Sukses

Awan Aneh hingga Ikan Lele Gelisah Jadi Penanda Gempa Bumi

Ada beberapa tanda alam yang diyakini bisa diperhatikan untuk memantau pergerakan lempeng bumi sebelum munculnya gempa bumi.

Liputan6.com, Yogyakarta - Gempa bumi tidak datang dan pergi begitu saja. Sebab, ada beberapa tanda alam yang diyakini bisa diperhatikan untuk memantau pergerakan lempeng bumi tersebut.

"Sebelum terjadi gempa bumi akan ada tanda-tanda alam yang bisa diamati baik dengan alat maupun visual," ucap Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Nyoman Sukanta di Yogyakarta, Senin (28/11/2016).

Ia menyebutkan, hal tersebut bisa diamati dari perubahan perilaku binatang tertentu, seperti ikan lele menjadi gelisah. Perubahan perilaku itu, tutur dia, dipengaruhi pelepasan energi yang tidak biasa.

Selain itu, adanya cahaya sekilas secara mendadak, adanya suara-suara tidak lazim secara tiba-tiba, perubahan suhu air tanah, anomali medan magnet bumi, dan timbul radiasi radon.

Sukanta memaparkan, sebelum terjadi gempa besar, terjadi aktivitas pergerakan di bawah permukaan bumi dan pelepasan energi yang cukup besar. Mengingat energi itu kekal, maka akan terjadi beberapa bentuk perubahan energi baru seperti dalam bentuk cahaya, panas, dan suara.

"Cahaya itu seperti muncul kilat yang tiba-tiba dan suara menyerupai ledakan atau suara runtuhan. Energi panas juga akan memengaruhi peningkatan suhu air tanah secara tiba-tiba.

Pelepasan energi gempa, kata dia, juga akan mempengaruhi medan magnet bumi, sehingga akan timbul anomali magnet dan hanya bisa diamati oleh alat saja serta tidak berpengaruh terhadap aktivitas manusia. Begitu pula dengan unsur radon alami yang dekat sumber gempa akan terpengaruh.

"Pengaruh ke radon juga hanya bisa diamati dengan alat," ujar Sukanta.

Ia menerangkan untuk memastikan terjadinya gempa, tidak perlu seluruh syarat atau gejala itu terpenuhi, bisa hanya dua saja. Terkait munculnya awan berbentuk garis yang dipercaya sebagai pertanda akan ada gempa, ia belum bisa memastikan hal itu.

Menurut Sukanta, belum ada bukti ilmiah dan penelitian yang meyakinkan tentang hal tersebut, sehingga ada kemungkinan hanya kebetulan yang dikaitkan. "Awan terbentuk karena adanya penguapan dan dipengaruhi oleh perubahan tekanan di atmosfer."

Kepala BMKG Daerah Istimewa Yogyakarta menambahkan, bentuk awan yang terjadi dipengaruhi oleh banyaknya penguapan dan luasan wilayah yang mempunyai perbedaan tekanan tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini