Sukses

Kiat Pemkot Semarang Terhindar dari 'Kutukan' Dinamika Kota

Pemkot Semarang berharap warga bisa ikut membantu agar Kota Lumpia terhindar dari 'kutukan' dinamika kota.

Liputan6.com, Semarang - Perkembangan kota Semarang membawa "kutukan" sebuah kota, yakni kemacetan di banyak titik. Pemerintah Kota Semarang menjadikan masalah itu sebagai kajian serius jangka panjang.

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengaku sudah menyiapkan langkah untuk mengantisipasi kemacetan. Namun, program yang ada diakui belum optimal dan butuh dukungan warga Semarang.

"Volume kendaraan dan daya tampung jalan tak seimbang, Solusi cepat yang ideal ya dengan pelebaran, namun ini pun nggak mudah," kata Hendi kepada Liputan6.com, Sabtu, 24 Maret 2018.

Kesulitan utama saat hendak melebarkan jalan adalah pembebasan lahan. Kepadatan penduduk yang meningkat jelas membuat proses pembebasan lahan menjadi sangat panjang.

"Mau apapun istilahnya, ganti untung atau apa, harga tanah di Semarang pasti sudah sangat tinggi," kata hendi.

Kesulitan itu akan bertambah karena pemilik lahan belum tentu mengizinkan. Apalagi, jika tanah yang mereka miliki sudah sempit dan mepet jalan.

"Pembangunan infrastruktur untuk rekayasa lalu lintas tanpa pelebaran seperti jalur searah, underpass, fly over, semua sudah dilakukan di Semarang. Ini cukup membantu mengurai," kata Hendi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Apa Solusinya?

Hendi berharap program dan kebijakan yang diambilnya untuk mengurangi kemacetan bisa didukung masyarakat. Penyediaan angkutan umum massal seperti bus rapid transit (BRT) Trans Semarang juga terus ditingkatkan kapasitas angkut dan pelayanannya.

"Harapannya, jika angkutan umum massal sudah bagus, tepat waktu, murah, nyaman, masyarakat bisa mulai meninggalkan kebiasaan penggunaan kendaraan pribadi. Segera pengembangan koridor BRT Trans Semarang untuk Koridor VII dan VIII akan dilakukan," kata Hendi.

Saat ini BRT Trans Semarang sudah menjangkau pemukiman di kawasan pinggiran seperti kawasan Meteseh, Mangkang dan daerah lain. Masih dalam kajian adalah pembangunan light rail transit (LRT) atau disebut juga metro capsul untuk transportasi massal dalam kota dengan kapastias angkut lebih besar.

"Kalau ada yang mengkritik begini-begitu, boleh saja. Namun, solusi konkretnya apa? Disampaikan! Kota ini dinamis. Orang dulunya enggak punya motor, sekarang bisa punya. Dulu enggak bisa beli mobil, sekarang bisa," kata Hendi.

Dinamika kota mengakibatkan penumpukan kendaraan pribadi di jalan. Jika tidak dibarengi dengan kearifan warga dalam menggunakan sarana transportasi, kemacetan tak akan bisa dicegah meskipun pemerintah Kota Semarang sudah menyiapkan infrastrukturnya.

"Bisa saja dengan solusi ekstrem, misalnya produksi kendaraan pabrik dibatasi. Atau pembatasan kepemilikan. Namun, itu kewenangan pusat. Daerah lah yang menerima konsekuensi aktivitas masyarakat yang dinamis," kata Hendi.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.