Sukses

Perjalanan Menegangkan Tim UGM ke Asmat Papua

Tujuh orang yang tergabung dalam Tim DERU UGM mengalami beragam pengalaman yang menegangkan selama perjalanan menuju Asmat Papua.

Liputan6.com, Yogyakarta - Tim Disater Response Unit (DERU) UGM mengalami peristiwa yang tidak terlupakan ketika melakukan mitigasi gizi buruk Asmat di Papua pada pekan lalu. Tim yang terdiri dari tujuh orang dari bidang pengabdian masyarakat, kesehatan, dan energi itu nyaris kehilangan hidupnya saat menempuh perjalanan yang penuh rintangan.

UGM menjadi perguruan tinggi pertama di Indonesia yang turun langsung untuk membantu mengatasi persoalan gizi buruk Asmat. Namun, tim yang dipimpin oleh Sekretaris Direktorat Pengabdian Masyarakat UGM, Rachmawan Budiarto, dan Kepala Sub Direktorat Pemberdayaan Masyarakat, Nanung Agus Fitriyanto, tidak pernah menyangka mitigasi yang dilakukan penuh tantangan dan sarat pertarungan nyawa.

Perjalanan Tim DERU UGM ke Agats, ibukota Kabupaten Papua, dimulai pada 23 Januari dan berakhir pada 29 Januari 2017. Kedatangan mereka untuk melakukan penilaian secara langsung kondisi di lapangan sehingga solusi dan penanganan persoalan gizi buruk Asmat bisa tepat guna.

Keputusan tim berangkat juga terbilang mendadak. Petinggi kampus menginstruksikan tim untuk pergi ke Agats satu hari sebelum keberangkatan.

"Besok berangkat dan hari ini pukul 15.00 baru diberitahu," ujar Rachmawan dalam jumpa pers di UGM, Senin, 5 Februari 2018.Keberangkatan tim dibagi menjadi dua kloter. Pada Rabu, 24 Januari 2018, Rachmawan dan Nanung sudah tiba di Timika untuk persiapan dan logistik. Sisa anggota tim sampai di Timika satu hari kemudian.

Satu-satunya cara mencapai Agats adalah dengan jalur laut. Tim Deru memutuskan untuk naik speed tetapi ternyata mereka diberi long boat. Ongkos sewa perahu juga tidak murah, dari kesepakatan awal harga Rp 20 juta menjadi Rp 23 juta.

Informasi awal yang mereka terima perjalanan sekitar empat sampai lima jam dari Timika. Relatif singkat sehingga mereka juga tidak membawa makanan selama di perjalanan. Persiapan dengan long boat membuat perjalanan yang seharusnya dimulai pagi hari mundur dan baru dimulai pukul 14.00 WIB.

Ternyata, informasi yang diperoleh itu salah. Bukan lima jam tetapi 22 jam. Selama itu pula, tim DERU terombang-ambing di tengah laut dan terpaksa bermalam di pulau tidak berpenghuni. Saat menginap pun mereka tidak berani turun kapal. Sebab, masih banyak buaya berkeliaran di kawasan itu.

Kecemasan menghantui selama perjalanan menuju Agats. Terlebih, pernah ada kejadian reporter televisi swasta nasional yang hilang saat menaiki kapal yang sama dengan mereka beberapa tahun lalu.

Nanung juga bercerita semula perahu bergerak menyusui sungai akan tetapi ketika mendekati muara sungai tampak gelombang laut besar. Mereka pun putar balik dan mencari jalur sungai lain menuju Agats. Mau tidak mau, perahu harus mengisi Pantai Arafuru. Gelombang kian besar mendekati senja dan perahu pun memutuskan menepi.

Cobaan belum berakhir, sewaktu kapal menepi, pulau tidak berpenghuni  diguyur hujan deras semalaman. Atap perahu yang tidak terlalu lebar membuat sebagian anggota tim merelakan diri kehujanan semalaman. Pukul 05.30 mereka kembali melanjutkan perjalanan setelah bermalam.

"Gelombang laut yang tinggi khas laut Arafuru bertubi-tubi menghantam long boat kami lagi," ucap Nanung.

Beberapa kali mesin kapal mati dan diperbaiki oleh awak perahu. Mereka juga baru menyadari ternyata selama ini ada regulasi setelah pukul 10.00, long boat tidak boleh beroperasi ke Agats karena faktor cuaca dan alam di tempat itu. Entah bagaimana, mereka bisa tetap naik perahu itu menyeberang ke Agats.

"Pada malam hari di Agats kami menggelar rapat koordinasi dengan bupati dan elemen masyarakat di sana untuk menindaklajuti gizi buruk Asmat, mereka tidak percaya dengan kenekatan kami yang naik perahu," kata Nanung.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Hasil Penilaian UGM

Rachmawan menyebutkan sejumlah penilaian terkait kesehatan, kondisi, dan layanan puskesmas dilakukan di Agats. Penilaian meliputi, sanitasi lingkungan, infrastruktur dasar, tantangan Medan, dan tantangan sosio kultural setempat. UGM juga memasang sistem sel surya 200 Wp di Puskesmas Agats untuk menunjang layanan kesehatan.

Selain ketiadaan transportasi darat yang menghubungkan daerah di Asmat, PLN juga baru menjangkau dua dari 23 distrik atau kecamatan. Salah satunya, Agats. Sebagian kecamatan lain memanfaatkan pembangkit listrik tenaga diesel.Kabupaten Asmat memiliki jumlah penduduk 96.000 jiwa. Perekonomian dipegang oleh orang dari luar Papua seperti Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Mereka membuka usaha ojek, potong rambut, hingga warung makan. Masyarakat Asmat masih nomaden, sehingga seringkali satu desa kosong karena penduduknya sudah pindah.

"Lewat mitigasi ini kami juga ingin agar citra Asmat yang eksotis kembali terangkat jangan hanya persoalan gizi buruk yang selalu diingat karena memang potensi alam di sana indah dan bagus," tutur Rachmawan.

Hasil kunjungan ke Agats juga mengeluarkan rekomendasi yang perlu segera ditindaklanjuti. Ada dua rekomendasi yakni jangka menengah dan panjang. Persoalan gizi buruk bukan persoalan yang bisa diselesaikan dengan waktu singkat. Kesulitan akses menjadi salah satu penyebab gizi buruk Asmat karena mereka hanya memakan pangan yang ada di sekitar mereka dan ala kadarnya, seperti membakar ikan dan sagu.Rekomendasi jangka menengah dari UGM untuk menyelesaikan persoalan ini meliputi, dukungan sistem komprehensif kepada Kabupaten Asmat untuk follow up kondisi darurat, penempatan mahasiswa KKN tematik, khususnya bidang medis, pengiriman tenaga medis melalui internship program, dan training skills.

Rekomendasi jangka panjang, mencakup, pembangunan sektor infrastruktur dasar antara lain listrik dan air bersih, serta kesehatan lingkungan, peningkatan kemampuan masyarakat lokal dalam pengolahan sumber daya alam, dan pendampingan jangka panjang di seluruh aspek kehidupan.

"Saat di Agats kami juga berjumpa sejumlah alumni UGM mulai dari anggota TNI sampai peneliti lulusan FIB UGM yang mengabdikan diri di Asmat," kata Rachmawan.

 

3 dari 3 halaman

UGM Segera Kirim Mahasiswa KKN ke Asgats

UGM berencana mengirimkan mahasiswa KKN ke Agats pada akhir Maret atau awal April mendatang. Satu unit mahasiswa KKN terdiri dari 20-30 orang.

Sekalipun unit KKN harus terdiri dari beragam bidang ilmu, khusus untuk Asmat bisa memakai KKN tematik sehingga tidak masalah jika didominasi bidang ilmu tertentu, misal medis atau kesehatan.

Namun, keberlanjutan pemberdayaan di Asgats tidak berhenti pada program KKN. UGM juga memiliki beberapa program non-KKN yang bisa digunakan untuk memperbaiki kondisi di Asmat.

"Namun kami tidak akan merekomendasikan mahasiswa naik long obat berdasarkan pengalaman kami kemarin, memilih yang aman bisa naik speed boat," ucap Nanung.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.