Sukses

Gubernur NTT Sakit Hati Terima Peti Mati Isi Jasad TKI

Liputan6.com, Kupang- Sekretaris Utama BNP2TKI, Hermono mengatakan, ada sekitar 2,7 juta sampai 3 juta jiwa TKI asal NTT di Malaysia tidak memiliki dokumen resmi atau undocumented. "Sebanyak 92 persen permasalahan TKI di Malaysia berhubungan dengan TKI ilegal ini," kata Hermono di Kantor Gubernur Sasando, Jumat (23/3/2018).

Dia mengatakan, TKI asal NTT yang meninggal dari tahun ke tahun meningkat. Pada 2018, sampai bulan Maret sudah ada 18 orang yang meninggal.

"Semuanya undocumented atau ilegal. Tahun 2016, ada 46 orang meninggal, hanya empat orang yang legal. Sementara Tahun 2017, ada 62 TKI asal NTT yang meninggal dan cuma satu orang yang terkategori legal," ungkap mantan Wakil Duta Besar RI di Malaysia itu.

"Data ini memperlihatkan ada sesuatu yang mesti kita benahi bersama."

Konjen RI, Iwansha Wibisono mengungkapkan, dari 69 TKI yang meninggal di Malaysia pada 2017, sebanyak 62 orang dari NTT. Menurut dia, upaya integratif dari berbagai pihak harus ditingkatkan. BP3TKI Provinsi perlu meningkatkan peran pemberdayaan para purna TKI agar tidak mengajak warga lainnya.

Sementara itu, Gubernur NTT, Frans Lebu Raya mengatakan, untuk mencekal penyelundupan TKI ilegal ke Malaysia, Pemerintah Provinsi NTT membentuk Satuan Tugas (Satgas) pencegahan calon TKI Ilegal dan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) TKI NTT.

"Jumlah TKI Ilegal yang ke luar negeri, khususnya ke Malaysia, tetap tinggi. Karena itu, saya bersama jajaran Pemerintah Provinsi NTT bertekad untuk membentuk dan mengirim tim untuk mendata TKI Ilegal di Malaysia," ujar Frans.

"Sangat menyakitkan, setiap tahun kami menerima peti mati. Kita tidak tahu kapan mereka berangkat, siapa yang mengirim mereka, tiba-tiba disiksa dan mati. Saya merasa tidak nyaman melihat rakyat dan anak-anak meninggal dengan cara itu," kata Lebu Raya.

Dia meminta BNP2TKI dan Konjen RI di Penang untuk mendukung programnya. Balai Pelayanan, Penempatan dan Perlindungan (BP3)TKI NTT, kata dia, dapat membangun koordinasi yang intesif dengan pemerintah daerah dan menyosialisasikan persoalan ini secara terus-menerus, sampai pada tingkat desa.

"Kita ingin mendata para TKI ilegal, namanya siapa dan asalnya dari mana. Setelah kita data, kita tahu seberapa yang bisa diurus supaya legal dan berapa yang bisa dibawa pulang. Saya akan mengumpulkan para bupati/wali kota untuk mengambil langkah-langkah dalam memulangkan atau mengurus TKI ilegal yang sudah terdata itu," kata Lebu Raya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Siasat Busuk Perekrut TKI Ilegal

Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur menangkap dua perekrut tenaga kerja Indonesia atau TKI asal NTT, Mariance Kabu (34). TM dan PB saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara salah satu pelaku, AT, hingga kini masih diburu polisi.

Menurut pengakuan para pelaku, mereka sebagai tenaga lapangan yang ditugaskan merekrut Mariance di kampungnya tanpa sepengetahuan keluarga. Identitas korban dipalsukan ketika tiba di Kupang.

Mereka juga mengaku mengimingi korban dengan gaji per bulan sebesar 800 ringgit atau setara dengan Rp 2 juta lebih.

"Saya hanya petugas lapangan yang bawa ke kantor PT Malindo. Saya punya surat tugas. Untuk meyakinkan korban, saya janjikan gaji 800 ringgit Malaysia,” ucap pelaku TM kepada Liputan6.com, Jumat, 16 Maret 2018.

Mereka ditangkap atas laporan warga, karena keduanya merekrut TKI atas nama Mariance Kabu, yang diduga disiksa majikan secara keji di Selangor, Malaysia. Korban disiksa dengan cara dipukul, hingga dipaksa meminum air kencingnya sendiri.

Para pelaku ini merekrut Mariance pada 2014 silam, tanpa sepengetahuan suami dan keluarga di Kecamatan Amanatun Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Korban baru diselamatkan berkat sebuah surat yang ditulis, lalu dibuang melalui jendela dan dibaca oleh warga India. Mariance baru dipulangkan pemerintah Indonesia pada 2016 lalu.

Atas perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 4 Pasal 10, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2017 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Ancaman hukumannya 3 hingga 15 tahun penjara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.