Sukses

Perkenalkan Kak Muti, Guru Cantik Pendongeng Idola Bocah Cilacap

Namanya Kak Muti. Usianya, 25 tahun lebih sedikit. Profesinya adalah guru di Cilacap. Dari guru cantik ini, dongeng mengalir

Liputan6.com, Cilacap - Belasan bocah berlarian bak gangsing. Memutar, berselisih, dan bertumbukan. Emak-emak pun dibuat sibuk dibuatnya. Bak indukan ayam, mereka repot mengikuti anak ayam yang berlari ke sana ke mari, memperebutkan menir.

Tiap Sabtu malam, riuh rendah kegirangan bocah mungil ini selalu mewarnai Alun-alun Sidareja, Cilacap, Jawa Tengah. Sementara, para bapak, berteman segelas kopi, menghela napas sejenak di akhir pekan yang pendek di warung yang berderet-deret.

Mendadak, bocah-bocah ini menghentikan keriuhannya tatkala seorang perempuan muda berkerudung krem mendekat. Ia adalah pendongeng yang ditunggu-tunggu. Namun, keheningan itu hanya sesaat. Mereka kembali bersiap memperebutkan tempat saat tikar plastik digelar di rerumputan alun-alun.

Ternyata, selepas magrib, anak-anak ini menunggu idolanya tiba. Namanya Kak Muti. Usianya, 25 tahun lebih sedikit. Nama lengkapnya Muti’atus Sa'adah. Profesinya adalah guru SD Negeri 1 Sidareja, Cilacap. Di tangan guru cantik ini, ada sesosok boneka menggemaskan, bernama Apin.

Farhan masih saja heran dengan Apin yang bisa bicara. Ia menowel hidung Apin yang hanya seukuran biji kelengkeng. Ia cubit pipi Apin yang menggemaskan. Ia juga merangkul-rangkul boneka di tangan guru cantik ini. Tingkahnya, mengingatkan kita bahwa Farhan hanyalah bocah berusia lima tahun yang keingintahuannya tanpa batas dan sedang memuncak.

Tak hanya Farhan, beberapa anak yang lebih kecil tadinya hanya sedikit takut-takut dengan si boneka. Mulai berani mendekat. Misalnya, Alya dan Dani. Sesaat kemudian, pun lantas hanyut dalam dongengan Kak Muti.

Malam itu, guru cantik mengetengahkan dongeng mengenai baiknya kupu-kupu yang indah dan lebah nan menyeramkan. Mereka tak seperaduan dan memang berbeda jenis. Mereka beterbangan ke segala arah.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dongeng, Mengajari Tanpa Menggurui

Di pucuk-pucuk bunga, kupu-kupu bertemu dengan hewan nan berbahaya, lebah. Lebah-lebah ini, dengan sengatannya tampak begitu seram. Tetapi, ternyata, kupu-kupu dan lebah bersahabat dan bekerja sama membantu penyerbukan bunga mangga dan rambutan.

Lantas, mereka membantu penyerbukan bunga mangga dan rambutan. Tanpa dibantu oleh kupu-kupu, barangkali mangga tahun ini tak selebat dan seranum ini.

Dongeng untuk anak usia lima tahun memang berbeda dengan yang berusia delapan atau 9 tahun,” ucap guru cantik ini, usai mendongeng, Sabtu malam, 9 Desember 2017.

Ia bercerita, anak usia lima tahunan ke bawah, lebih pada kisah dunia hewan (fabel) yang dibumbui kisah persahabatan, kerja sama, kebaikan, dan cinta kasih. Ia tak sekadar bercerita soal "kancil menyolong mentimun”. Lebih dari itu, pesan kemanusiaan lebih ditonjolkan.

Adapun usia delapan tahun ke atas, lebih pada cerita kehidupan sehari-hari. Misalnya, kebaikan petani yang bekerja keras di ladang dan sawah untuk menyediakan beras dan sayuran yang dimakan oleh masyarakat luas. Atau, tukang becak yang setia mengantar mama berbelanja.

Dongeng, bagi Muti bukan hal baru. Sejak 2013, semasa kuliah, ia sudah berkecimpung dengan dunia dongeng-mendongeng di Komunitas Dongeng Tegal. Namun, sejak lulus kuliah, hobinya ini justru terhenti lantaran belum menemukan komunitas untuk berbagi kisah. Guru cantik ini lebih sibuk mengajar di sekolahnya.

3 dari 3 halaman

Komunitas Gembus: Perpustakaan Gratis untuk Siapa Saja

Dua tahun berselang, sekitar Oktober 2017 lalu, ia berkenalan dengan Komunitas Gerakan Membaca Buku Sidareja (Gembus). Komunitas Gembus ini memberinya ruangan untuk bersama-sama menggerakan literasi dengan cara berbeda.

Komunitas Gembus dengan buku-bukunya yang dipinjamkan nir-biaya, sementara, Muti, sang guru cantik, setia dengan kisah-kisah dongengnya, gratis juga. Ia, dan kawan-kawannya di Komunitas Gembus ingin membuka ruang literasi yang luas, terutama pada anak dan generasi muda.

“Dongeng membuat anak diajari kebaikan, tanpa merasa digurui,” dia berujar, yakin.

Adapun Komunitas Gembus, pada awalnya dibentuk untuk menumbuhkan minat baca buku di tengah gempuran teknologi digital. Mereka prihatin dengan makin menurunnya minta baca di kalangan muda usia.

Komunitas yang diinisiasi pedagang otak-otak, Anton Wibowo (30) ini membuka lapak perpustakaan gratis di Alun-alun Sidareja, Cilacap, setiap Sabtu sore hingga malam. Buku boleh dibaca siapa saja. Mulai anak-anak hingga orang dewasa.

"Awalnya memang karena kesukaan saya membaca. Kemudian, saat saya berjualan di depan Pabrik Rambut, saya ngobrol dengan beberapa buruh. Ternyata mereka memiliki kesukaan yang sama," ujar Anton.

Kata Anton, buku boleh dibaca di tempat maupun dibawa pulang dengan jangka waktu maksimal selama sepekan. Jika belum mengenal peminjam, maka komunitas akan mencatat alamat, nomor KTP, nomor telepon, serta memfoto KTP peminjam. Setelah menjadi anggota komunitas, prosedur peminjaman dipermudah.

Ratusan buku berserakan di lapak. Anak-anak muda, ibu-ibu, mbak-mbak, hingga bapak-bapak sibuk membaca. Sementara, kak Mutia, asyik mendongeng kisah-kisah inspiratif di tengah kerumunan bocah-bocah.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.