Sukses

Pantangan Menyeberang Jalan Sebelum Ikut Nganten Massal di Bali

Sejumlah aturan dalam proses pelaksanaan Nganten Massa di Desa Pengotan, Bangli, Bali.

Bangli - Desa Pengotan yang ada di Kecamatan Bangli merupakan salah desa tua di Bali. Beragam tradisi maupun seni yang unik dibandingkan daerah lainnya di Bali, berasal dari desa ini. Salah satunya, tradisi Nganten Massal yang rutin digelar tiap tahun.

Desa Pengotan secara geografis merupakan salah satu desa yang berada di kawasan pegunungan. Dari posisinya, desa yang terdiri dari delapan banjar ini, juga berada tak jauh dari desa yang selama ini dikenal masyarakat Bali, seperti Desa Kedisan, Desa Batur, dan lainnya. Secara lokasi, Desa Pengotan berbatasan langsung dengan Kecamatan Kintamani di sisi utara.

Menilik tradisi Nganten Massal yang sudah dilaksanakan secara turun-temurun sejak ratusan tahun lalu, Bendesa Adat Pengotan, Jro Wayan Kopok kepada Bali Express (Jawa Pos Group), Jumat, 12 Januari 2018, kemarin, mengungkapkan, tradisi Nganten Massal sudah dilangsungkan sejak Desa Pakraman Pengotan berdiri.

Artinya, tradisi ini pun sudah dijalankan masyarakat setempat sejak ratusan tahun yang lalu. "Sebenarnya tidak ada yang tahu pasti kapan tradisi ini dimulai. Yang jelas menurut kepercayaan masyarakat di sini, Nganten Massal ini sudah dilangsungkan ketika Desa Pakraman Pengotan berdiri, ya artinya sudah sejak berabad-abad yang lalu," ucapnya.

Dia menjelaskan, dalam awig-awig (hukum adat) Desa Pakraman Pengotan, Nganten Massal ini hanya dilaksanakan dua kali dalam satu tahun kalender Bali, yakni pada sasih Kapat (bulan keempat) dan sasih Kedasa (bulan kesepuluh).

Namun, tatkala ada suatu halangan seperti sedang dilangsungkan upacara atau karya, maka pelaksanaan Nganten Massal ini pun akan diundur.

"Misalnya pas sasih Kapat ada karya, ya pelaksanaannya hanya saat sasih Kadasa. Tapi kalau tidak ada halangan, baik sasih Kapat maupun Kadasa tetap akan dilaksanakan," terangnya.

 Baca berita menarik lainnya dari JawaPos.com di sini.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Prosesi Nganten Massal

Lebih lanjut Jro Wayan Kopok menuturkan, bahwa tujuan upacara Nganten Massal yang diikuti delapan banjar adat di wawidangan Desa Pakraman Pengotan, bertujuan untuk meringankan biaya bagi krama setempat.

Lantaran untuk semua biaya upacara, baik bebantenan, ulam dan lainnya ditanggung oleh adat. Kecuali biaya pembelian satu ekor sapi jantan sebagai sarana upacara yang tidak boleh mengalami cacat apa pun juga.

"Jadi, saat dicatat berapa jumlah pasang pengantin yang ikut, apakah itu 25 pasang ataukah lebih. Maka, harga sapi jantan yang dibeli itu dibagi rata ke setiap pasang. Anggaplah sapinya itu harganya Rp 8 juta, lalu dibagi 25 pasang pengantin, ya kena urunannya hanya Rp 320 ribu saja, dan tidak ada tambahan biaya apa pun lainnya," bebernya.

Biaya itu pun sudah termasuk banten. Terlebih seperti keterangannya, untuk jenis banten yang digunakan juga tidak terlalu besar.

"Cuma untuk biaya diluar upacara Nganten Massal yang memang diatur adat, mereka keluarkan biaya sendiri tentu dengan kemampuan ekonomi mereka. Misalnya apakah mau mengadakan resepsi, mau ngundang berapa orang. Itu biaya pribadi," ungkapnya.

Disinggung mengenai jenis banten yang digunakan, semuanya dise suaikan dengan desa kala patra yang dianut Desa Pakraman Pengotan. Dan, itu pun dia tegaskan pada dasarnya tujuan dari bebantenan yang digunakan sama antara satu desa dengan desa lainnya.

"Paling hanya jalannya yang mungkin sedikit berbeda," imbuhnya.

Dalam kesempatan kemarin, Jro Wayan Kopok pun membeber mengenai rentetan prosesi Nganten Massal yang dilaksanakan di Desa Pakraman Pengotan. Dituturkannya, ketika sudah mendekati sasih Kapat atau sasih Kadasa, maka dirinya selaku Bendesa Desa Pakraman Pengotan akan lebih dulu mengumumkan bahwa pada sasih ini akan dilaksanakan Nganten Massal.

Pengumuman ini diteruskan masing-masing prajuru adat di delapan banjar tersebut. Saat itulah proses pendaftaran di masing-masing banjar dimulai, untuk selanjutnya disetor ke Desa Pakraman Pengotan untuk dicatat dan ditotal.

Kemudian pada sebuah pasangkepan, diumumkan jumlah pasangan yang akan mengikuti Nganten Massal, beserta nama pasangan tersebut, dan asal banjarnya.

"Setelah itu, proses dimulai dari ngidih, maplaku, dan masadok. Masadok di mana sebelum H-3 puncak upacara, mereka yang mau menikah ini harus sudah ngaturang canang (masadok) taksu ke peduluan, dalam hal ini bendesa adat. Baru setelah itu dilaksanakan Sangkep Nganten," bebernya.

Setelah proses tersebut dilalui, maka rangkaian menyembelih sapi jantan mulai dilangsungkan. Kemudian di saat bersamaan juga dilangsungkan mamalang (makawat), yakni membagikan nasi putih yang dibawa pengantin. Setelah proses makawat nasi putih, baru para pengantin dipanggil untuk datang ke jaba sisi kelod Pura Bale Agung sebagai lokasi puncak acara, dengan posisi berjejer, baik pengantin laki-laki maupun perempuan.

"Setelah semua pasangan pengantin datang, baru diupacarai sang pamutus upacara yakni jero dalang. Ini merupakan proses awal, karena setelah prosesi ini ada prosesi lainnya," jelasnya.

 

3 dari 3 halaman

Sanksi Pelanggaran

Mengingat tatkala upacara di jaba sisi kelod selesai, baru para pengantin ini dipanggil ke jeroan Pura Bale Agung, dan para pengantin ini dipersilakan duduk di Bale Nganten.

"Tapi, duduknya dipisah antara pengantin laki dan perempuan, tidak di tempat yang sama. Karena setelah itu, mereka akan dilayani, termasuk juga pasangan pengantin ini akan diminta memakan daun sirih. Ini adalah ciri sekaligus tanda, jika pasangan pengantin ini sudah ngaturang bakti pakandelan sekaligus resmi sebagai krama desa," bebernya.

Kemudian sebagai lanjutan, prosesi diikuti dengan ngunggahan damar kurung di ulun Bale Agung. Setelah itu, para pengantin ini ngaturang mapamit di sanggar agung, yakni di kuri glagah, sebelum akhirnya para pengantin ini bisa pulang ke rumah masing-masing.

Namun, kata Jro Wayan Kopok, rangkaian prosesi itu masih berlanjut di rumah masing-masing pengantin. Lantaran ketika sudah selesai ngaturang bakti pakandelan para pengantin tersebut mesti melaksanakan brata atau puasa selama tiga hari.

"Tidak itu saja, juga ada yang namanya lurung adat. Jadi, kalau rumah sang pengantin ada di sebelah barat rurung adat, maka selama tiga hari tidak boleh nyeberang ke sisi timur rurung adat. Setelah lewat tiga hari itu, barulah saking purusa ke predana membawa bantal tipat, sekaligus sebagai tanda rampungnya prosesi tersebut," kata dia.

Disinggung mengenai adakah sanksi yang diterapkan bagi yang melanggar, semisal hamil sebelum mengikuti prosesi Nganten Massal atau sebelum mengikuti bakti pakandelan.

Dia menjelaskan, sanksi tersebut memang ada, dan dalam sebulan dikenakan Rp 45 ribu. Besaran sanksi itu melihat dari tiga rerahinan dalam satu bulan Bali, yakni Purnama, Tilem, dan Anggara Kasih. Rinciannya untuk Purnama dikenakan sanksi Rp 15 ribu, lalu Tilem disanksi Rp 15 ribu, dan Anggara Kasih pun sama Rp 15 ribu.

"Jadi, sanksi ini terus berlaku sampai nanti waktu Nganten Massal tiba saat sasih Kapat atau Kadasa," jelasnya.

Lalu, bagaimana kalau pengantin pria atau wanitanya berasal dari luar Pengotan. "Tetap harus ikut bakti pakandelan. Jika tidak, maka selama dia belum mengikuti bakti itu, maka tidak boleh bersembahyang di semua pura yang ada di wilayah Pengotan," dia memungkasi.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.