Sukses

Jelajah Pagi di Bekas Vila Peninggalan Jurnalis Italia

Bekas vila peninggalan jurnalis Italia itu menyimpan cerita tentang glamornya hidup si raja media.

Liputan6.com, Bandung – Selamat pagi dari Bandung, Jawa Barat, tepatnya dari bangunan gedung rektorat Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Bangunan itu awalnya merupakan sebuah vila yang dinamai Vila Isola.

Pemilik pertama vila yang dibangun pada 1933 adalah Dominique Willem Berretty, seorang jurnalis yang sempat bekerja di Java Bode sebelum mendirikan perusahaan jasa berita dan telegraf Aneta yang berkantor di Batavia.

Bangunan vila dirancang oleh arsitek Belanda kenamaan CP Wolff Schoemaker dengan gaya streamline art deco. Bagian dalam vila menghadap utara dan selatan.

Dulunya, tempat itu digunakan sebagai ruang tidur, ruang keluarga dan ruang makan. Masing-masing ruang dilengkapi jendela dan pintu berkaca lebar, sehingga siapa pun yang mengunjungi dapat menikmati pemandangan indah di sekitarnya.

Pemandangan indah itu juga dapat diamati dari teras yang memanfaatkan atap datar dari beton bertulang di atas lantai tiga. Tak ada sudut pada bangunan itu. Jika menghadap ke utara, pengunjung dapat melihat Gunung Tangkuban Perahu.

"Peletakan batu pertama vila ini dilaksanakan pada Oktober 1932. Sebanyak 700 orang pekerja terlibat untuk membangun tempat ini," kata Malia Nur Alifa dari komunitas Histroical Trips dalam jelajah Vila Isola dan Museum Pendidikan Nasional UPI, Kamis, 27 April 2017.

Malia mengungkapkan, pembangunan vila itu bisa diselesaikan hanya dalam waktu satu tahun dengan biaya 300 gulden. Jumlah tersebut, kata Malia, jika dikurskan ke rupiah saat ini setara dengan Rp 250 miliar.

Bangunan vila terdiri dari lima lantai. Jika dilihat dari utara terlihat, seperti tiga lantai.

"Tetapi tadinya hanya ada empat lantai. Beberapa ornamen di sini seperti yang ada di pintu utama itu diimpor dari Italia," kata Malia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sosok Kontroversial Pemilik Vila Isola

Vila Isola dulunya merupakan bangunan terpencil milik Berretty. Lelaki itu lahir di Yogyakarta, anak dari pasangan ayah berdarah Italia-Prancis dan ibu seorang Jawa bernama Maria Salem.

Berretty merupakan seorang miliarder dan raja media yang paling berpengaruh di Hindia Belanda karena kemampuannya memonopoli berita-berita di Hindia Belanda saat itu.

Kehidupan pribadi Berretty juga terbilang unik. Ia menikah enam kali sepanjang 1912-1934 dan mempunyai lima anak. Sosoknya dikenal kontroversial karena gaya hidupnya yang mewah, pergaulannya yang luas dan dikelilingi para wanita cantik.

Dengan kehidupan yang glamor, gosip-gosip tentang Berretty pun beredar. Salah satu gosip itu perihal salah seorang anak perempuannya yang bunuh diri dengan cara gantung diri di salah satu pohon besar di halaman Villa Isola.

Gosip sensasional lainnya mengatakan Berrety menjalin asmara dengan putri Gubernur Jenderal BC de Jonge. Hubungan itu tidak direstui oleh De Jonge, sehingga kelak menghadirkan spekulasi bahwa kematiannya Berrety berkaitan dengan hubungan terlarangnya dengan anak sang Gubernur Jenderal.

Malia menuturkan, Berretty mencari tempat untuk dia tinggal. Namun, tempat itu harus terpencil. Hal itu dilakukan Berretty karena banyak tekanan hidup yang dialaminya.

"Isola sendiri dalam bahasa Italia berarti terpencil. Makanya, Berretty membangun rumah ini agar dia bisa menyendiri," kata Malia.

Setelah Berretty meninggal pada 1936, ahli warisnya menjual Isola ke Nyonya Homann. Nyonya itu kemudian menjadikan Isola menjadi hotel.

Pada 20 Oktober 1954, Kementerian Pendidikan membeli lahan di sekitar vila sekitar 7,5 hektare dengan harga Rp 1,5 juta. Setelah dibeli pemerintah, nama Villa Isola berubah menjadi Bumi Siliwangi.

Bangunan itu dialihfungsikan menjadi tempat perkuliahan dan perkantoran Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) Bandung (sekarang menjadi Universitas Pendidikan Indonesia). Peresmiannya saat itu dilakukan Menteri Pendidikan kala itu, Muh. Yamin.

"Tetapi pada masa invasi Jepang tempat ini pernah menjadi tempat perundingan Hindia Belanda yang menyerah kepada Jepang," ucap Malia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.