Sukses

Sentra Industri Langka, Kampung Kasur Kapuk di Ponorogo

Meski sudah banyak yang beralih ke kasur pegas atau kasur busa, kasur kapuk di Ponorogo masih tetap diminati.

Liputan6.com, Ponorogo – Siang yang terik dimanfaatkan oleh warga Desa Bajang, Kecamatan Balong, Ponorogo untuk menjemur kapuk. Terlihat salah seorang wanita memakai penutup kepala dan mulut lengkap dengan kayu sebagai pengaduk-aduk kapuk di dalam sebuah jaring yang terpasang di halaman rumah.

Ada pula wanita yang terlihat menjahit kasur yang sudah diisi kapuk di dalam rumah. Di sini, mayoritas warganya memang bekerja sebagai pembuat kasur kapuk.

Meski seiring berkembangnya zaman, masyarakat lebih memilih kasur busa atau matras sebagai alas tidur, ternyata di Desa Bajang masih banyak warga yang menggantungkan hidupnya dari proses pembuatan kasur kapuk.

Salah satu perajin kasur kapuk, Mbah Cepluk (65) menjelaskan setiap harinya mampu memproduksi tiga buah kasur kapuk dibantu oleh enam orang karyawannya.

"Ada empat jenis kasur yang kami produksi, tergantung pemesan inginnya yang seperti apa," tuturnya kepada Liputan6.com saat ditemui di rumahnya, Kamis, 8 Februari 2018.

Proses pembuatan kasur kapuk terbilang mudah. Pertama, kapuk dijemur hingga kering kemudian kapuk tersebut dibersihkan dengan cara diblower dalam mesin untuk memisahkan antara kapuk dengan biji kapuk.

Kemudian, kain sesuai ukuran yang diinginkan dijahit dan dibentuk cuki atau pentolan. Setelah itu diisi dengan kapuk hingga penuh dan dijahit lagi hingga empat kali.

 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Rentang Harga

Empat jenis kasur yang diproduksi di rumah Mbah Cepluk, yakni kasur dengan ukuran 1,5 meter dijual dengan harga Rp 270 ribu, ukuran 1,25 meter dijual dengan harga Rp 250 ribu, ukuran 1 meter dengan harga Rp 210 ribu, dan jenis kupu tarung dijual dengan harga Rp 280 ribu.

"Kalau yang tebal harganya beda lagi bisa sampai Rp 1 juta juga," katanya.

Kasur kapuk buatan Mbah Cepluk ini dinilai paling ekonomis, karena menurutnya, kasur buatannya juga mampu bertahan hingga bertahun-tahun berbeda dengan kasur busa yang mudah kempes.

Nenek tujuh orang cucu itu menambahkan, usaha pembuatan kasur kapuk ini sudah dilakoninya sejak 10 tahun lalu. Selain Mbah Cepluk, ada tiga orang warga Desa Bajang juga memproduksi kasur kapuk di rumahnya.

"Pesanan paling ramai kalau pas mau Lebaran saja, selebihnya tiap bulan sekali saya baru kirim ke Pacitan, karena pelanggannya berasal dari sana," ucapnya.

Ditanya terkait bahan baku pembuatan kasur kapuk, ibu empat orang anak ini mengaku tidak kesulitan. "Kapuknya ambil dari Kecamatan Slahung, per kilogram dihargai Rp 3 ribu," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Kebanyakan Perempuan

Perajin kasur kapuk lainnya, Mbah Jeminah bahkan sudah menjalani usaha ini sejak 25 tahun lalu. Ia mengaku profesi ini memang turun-temurun dilakukan di sini. Kebanyakan pekerjanya memang perempuan, walau ada pula pria yang bertugas menyelep kapuk untuk memisahkan kapuk dengan bijinya.

"Tapi kebanyakan memang perempuan karena yang pria kerja di sawah sebagai petani, untuk mengisi waktu luang jadi yang buat kasur yang wanita," ucapnya.

Menariknya, saat-saat tertentu kasur kapuk buatannya laris manis. Jeminah menjelaskan produksi pembuatan kasur ini masih banyak peluangnya. Terbukti tiap kali musim panen cengkeh atau saat naiknya harga emas.

"Soalnya yang mesti ramai saat musim panen cengkeh, banyak yang pesen kasur terutama daerah Pacitan, Magetan, Tulungagung, Trenggalek," ujarnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.