Sukses

Korban Banjir dan Longsor di Gunungkidul Pulang, tapi...

Setelah sepekan di pengungsian, warga Desa Bunder, Gunungkidul, DIY, korban banjir dan longsor akibat badai Cempaka, mulai kembali ke rumah.

Liputan6.com, Gunungkidul - Setelah seminggu di pengungsian, sebagian besar warga Desa Bunder, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), korban banjir dan longsor akibat badai Cempaka pada akhir November 2017, saat ini sudah kembali ke rumah masing-masing.

"Ya, hampir seminggu di pengungsian di rumah warga sejak Senin (4 Desember 2017) sampai sekarang. Bantuan masih dapat mi sama beras," ucap Hendriyanto, warga Desa Bunder, RT 13 RW 04, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, Minggu (10/12/2017).

Walaupun sudah pindah ke rumah, banyak warga masih belum menata barang-barangnya. Sebab, masih banyak barang yang belum kering, sehingga harus ditaruh di luar rumah, seperti lemari dan kasur.

"Belum semuanya masuk rumah. Sudah masuk rumah, namun masih belum tertata semua," katanya.

Ia berterima kasih kepada anggota TNI yang bekerja bakti membersihkan rumah warga di Desa Bunder. Pasalnya, banjir yang sempat menenggelamkan rumahnya menyisakan lumpur setinggi lutut orang dewasa.

Rumah warga yang rusak akibat banjir dan longsor yang menerjang Desa Bunder, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, DIY. (Liputan6.com/Yanuar H)

"Untungnya ada TNI hari minggunya. Sekarang sudah lumayan. Kalau pas awal (banjir), wah lumpurnya tinggi banget," ujar lelaki yang akrab disapa Hendri tersebut.

Hendri tidak menyangka jika banjir yang terjadi siang itu membuat delapan kepala keluarga harus mengungsi ke tempat aman. Bencana tahun ini merupakan banjir yang tertinggi dan terbesar sepanjang sejarah ia mendiami rumah di Desa Bunder. Sebelumnya, banjir besar pernah terjadi di tahun 1998.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Terancam Longsor Susulan

Banjir dan longsor menimbulkan kerugian bagi penduduk Desa Bunder, Kecamatan Patuj, Kabupaten Gunungkidul. Kerugian diperkirakan mencapai puluhan juta rupiah.

Hendri bahkan selama seminggu tak dapat mencari nafkah. Sementara, kondisi rumahnya tidak semua dapat diselamatkan saat mengungsi.

Menurut dia, petugas membuat penampungan air dari terpal. Sebab, air sumur milik warga masih kotor.

Bak penampungan air dari terpal di Desa Bunder, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, DIY, yang terdampak badai Cempaka pada akhir November 2017. (Liputan6.com/Yanuar H)

Namun, bukan hanya itu kebutuhan korban banjir, terutama mereka harus tetap mencari nafkah. "Bencana tidak hanya pas kejadian, tapi juga setelah kejadian," ujarnya.

Adapun jalan menuju Desa Bunder, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, DIY, dipasangi penanda oleh kepolisian akibat ancaman longsor susulan. "Jalan di sana juga dikasih rambu, jalan jadi menyempit karena longsor," katanya.

Manajer Pusdalop Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Danang Samsu Rizal mengatakan, semua pengungsian di Yogyakarta baik di Gunungkidul, Bantul, dan Kulonprogo sudah tidak di pengungsian. Namun, penduduk di beberapa lokasi dianjurkan kembali ke barak pengungsian jika hujan dengan intensitas tinggi kembali terjadi.

3 dari 3 halaman

Kerugian Bencana Alam di Yogyakarta Lebih dari Rp 200 M

Bencana alam yang menimpa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada akhir November lalu, menyisakan kerusakan dan kerugian. Pemerintah Provinsi DIY menyebut kerugian dan kerusakan akibat bencana banjir mencapai 200 M lebih.

"Kerugian tidak hanya fisik. Orang tidak kerja itu juga kerugian. Ya, mana yang darurat dan penanganan recovery (pemulihan) harus dipilah sekarang," ujar Gatot Saptadi selaku Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, di kantornya, Kamis, 7 Desember 2017.

Ia menjelaskan, daerah paling parah yang terkena bencana alam adalah Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul. Kerusakan paling parah meliputi jembatan, talut, jalan, dan rumah penduduk.

"Rumah penduduk yang tidak bisa ditempati ya relokasi. Kalau sifatnya membangun (rumah), sifatnya bantuan darurat tapi belum digodok," katanya.

Bantuan yang diberikan oleh pemerintah sudah dilakukan saat bencana terjadi. Namun, usai bencana, pihaknya masih menunggu dukungan dari pemerintah pusat. "Rencana kan Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) dan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) mau ke sini," ujarnya.

Terkait sawah warga yang terkena bencana bisa mendapat ganti rugi. Namun, harus sesuai dengan mekanisme yang ada. "Kalau sawah bisa mekanisme puso, artinya penggantian sawah yang mendekati panen. Kalau yang rusak setelah panen, ya tunggu kering," ujarnya.

Terkait stok beras di DIY, masih aman sampai dua bulan ke depan. Namun, komoditas lainnya terganggu karena adanya jembatan putus dan jalan rusak. "Pasti terganggu ya karena bencana. Harga sayur seperti bayam, mahal," Gatot Saptadi memungkasi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.