Sukses

Belajar Mencintai Sungai Lewat Gerakan Memungut Sehelai Sampah

Di Sungai Karang Mumus di Samarinda, Kalimantan Timur, terdapat sekolah sungai bagi siapa pun yang peduli pada lingkungan.

Liputan6.com, Samarinda - Komunitas pencinta sungai di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, yang tergabung dalam Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) terus menumbuhkan semangat budaya air bagi masyarakat, mulai anak-anak hingga orang tua.

"Selain udara, air merupakan sumber kehidupan yang sangat penting karena kita tidak bisa hidup tanpa air. Namun faktanya, kita masih semena-mena terhadap air, yang ditunjukkan dengan perlakuan tak ramah pada sungai," tutur Ketua GMSS-SKM Samarinda, Misman, di Samarinda, Selasa, 20 Februari 2018, dilansir Antara.

Terkait dengan itu, pihaknya terus membina anak-anak hingga orang dewasa untuk bersama membangun budaya air, yakni memberikan pendidikan sekaligus memberikan contoh bagaimana seharusnya air dalam sungai diperlakukan.

Hal ini menjadi titik penekanan bagi GMSS-SKM Samarinda mengingat sungai merupakan aset vital yang bukan hanya dimanfaatkan manusia, tapi juga makhluk lain yang menggantungkan hidupnya dari sungai seperti bekantan, monyet, biawak, aneka jenis burung, ikan, dan berbagai macam makhluk lain.

Dalam usaha membangun budaya air, ucap dia, ada berbagai cara yang diterapkan, di antaranya mengajak warga hemat air, memungut sampah yang ada di sungai, dan mengajak warga tidak membuang sampah ke sungai, apalagi Sungai Karang Mumus (SKM) masih dijadikan sumber baku air bersih bagi PDAM.

Bentuk lain dari membangun budaya berwawasan sungai adalah ia terus mengajak masyarakat tidak menebang atau membabat tumbuhan yang hidup di riparian (tumbuhan di kanan dan kiri sungai) baik berupa rumput liar, pohon khas sungai, maupun pohon buah yang sudah tumbuh.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tanami Tepi Sungai

Ia kini sudah berhasil mengajak sejumlah pihak menanam aneka jenis pohon di pinggir sungai karena manfaatnya sangat besar, antara lain sebagai penahan erosi dinding sungai, kemudian sebagai pelindung dari terik matahari, dan sebagai penyerap polusi udara sehingga udara di sekitar pepohonan menjadi segar.

"Banyak orang yang menebas rumput liar di pinggir sungai karena mereka mengira rumput itu tidak berguna, padahal rumput berfungsi sebagai penyerap polutan air dari hulu, sedangkan rumput yang tumbuh di darat berfungsi sebagai filter air kotor menjadi bersih sebelum dialirkan ke sungai," tutur Misman.

Ia juga mengatakan bahwa di Sekretariat GMSS-SKM di Kelurahan Lempake yang juga difungsikan sebagai Sekolah Sungai. Di kawasan itu, sebagian digunakan untuk lokasi pembibitan dan sebagian lagi dipagari tali agar tidak diinjak karena berbagai tumbuhan telah ditanam sekaligus membiarkan tanaman liar tumbuh alami.

"Pembibitan sudah lama kami lakukan sehingga hasilnya sudah ribuan bibit yang telah kami tanam di sekitar SKM dan kini masih ada ribuan bibit lagi yang belum layak tanam karena masih kecil. Sedangkan di lokasi yang terlarang diinjak, dulunya sering tambal sulam, namun kini sudah tumbuh semua sehingga kami harus jaga lokasi ini," ucap Misman.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.