Sukses

Penanganan Pasien-Pasien Terduga Difteri di Yogyakarta

Gejala yang dialami pasien di Yogyakarta tersebut mirip dengan gejala yang dialami pasien difteri. Salah satunya selesma.

Liputan6.com, Yogyakarta - Seorang siswa di Daerah Istimewa Yogyakarta berinisial S (16) sudah dirawat selama tiga hari di RSUP Dr. Sardjito. Warga Patalan, Bantul yang masih berstatus terduga difteri itu dirawat di ruang isolasi sejak Minggu, 10 Desember 2017.

"Gejala-gejala pasien memenuhi kriteria suspect, seperti selesma, nyeri di tenggorokan, ada selaput membran di tenggorokan," ujar Indah Safitri, spesialis anak konsultan sub spesialis penyakit infeksi RSUP Dr Sardjito saat jumpa pers, Selasa (12/12/2017).

S belum memenuhi kriteria untuk peningkatan status probable difteri karena setelah ditelusuri dia tidak berasal dari daerah endemis, tidak bepergian ke daerah endemis, dan sudah memperoleh imunisasi difteri dengan lengkap.

Meskipun demikian, tim medis masih menunggu hasil dari laboratorium rujukan untuk memastikan hasilnya. "Secara umum, kondisi pasien membaik tetapi masih tetap dirawat intensif," kata Indah.

Sehari sebelumnya, seorang pasien terduga difteri di RSUP Dr Sardjito yang berasal dari Sleman sudah dipulangkan ke rumah. Sampai saat ini, kondisi pasien laki-laki berusia 20 tahun itu sudah membaik dan tidak ada laporan terbaru.

Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Konsultan Infeksi RSUP Dr Sardjito, Andaru Dahesih Dewi, mengatakan penularan difteri secara langsung tanpa menggunakan perantara.

"Lewat percikan partikel saat berbicara dengan orang yang terjangkit difteri," ujarnya.

Masa inkubasi bakteri berkisar tujuh hari dari terpapar bakteri sampai terjangkit. Namun, tidak semua orang yang kontak langsung dengan pasien difteri akan tertular. Penularan juga bergantung dari kondisi dan ketahanan tubuh orang saat itu.

Kepala Bagian Hukum dan Humas RSUP Dr. Sardjito, Trisno Heru Nugroho, menambahkan lenanganan pasien tetap disertai kecurigaan tinggi difteri.

"Dirawat, diisolasi, semisal hasil laporan positif sudah diantisipasi penularannya," ucap Heru.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Serang Siapkan Vaksin

Sementara itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten menyiapkan 3.050.980 vaksin difteri untuk mencegah penyebaran penyakit difteri. Sejauh ini, sembilan warga Banten meninggal karena penyakit itu.

"Kami berharap di Desember selesai  (vaksinasi) satu putaran di Banten. Pandeglang dan Lebak belum (vaksinasi), tergantung pengiriman vaksin," kata Rostina, Kepala Seksi Surveilans Imunisasi dan Krisis Kesehatan, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten, Selasa (12/12/2017).

Program Outbreak Response Immunization (ORI) diberikan secara serentak di lima kabupaten dan kota di Banten, mulai dari Posyandu, Puskesmas, hingga tingkat sekolah. Anak di Kabupaten Pandeglang dan Lebak akan diberikan ORI pada Januari 2018 karena harus menunggu kiriman vaksin dari Bio Farma.

Sedangkan di wilayah Kecamatan Kragilan, terdeteksi dua pasien difteri berusia 15 dan 16 tahun yang telah pulih. Pemberian ORI di Puskesmas Kragilan berlangsung sejak Sabtu, 9 Desember 2017.

"Mulai hari ini tenaga Puskesmas, kader, kepala sampai OB (office boy) sudah divaksinasi," kata Elisabeth, Kepala Puskesmas Kragilan.

Di Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang, telah dilaksanakan vaksinasi DPT sejak November 2017 lalu. Pertama kali imunisasi diberikan kepada para pegawai kecamatan.

"Kami akan upayakan seluruh masyarakat agar ikut vaksinasi untuk pencegahan penyakit difteri," kata Siti Kuriah, Kepala Puskesmas Tanara.

Berdasarkan data yang berhasil dihimpun, sebanyak 81 kasus dengan sembilan di antaranya meninggal karena difteri terjadi di Banten. Berikut rinciannya:

1) Kabupaten Tangerang 27 kasus, 4 orang meninggal dunia.

2) Kabupaten Serang 14 kasus, 2 orang meninggal.

3) Kota Tangerang 14 kasus

4) Kota Serang 8 Kasus, 1 meninggal.

5) Kota Tangsel 4 kasus

6) Kabupaten Pandeglang 10 kasus, 1 meninggal 

7) Kota Cilegon 1 kasus

8) Kabupaten Lebak 3 kasus, 1 meninggal dunia

 

3 dari 4 halaman

Jangan Egois

Kepala Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM, Laksono Trisnantoro menuturkan, masyarakat harus memiliki kesadaran pentingnya imunisasi.

"Agak egois kalau menolak imunisasi karena merugikan yang lainnya," ujarnya.

Persoalannya, hukum di Indonesia belum bisa memaksa orang untuk melakukan imunisasi. Kondisi ini berbeda dengan Eropa yang mengharuskan warganya untuk imunisasi dan ada sanksi ketika tidak dilakukan.

"Selain melakukan penetrasi soal imunisasi, pemerintah juga harus memastikan mutu vaksin baik," kata Laksono.

Mengutip laman Mayo Clinic, difteri adalah infeksi serius pada selaput lendir di hidung dan tenggorokan akibat bakteri Corynebacterium dipththeriae.

Gejala difteri ditandai dengan demam yang tak begitu tinggi (38 derajat Celsius), munculnya pseudomembran atau selaput tenggorokan berwarna putih keabu-abuan yang mudah berdarah jika dilepaskan, sakit ketika menelan, terkadang disertai pembesaran kelenjar getah bening di leher dan jaringan lunak leher yang disebut bullneck. Ada kalanya gejala difteri juga disertai sesak napas dan suara mengorok.

Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae dan bersifat mudah sekali menular melalui percikan air liur (droplet) dari bersin atau batuk.

Umumnya difteri menyerang individu yang tak memiliki kekebalan terhadap penyakit tersebut, terutama anak-anak. Namun, penyakit ini sebetulnya tak pandang usia dan tidak tergantung musim.

 

4 dari 4 halaman

Masa Inkubasi 2-5 Hari

Masa penularan difteri dari penderita, yakni 2-4 minggu sejak masa inkubasi (2-5 hari). Masa inkubasi adalah waktu masuknya bakteri ke dalam tubuh hingga menimbulkan gejala.

Mengingat penularannya begitu cepat, maka bila ada anggota keluarga yang positif mengalami gejala difteri, anggota keluarga lainnya harus mendapat imunisasi. Tujuannya agar anggota keluarga yang lain tak ikut tertular difteri.

Jika gejala difteri tidak segera ditangani atau petugas medis keliru mendiagnosis, bisa mengakibatkan kematian pada penderita. Menurut Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Provinsi Jawa Barat, Yus Ruseno, difteri yang sudah parah bisa merusak sistem saraf pusat, jantung, dan ginjal.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Difteri merupakan penyakit infeksi akut yang sangat menular dan bisa mengancam nyawa jika tidak segera ditangani.

    Difteri

  • Daerah Istimewa Yogyakarta adalah daerah istimewa di Indonesia yang memiliki tingkatan yang sama dengan provinsi.
    Daerah Istimewa Yogyakarta adalah daerah istimewa di Indonesia yang memiliki tingkatan yang sama dengan provinsi.

    Yogyakarta

Video Terkini