Sukses

Petaka Siber 2017 Terulang di 2018?

Fenomena ancaman keamanan siber ini yang dulu mengincar lembaga, kini berdampak pada pengguna individu.

Liputan6.com, Semarang Tahun 2017 menjadi pertanda bagi semua pihak khususnya pemerintah untuk lebih serius memperhatikan isu keamanan siber. Tercatat banyak peristiwa yang luar biasa terkait keamanan siber terjadi di tanah air.

Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure/Coordinator Center (Id-SIRTII/CC) mencatat sampai November 2017, Indonesia mendapat sebanyak 205.502.159 serangan.

Awal Februari 2017 ada usaha peretasan terhadap KPU saat proses perhitungan suara pilkada DKI putaran pertama. Tak kalah menghebohkan adalah peretasan pada website Telkomel dan Kejaksaan.

Bulan Mei seluruh dunia termasuk di Indonesia mengalami serangan ransomware wannacry. Selang beberapa bulan ransomware dengan model yang hampir sama bernama nopetya juga ikut menyerang.

Menurut pakar keamanan siber Pratama Persadha, salah satu yang patut dilihat adalah fenomena keamanan siber ini berdampak pada pengguna individu. Menurutnya di sinilah butuh peran pemerintah untuk masuk dan mengedukasi masyarakat.

"Isu pornografi Whatsapp, pemblokiran telegram dan juga registrasi sim card adalah bukti bahwa isu keamanan siber ini sudah menyentuh langsung individu masyarakat," kata chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini.

Diprediksi tahun 2018 akan menjadi tahun yang sangat sibuk. Pilkada 2018 dan menjelang pemilu 2019 dipastikan membuat situasi tanah air menghangat. Pemerintah bisa mengantisipasi dari awal dengan terus melakukan edukasi internet aman dan sehat.

"Pendekatan hukum pada para pelaku hatespeech memang harus terus dilakukan, namun edukasi yang gencar untuk mewujudkan suasana yang kondusif di media sosial dan internet sangat penting juga," kata Pratama.

Keamanan siber harus sudah menjadi agenda penting pemerintah untuk melindungi warga.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ada Apa di 2018?

Pratama juga mengingatkan situasi politik yang hangat bisa saja memantik saling retas antar kubu. Hal semacam ini harus serius dipikirkan oleh pemerintah bagaimana mengurangi resiko semacam ini. Belum lagi ancaman ransomware semacam wannacry kemungkinan besar hadir kembali di tahun 2018.

"Wannacry dan nopetya hanya dua dari ribuan ransomware yang tercuri dari CIA. Kita tak pernah tahu kapan dan dimana ransomware lainnya akan mereka deploy. Persiapan terbaik adalah pemerintah menyusun standard operasional procedure menghadapi serangan ransomware ini, agar tidak cepat meluas ke infrstruktur strategis tanah air," kata Pratama.

Dengan Badan Siber dan Sandi Negara bila sudah efektif berjalan, seharusnya SOP menghadapi serangan ransomware seperti wannacry bisa dengan mudah dilaksanakan dan disosialisasikan. Belum lagi serangan siber yang bisa langsung menginfeksi smartphone, juga harus menjadi perhatian serius.

"Ransomware yang akan massif menyerang ke depan diperkirakan juga sudah bisa menginfeksi smartphone android, juga iOS pada iPhone. Dari wikileaks dijelaskan malware semacam itu memang sudah dikembangkan oleh CIA, sehingga negara memang sudah sepatutnya waspada,"kata Pratama.

Ancaman serangan pada individu memang diperkirakan akan terus naik tajam. Perkembangan teknologi membuat adopsi Internet of Things (IoT) semakin tinggi. Belum lagi penggunaan telepon cerdas untuk transaksi, bisa dilihat dari gencarnya investasi di sektor ini, seperti investasi Jack Ma di Tokopedia. Semua perkembangan ini wajib diikuti dengan peningkatan keamanan siber di semua aspek.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.