Sukses

Teror Harimau Sumatera Boni dan Bonita di Perkebunan Kelapa Sawit Riau

Tim belum berhasil menangkap harimau Sumatera yang menerkam warga di Indragiri Hilir, Riau. Bahkan, kini terdeteksi ada dua harimau berkeliaran.

Pekanbaru - Masih ingat dengan kasus harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang menerkam warga di Desa Tanjung Simpang, Pelangiran, Indragiri Hilir hingga tewas awal tahun ini?

Fakta terbaru yang dirilis oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyatakan, ternyata tidak hanya satu harimau yang berada di lokasi tersebut. BBKSDA Riau justru mendeteksi kemunculan seekor lagi harimau Sumatera di lokasi itu.

"Dari observasi kami, ada dua harimau yang kerap muncul di lokasi itu. Dua-duanya harimau betina," kata Kepala Bidang Wilayah I BBKSDA Riau, Mulyo Hutomo kepada Riauonline.co.id, Senin (12/2/2018).

Kepastian keberadaan dua ekor harimau betina yang berusia sekitar 4 hingga 5 tahun tersebut dipastikan setelah tim BBKSDA Riau melaksanakan observasi selama 37 hari di Indragiri Hilir (Inhil).

Observasi sekaligus penyelamatan harimau-harimau itu dilakukan menyusul insiden tewasnya seorang warga Inhil pada awal Januari 2018 lalu akibat diterkam harimau.

Korban bernama Jumiati, yang merupakan salah seorang karyawan lepas PT THIP. Perempuan berusia 33 tahun itu tewas dengan kondisi mengenaskan saat bekerja di KCB 76 Blok 10 Afdeling IV Eboni State.

Selama 37 hari proses pencarian, dia menuturkan tim dan masyarakat telah beberapa kali melihat langsung harimau Sumatera tersebut. Namun, proses penangkapan tidak dapat serta merta dilakukan.

 

Baca berita menarik lainnya dari Riauonline.co.id di sini.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Upaya Penangkapan Harimau Sumatera

Hingga kini, tim masih mengandalkan enam unit "box trap" atau kerangkeng dengan umpan kambing untuk menangkap harimau tersebut. Setiap kerangkeng disertai satu unit kamera pengintai.

Namun, upaya itu belum berhasil. Harimau yang awalnya diperkirakan satu ekor itu ternyata masih berkeliaran di sekitar areal perkebunan.

Tindakan lain juga belum bisa dilakukan, seperti menembak dengan bius. Petugas takut melukai hewan yang hampir punah ini, sehingga hanya mengandalkan perangkap.

"Tim juga menggunakan perangkap dari bahan alami, yaitu kayu. Mudah mudahan secepatnya ditangkap dan konflik hewan dengan manusia ini segera teratasi," kata Hutomo.

Sementara itu, keberadaan harimau lain juga sempat beberapa kali terekam kamera, baik itu kamera pengintai maupun kamera tim penyelamat yang terdiri dari BBKSDA Riau, Polres Inhil, aparat TNI serta lembaga pemerhati satwa.

Dari sejumlah rekaman video keberadaan harimau itu, dia menuturkan dapat dipastikan ada dua ekor harimau di sekitar lokasi kejadian. Hal itu ditunjukkan dengan berbedanya pola belang serta wilayah jelajah.

"Untuk mempermudah identifikasi, kita beri nama keduanya dengan Boni dan Bonita. Dan diduga kuat, si Bonita inilah yang telah menyerang Jumiati," ujarnya.

Saat ini, tim masih terus berada di lapangan sebagai upaya untuk menyelamatkan si raja Rimba tersebut. BBKSDA Riau berencana akan merelokasi satwa itu dari lokasi tersebut.

 

 

3 dari 3 halaman

Imbauan untuk Warga

Sebelumnya, Kepala Humas BBKSDA Riau, Dian Indriati, menyebut ada perubahan tingkah lalu atau inhabituasi harimau setelah berkonflik dengan manusiam Indikasinya, kata Dian, harimau tak kembali ke habitat atau kelompoknya.

"Harimau ini sering mendekati manusia atau aktivitas manusia di permukiman, sebagaimana laporan dari warga sekitar," ucap Dian.

Memang sejak kejadian Sumiati, belum ada korban lain dan BBKSDA pun tak ingin ada lagi korban penyerangan harimau Sumatera. Sebagai langkah, tim di lokasi bersama perusahaan kian meningkatkan sosialisasi kepada warga supaya lebih berhati-hati.

Juga ditambahkan beberapa plang imbauan di lokasi-lokasi yang sering dilintasi harimau ini. Warga pun diminta tak beraktivitas sendirian di perkebunan ataupun permukiman.

"Warga dan harimau sama-sama penting dilindungi karena proses penanganan konflik ini pada PerMen Kehutanan Nomor 48/ Menhut-II/2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Antara Manusia dan Satwa," kata Dian.

 

Simak video pilihan berikut ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.