Sukses

Gubernur Papua: Kartu Kuning untuk Jokowi Sangat Berlebihan

Lukas mengklaim justru kasus KLB di Asmat terlalu dibesar-besarkan. Padahal, gizi buruk hampir merata di Papua.

Liputan6.com, Jayapura - Gubernur Papua, Lukas Enembe, mengklaim kartu kuning yang diberikan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia, kepada Presiden Jokowi terkait kasus gizi buruk dan campak di Asmat, tak bisa disangkutpautkan dengan kegagalan pemerintah pusat, bahkan pemerintah daerah.

Menurut Lukas, orang di luar Papua, terlebih di Jakarta, jangan melihat persoalan Papua dengan kacamata Jakarta. Artinya, kondisi georafis dan kendala yang dihadapi di Papua sangat berbeda dengan persoalan di Jakarta atau daerah lain di Indonesia.

Lukas mengklaim justru kasus kejadian luar biasa (KLB) di Asmat terlalu dibesar-besarkan. Padahal, gizi buruk hampir merata di Papua. Sebut saja kasus gizi buruk terjadi di Kabupaten Deiyai, Paniai, Nduga, Yahukimo, dan Pegunungan Bintang yang tak pernah diberitakan seheboh kasus Asmat.

"Ini sebuah kepanikan. Saya pikir Bupati Asmat adalah orang yang paling sabar. Asmat itu berbeda. Ko (kamu) belum tau orang Asmat kan? Tidak akan ada pemimpin yang bertahan di Asmat, jika bukan orang yang sabar dan tidak emosional," ucap Lukas dalam Rakerda Bupati dan Wali Kota se-Papua yang dilaksanakan di Sasana Krida, Kantor Gubernur Papua, Rabu, 7 Februari 2018.

Lukas menyebutkan, tahun ini, Kabupaten Asmat mendapatkan dana Otonomi Khusus (Otsus) Rp 106 miliar. Rincinya, 30 persen dari dana tersebut digunakan untuk pendidikan, 20 persen untuk infrastruktur, 20 persen untuk ekonomi kerakyatan, dan 15 persen untuk kesehatan, atau setara dengan Rp 15 miliar digelontorkan untuk dana kesehatan.

Dengan kondisi geografis di Asmat, dana Rp 15 miliar tak sebanding dan sangat kurang. Bayangkan saja, dari 23 distrik, baru ada 16 puskesmas dan rumah sakit di daerah itu. Lalu diperhitungkan lagi, berapa banyak kebutuhan tenaga medis di sana yang sampai saat ini pun tak ada dokter di puskesmas tersebut.

"Dalam pengabdiannya di Asmat, para petugas medis harus bertarung dengan alam. Jika air pasang baru bisa pergi ke kampung atau menghampiri warga di distrik, tapi kalau air surut, pekerjaan tersebut pasti terhambat, karena transportasi air yang digunakan tak dapat berjalan dengan kondisi air surut," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tantangan Gubernur Papua

Lukas Enembe juga geram dengan banyaknya kesalahan yang ditumpahkan kepada pemerintah daerah, terkait kasus Asmat. Apalagi, jika kasus tersebut dikaitkan dengan dana Otsus yang diperuntukkan bagi Papua.

Lukas juga sangat menyesal jika kejadian KLB Asmat dikaitkan dengan kegagalan dirinya atau kepala daerah dalam mengelola pemerintahan. Ia bahkan menantang kepada pemerintahan di Jakarta atau provinsi dan kabupaten lainnya, bertukar tempat dengan pemerintahan di Papua.

"Kita baku tukar saja kalau begitu. Pejabat di sana (Jakarta atau daerah lain) bertukar tempat dengan pejabat di sini. Silakan saja. Atau dari provinsi dan kabupaten lainnya di Indonesia, bertukar ke Papua ataupun ke Asmat. Saya yakin, ko (kamu) tidak bisa bertahan hidup di Papua. Tidak akan mampu, karena tantangannya berbeda," ucap Lukas.

Tantangan lainnya yang dihadapi dalam membangun Papua cukup kompleks, misalnya untuk tembus ke sebuah daerah hanya bisa naik pesawat, atau hanya bisa ditembus dengan jalan kaki berhari-hari bahkan berminggu.

"Belum lagi bertemu dengan masyarakat yang tingkat pengetahuannya rendah dan semua itu harus dijawab," ujarnya.

Walau begitu, Lukas mengklaim angka kematian ibu dan anak terus menurun. Sebut saja pada 2013, jumlah kematian ibu dan anak adalah 575 orang per 100 ribu kelahiran. Selanjutnya, pada 2017, angkanya menurun menjadi 289 orang per 100 ribu kelahiran.

"Sampai saat ini, kita tetap mempertahankan anak-anak dan para ibu hidup, usai melahirkan atau dilahirkan. Salah satu caranya dengan program 1.000 hari kelahiran atau hingga usia 4 tahun asupan gizi dan kebutuhan pokoknya ditanggung oleh pemerintah," jelasnya.

3 dari 3 halaman

17 Kabupaten Rawan Gizi Buruk

Pemerintah Provinsi Papua bahkan mewaspadai 17 kabupaten di Papua rawan akan gizi buruk. Gubernur Papua minta kepada kepala daerah untuk lebih fokus dalam memperhatikan rakyatnya.

"Jangan terbang ke sana, ke sini, rakyat tak pernah dilihat," ujarnya.

Data dari Dinas Kesehatan Papua memyebutkan cakupan imunisasi lengkap di Papua baru mencapai 58 persen pada 2017. Jumlah ini lebih kecil, dibandingkan dengan target nasional 95 persen. Kemudian, kasus gizi buruk 7,4 persen di 2017.

Adapun, 17 kabupaten yang diantisipasi terjadi gizi buruk terdapat di Kabupaten Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nduga, Tolikara, Lany Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, Waropen, Supiori, Dogiyai, Intan Jaya, Paniai, Yalimo, Deyai, dan Asmat.

"Bupati-bupati ini hati-hati, penanganan harus cepat. Jangan sudah terjadi baru kerja. Tolong perhatikan masalah ini, karena potensi ini akan terjadi terus," ucapnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.