dorong.

Berbagai jenis musik berdentum amat keras memekakkan telinga. Jika sedang berhenti, sudah barang tentu anak-anak mudah berjoged ria mengikuti alunan musik. Mirip diskotek jalanan.

 

3 dari 4 halaman

Boneka Raksasa Menyeramkan

Memang tak larangan menggunakan house music dalam pawai ogoh-ogoh. Yang patut diingat pawai ogoh-ogoh sehari sebelum Nyepi memiliki makna begitu mensalam bagi umat Hindu Bali.

Ketua Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Gusti Ngurah Sudiana menjelaskan, ogoh-ogoh merepresentasikan bhutakala. "Bhu arti alam semesta dan waktu, sementara Kala artinya yang tak terukur dan terbantahkan," terang Sudiana saat dihubungi Liputan6.com, Jumat malam, 16 Maret 2018.

Dalam perwujudannya, ogoh-ogoh merupakan boneka raksasa dengan bentuk yang besar dan menyeramkan. Ia akan diarak sehari sebelum Nyepi dilangsungkan atau sering disebut pada saat Malam Pengerupukan.

Seluruh warga mulai dari orang tua, anak muda hingga anak-anak ikut larut dalam kegembiraan mengarak ogoh-ogoh keliling desa mereka.

4 dari 4 halaman

Penyucian Alam Semesta

Menurut Sudiana, pawai ogoh-ogoh merupakan bentuk kesadaran manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu. Hal itu juga bermakna penyucian alam semesta yang meliputi kekuatan bhuana agung (alam raya) dan bhuana aliti (diri manusia).

Dalam pandangan tatwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran.

"Semua ini tergantung pada niat luhur manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seisi dunia,” ujar dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.