Sukses

I Wayan Tuges, Seniman Gitar Asal Bali yang Karyanya Mendunia

Penyanyi Iwan Fals menggunakan gitar buatan I Wayan Tuges.

Liputan6.com, Gianyar - Gitar merupakan alat musik yang paling sering dimainkan di dunia. Di jalan-jalan di berbagai daerah di Indonesia, bakal dengan mudah mendapati anak-anak muda tengah bermain gitar.

Namun, tahukah Anda, jika seniman gitar yang karyanya telah mendunia ada di Indonesia? Ya, dia adalah I Wayan Tuges, lelaki kelahiran 7 Oktober 1952.

Hasil karyanya banyak digunakan oleh musikus dunia. Di Indonesia, musikus sekelas Iwan Fals menggunakan gitar buatan bapak empat anak ini. Bahkan, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memesan khusus gitar kepada seniman asli Desa Guang, Kabupaten Gianyar, Bali.

Tuges masih mengingat dengan baik jumlah gitar karyanya yang telah digunakan musikus dunia, termasuk dalam negeri. "Jumlahnya sudah dua ribu yang digunakan oleh musisi dunia dan dalam negeri," ucap Tuges saat ditemui di kediamannya, Selasa, 25 Juli 2017.

Teranyar, Tuges mendapat pesanan dari band ternama dunia, yakni, Walk off the Earth. Uniknya, band asal Kanada itu memesan lima alat musik yang dipadukan jadi satu.

Tuges mampu mengombinasikan gitar, harpa, ukulele, kalimba, dan washboard dalam satu alat musik yang dinamakan guiharpulele.

Otomatis, karya Tuges yang sukses memadukan lima jenis alat musik menjadi satu merupakan karya monumental satu-satunya di dunia.

Tuges menceritakan, untuk menghasilkan karya monumentalnya itu, ia membutuhkan waktu hingga lima bulan pengerjaan. Selain membuat gitar, Tuges juga mengukir karyanya yang menjadi ciri khasnya.

Ukiran itu diklaim akan membuat suara gitar semakin merdu. "Di dunia Barat pembuat gitar termasuk seniman. Tapi, kita punya kelebihan dari ukirannya, bukan sebatas hiasan semata. Dengan diukir suara akan lebih bagus. Ketebalan standar suaranya semakin bagus," tutur Tuges.

Uniknya, sekalipun sebagai perajin gitar, Tuges mengakui dengan jujur jika ia tak bisa memainkan alat musik tersebut. Alhasil, untuk mengetahui gitar karyanya bersuara baik atau tidak cukup dengan membunyikan gitar saja.

Dengan mendengar suara bunyi, Tuges dapat mengetahui sebuah gitar bagus atau tidak. "Kalau saya cukup dijreng gitu saja sudah tahu gitarnya bagus atau tidak," ujarnya.

Menurut Tuges, semakin rumit pola ukiran akan semakin membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan proses pembuatan gitar. Kendati terkenal dengan ukirannya, hal terpenting dari produknya adalah bisa bersuara.

"Yang terperinci dari gitar itu bisa bersuara. Kalau gitarnya bagus, tapi tidak ada suaranya ya, tidak dibeli sama orang," katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Proses 12 Tahun

Tuges menceritakan, awal mula karyanya mendunia tak seperti mantra sulap sim salabim. Ia menghabiskan waktu selama 12 tahun untuk membuat gitar.

Ia menurunkan darah seni dari ayah dan kakeknya yang memang seniman ukir. Pada tahun 2007, Tuges memberanikan diri memamerkan karyanya. Tak tanggung-tanggung, ia memamerkan karyanya di Kanada, pada sebuah ajang bertajuk Montreal Jazz Festival.

Ajang pada 2007 itu dihadiri oleh musikus jazz dunia, Paul Deslaurier. Paul mencoba gitarnya. Ia pun membeli gitarnya.

"Saya awalnya sempat deg-degan, apakah gitar saya bisa bunyi. Ternyata setelah dicoba katanya gitar saya ada soul-nya," tutur Tuges, mengenang.

Dari sanalah, musikus dunia kemudian banyak memesan karyanya. Golden Earing Band, salah satu yang membeli karyanya.

"George Kooymanns punya gitar saya, lalu Jose Pletment punya tiga gitar saya. Masih banyak deretan musisi dunia yang lainnya," sebut dia.

Tuges menceritakan pula, dalam membuat karya, ia selalu "melibatkan" Tuhan. Sebagai orang Hindu Bali, proses ritual keagamaan melekat pada dirinya dalam setiap memulai aktivitas.

"Memang kalau di Bali setiap segala sesuatu harus ada doa melalui sesaji. Karena bagaimana pun kita harus permisi dengan Yang di Atas. Dengan begitu, soul-nya dapat," lata dia

Sebelum membuat gitar, I Wayan Tuges "menempatkan" dewa-dewa di tubuhnya. "Jadi, kelihatannya saja kita bekerja, padahal yang mengerjakan sesungguhnya adalah Dewa-Dewa," katanya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.