Sukses

Tembakan Saat Razia Kemiri Tewaskan Warga

Kapolres Garut meminta waktu untuk mengusut dugaan kelalaian yang dilakukan anggotanya yang umbar tembakan saat razia adu kemiri.

Liputan6.com, Garut - Kematian Asep Saepudin (31), korban tembakan polisi saat razia adu muncang (kemiri) pada Selasa malam, 16 Januari 2018, menyisakan persoalan baru. Anak almarhum bernama Jidan (7) kehilangan ayah yang menafkahinya selama ini.

Padahal, Asep merupakan tulang punggung keluarga. Atas hal itu, Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna berjanji menanggung biaya pendidikan anak semata wayang Asep.

"Kalau bicara soal anak yatim saya tidak bisa nolak (memberikan bantuan), biar tanggung jawab saya," kata dia, Kamis (18/1/2018).

Ia menyampaikan peristiwa berdarah yang menewaskan ayah Jidan itu murni kecelakaan. Maksud hati polisi menertibkan praktik judi adu muncang yang kerap dilakukan masyarakat, tetapi malah mengenai korban.

"Saya yakin itu kesalahan, tapi ya bagaimana lagi namanya juga musibah," kata dia.

Atas kejadian itu, Budi menyatakan siap menanggung biaya pendidikan bocah tujuh tahun itu hingga memiliki masa depan yang cerah.

"Minimal dia bisa sampai ke jenjang pendidikan perguruan tinggi," kata dia.

Terkait dugaan kelalaian polisi yang menewaskan Asep, Budi meminta waktu untuk timnya bekerja. Ia berjanji akan bekerja maksimal mengungkap insiden berdarah dalam razia judi adu muncang itu.

"Kalau ada salah prosedur tentu saya akan tindak sesuai aturan," ujarnya singkat.

 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Petaka Buah Kemiri

Sebelumnya, pada Selasa, 16 Januari 2018, polisi merazia judi adu muncang di Kecamatan Karangpawitan, Garut, Jawa Barat. Nahasnya, razia itu harus menelan satu korban jiwa.

Asep Saepudin (31), warga Kampung Padesan, Desa Karangpawitan, RT 02 RW 09, Kecamatan Karangpawitan, Garut, tewas setelah timah panas petugas kepolisian menerjang dada sebelah kanannya.

"Saya melihat sendiri dari kaca rumah saat korban jatuh," ujar Asep Bagja (14), salah satu saksi sekaligus keluarga korban, saat ditemui Liputan6.com, Rabu (17/1/2018).

Menurut Asep, penembakan yang menimpa iparnya itu berlangsung sekitar pukul 22.00 WIB. Saat itu, korban yang baru pulang dari Sindangpalay, berhenti sejenak di depan rumahnya yang kebetulan tengah digelar adu muncang.

"Saya yakin korban tidak ikut ngadu (adu) muncang, sebab dia orang baik. Lagian tidak punya muncang, dia bilang mau lihat sebentar," kata Asep.

Ketika beberapa petugas polisi menyergap kerumunan, suasana judi adu muncang menjadi riuh. Peserta yang kebanyakan berasal dari luar kampung itu langsung lari tunggang-langgang berusaha menyelamatkan diri.

"Mereka yang ngadu muncang (biji kemiri) langsung pada kabur. Nah rencananya, Asep (korban) mau masuk rumah, sebab ini kan rumahnya," ujar dia, sambil menunjukkan rumah dia yang tepat berada di lokasi adu muncang.

3 dari 3 halaman

Kondisi Korban

Asep Bagja mengaku, saat penggerebekan berlangsung, terdengar tiga kali letusan senjata api yang dimuntahkan petugas sebagai tembakan peringatan agar peserta adu muncang tidak melarikan diri. Namun, bukannya diam, mereka tetap berhamburan melarikan diri.

"Mungkin saat itu polisi menduga Asep (korban) pelakunya dan menembaknya, padahal bukan. (Hanya) sebab rumahnya persis dekat lokasi adu muncang," kata dia.

Asep Bagja menyatakan, awalnya ia menduga tiga letusan senjata api yang dimuntahkan polisi merupakan mercon atau petasan. Namun, saat keluar rumah, dia melihat ada korban yang jatuh. Ia baru sadar ternyata yang menjadi korban adalah saudaranya.

Melihat korban yang bersimbah darah di tanah, Asep Bagja sempat menanyakan kondisi adik ibunya itu ke pihak polisi. "Alasannya jatuh dan tertusuk bambu, tapi pas saya lihat kok dada sebelah kanannya sudah bersimbah darah," papar dia.

Saat pertama kali ditolong, Asep Bagja melihat korban sudah berlumuran darah di bagian dada sebelah kanan. Selain itu, kedua hidungnya berdarah, serta tampak luka lebam di bagian leher sebelah kanan.

"Saya tidak percaya jika itu tertusuk duri bambu, masa sampai lukanya seperti itu," kata dia.

Setelah korban tergeletak di tanah, sebanyak lima petugas polisi yang melakukan razia langsung membawa korban ke klinik Sebelas Duabelas yang berada tidak jauh dari lokasi kejadian.

"Pas saya kejar dengan paman saya, ternyata korban hanya dibawa ke klinik dan dibiarkan begitu saja. Mereka kabur menumpangi truk," kata dia.

Akibat kondisi kritis yang dialami korban, pihak klinik merujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Slamet Garut kota. "Awalnya saya bawa dulu ke Rumah Sakit Nurhayati, lalu saya bawa ke RSUD dr. Slamet," kata dia.

Saat sampai di rumah sakit, Asep Bagja melanjutkan, nyawa korban sudah tak tertolong. "Sejak saya lihat saat di depan rumah, memang sepertinya sudah meninggal dunia. Awalnya dia minta tolong, setelah itu baru meninggal," kata Asep Bagja yang mengaku sempat menahan badan korban saat berada di atas tanah.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.