Sukses

Alasan Mistis di Balik Kewajiban Membakar Ogoh-Ogoh di Kuburan

1.113 ogoh-ogoh bakal diarak dalam prosesi pengerupukan di Kota Denpasar, Bali, sebelum perayaan Nyepi.

Liputan6.com, Denpasar - Pengajar filsafat Hindu di Universitas Hindu Indonesia (Unhi) Denpasar I Kadek Satria MPdH mengatakan, ogoh-ogoh harus dibakar di kuburan, usai diarak pada saat prosesi pengerupukan atau sehari sebelum Hari Suci Nyepi. Seringkali, warga enggan membakar ogoh-ogoh karena sudah dibuat sangat baik yang memakan bahan dan waktu tak sedikit.

"Enggan dibakar ini adalah bentuk ketidaktulusan, padahal seharusnya "dipralina" atau dikembalikan pada asalnya dengan cara dibakar," kata Satria, di Denpasar, Rabu, 14 Maret 2018, dilansir Antara.

Satria menambahkan, ogoh-ogoh merupakan perwujudan dari bhuta kala atau sosok yang berbadan besar dan menyeramkan. Ogoh-ogoh sekaligus menjadi kreativitas generasi muda untuk membentuk penyomian (mengubah unsur negatif menjadi positif) dalam bentuk nyata yang bisa dilihat.

"Kalau dilihat di dalam lontar, tidak ada satu pun lontar yang menyatakan bahwa saat Pengerupukan itu harus menggunakan ogoh-ogoh sebagai sarana untuk Pengerupukan. Namun, ini menurut saya adalah bentuk kreativitas yang berdasar," ucap Satria.

Sebelum pengerupukan, umat Hindu pada pagi atau siang hari melakukan 'penyomian' dengan menggelar ritual Tawur Kesanga. Ogoh-ogoh, sambung dia, merupakan "nyomia" dalam bentuk "sekala" atau yang nyata dilihat oleh generasi muda karena sebagian besar pemahaman umat tidak bisa mencakup abstrak.

"Karena ogoh-ogoh sebagai sarana ritual, maka ada proses ritual, yakni ada ritual pemlaspas, urip-urip, dan selanjutnya diarak mengelilingi desa, yang pada akhirnya ogoh-ogoh dibakar di kuburan," ucapnya.

Satria tidak memungkiri, ritual "pralina" memang dapat dilakukan tidak hanya dengan dibakar, tetapi juga bisa dengan menggunakan tirta atau air suci. Namun bila ogoh-ogoh diletakkan di balai banjar, akan menimbulkan persoalan baru.

"Karena pada beberapa desa di Bali, pernah terjadi ogoh-ogoh hidup sendiri," kata Satria.

Oleh karena itu, lanjut dia, pembakaran harus dilakukan di kuburan sebagai bentuk pengembalian. "Saya kira ini perlu penertiban dari desa pakraman (desa adat) bahwa ogoh-ogoh itu sebagai bagian yadnya (pengorbanan) yang dilakukan generasi muda sebagai bentuk kreativitas dan harus dibakar," ucapnya.

Umat Hindu akan merayakan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1940 pada 17 Maret 2018 mendatang. Nyepi tahun ini juga bertepatan dengan Hari Suci Saraswati yang diyakini merupakan Hari Turunnya Ilmu Pengetahuan.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dilarang Putar Musik Keras-Keras

Kepolisian Resort Kota Denpasar, Bali, mengimbau masyarakat yang akan berpawai ogoh-ogoh di wilayahnya masing-masing agar berjalan dengan tertib. Polresta Denpasar mencatat ada 1.113 ogoh-ogoh diarak di sana.

"Kami mengimbau agar dalam pelaksanaan pawai ogoh-ogoh agar tidak melewati batas wilayah desanya masing-masing guna mencegah terjadinya bentrok antarpemuda," kata Wakapolresta Denpasar, AKBP I Nyoman Artana di Denpasar, Selasa, 13 Maret 2018, dilansir Antara.

Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan saat berlangsungnya pawai ogoh-ogoh nanti, Artana melarang para pemuda untuk menggunakan pengeras suara maupun memutar musik kencang untuk mengiringi pawai nanti.

"Hal ini untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti ketersinggungan dan emosional, yang ditimbulkan bagi yang mengarak ogoh-ogoh nanti," ujarnya.

Ia juga mengimbau pemuda di Denpasar agar tidak minum-minuman beralkohol saat berpawai ogoh-ogoh. Tindakan itu karena dikhawatirkan akan terjadi konflik kesalahpahaman atau ketersinggungan antarpemuda.

"Ini tidak boleh dilakukan karena akan merusak suasana perayaan malam pengerupukan itu sendiri," katanya.

Selesai pawai, ia juga meminta ogoh-ogoh tidak dibuang di sembarang tempat, melainkan dibawa kembali ke lingkungannya masing-masing. "Dan dibakar di wilayah desanya masing-masing, sehingga tidak merusak keindahan Kota Denpasar," ujarnya.

Kebersihan lingkungan, sambung Nyoman, penting dijaga mengingat keesokan harinya sudah dilaksanakan Hari Raya Nyepi. Walau tidak ada sanksi khusus bagi pelanggar, polisi berharap para bendesa adat setempat mengarahkan para pemuda dan warga lain yang terlibat dalam pawai ogoh-ogoh.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.