Sukses

Trotoar Licin Bikin Warga Patah Tulang, Wakil Bupati Minta Maaf

Warga yang mengalami patah tulang akibat terpeleset di trotoar sempat enggan untuk dioperasi dan diopname di rumah sakit.

Liputan6.com, Purbalingga – Selasa, 5 Desember 2017, pengguna media sosial di Purbalingga, Jawa Tengah, dihebohkan dengan unggahan foto Khuzaimah (44), pejalan kaki yang mengalami patah tulang di pergelangan tangan akibat terpeleset lantai trotoar. Insiden itu seketika mengundang kritik pedas warganet.

Wakil Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi, yang akrab menyapa warganya melalui media sosial kaget melihat unggahan itu. Karena merasa bertanggung jawab, ia kemudian menjenguk Khuzaimah di Desa Sambeng, RT 6/RW 2, Kabupaten Banyumas, pada Rabu, 6 Desember 2017.

Di rumah itu, Bupati Tiwi melihat tangan kanan Khuzaimah yang dibalut perban. Dengan nada sedang, ia menyampaikan permintaan maaf.

"Saya atas nama pemerintah meminta maaf atas kejadian yang menimpa ibu Khuzaimah. Tentunya, pemerintah bertanggung jawab terhadap pengobatan ibu," kata Tiwi menatap dalam-dalam Khuzaimah.

Di samping memberikan bantuan, Tiwi meminta ibu dua anak itu untuk melanjutkan pengobatan di RSUD Goeteng, Purbalingga. Namun, Khuzaimah menolak untuk dioperasi karena mengharuskannya opname.

Ia mengaku keberatan karena mesti merawat anaknya dan orangtuanya yang sakit-sakitan. "Repot banget Bu, harus opname. Nanti merawat keluarga bagaimana?" keluhnya kepada Tiwi.

Sekretaris Dinas Kesehatan, Much Umar Faozi, yang ikut berkunjung menegaskan ibu itu harus menjalani pengobatan karena tulang lengan kanannya mengalami dislokasi. Pengobatan bisa dilakukan dengan memasang gips ataupun operasi pen.

"Dinas akan memfasilitasi pengobatan ibu, nanti keluarga tinggal langsung menghubungi saya untuk perawatan di RS Goeteng,"katanya.

Menanggapi permintaan itu, suami Khuzaimah, Kusnadi berjanji akan melanjutkan perawatan istrinya di rumah sakit. "Agar cepat sembuh nanti ke Rumah Sakit. Kami berterima kasih kepada Bu Tiwi yang telah memberikan perhatian dan menjenguk istri di rumah," katanya.

Keluhan masyarakat terkait trotoar baru di ruas Jalan Jenderal Soedirman, Jalan MT Haryono, dan Ahmad Yani yang licin, akhirnya direspons. Usai berkunjung, Tiwi langsung berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPU PR) Kabupaten Purbalingga sebagai penanggung jawab proyek.

Ia meminta lantai trotoar untuk segera diganti karena sudah memakan banyak korban. "Disegerakan diganti karena sudah banyak korban. Jangan sampai menunggu tahun depan," katanya.

Kepala DPU PR Kabupaten Purbalingga, Setyadi mengatakan sudah mengganti keramik trotoar di sejumlah titik Jalan Jenderal Soedirman dengan keramik antiselip berwarna hitam. Tetapi, belum seluruhnya bisa diganti.

Ia beralasan terkendala material keramik yang jumlahnya terbatas. "Bertahap, setelah selesai di sepanjang Jalan Jenderal Soedirman. Trotoar baru lainnya di Jalan MT Haryono dan Jalan Ahmad Yani, juga akan kami ganti di sisi bagian yang miring," ucapnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pohon Peneduh Juga Diprotes

Tak hanya trotoar yang dikritik warga, sejumlah tanaman yang ditanam di pot-pot hitam legam di trotoar sisi utara Jalan MT Haryono juga diprotes warga. Pasalnya, pot itu tumpang tindih dengan jalur pedestrian, terutama jalur kuning untuk akses difabel.

Dhimas Agung Ramadhan, mahasiswa arsitektur UNTAG Semarang, menilai dimensi pot terlalu besar sehingga memakan jalan trotoar. Keberadaan pot sampai menutupi grading path yang berakibat mengurangi kenyamanan trotoar.

Berdasarkan aturan, lanjut Dhimas, jalur khusus pejalan kaki semestinya bersih dari fasilitas lainnya, seperti pohon peneduh, kursi,  tempat sampah, dan lainnya. Akan tetapi, keterbatasan lebar trotoar menjadi hambatan untuk ruang khusus tanaman.

Pemkab dinilainya lemah dalam membuat perencanaan, sehingga trotoar tidak sesuai petunjuk teknis Permen PU No 30 Tahun 2016. "Kalau ruang terbatas, seharusnya bisa menyediakan fasilitas peneduh dengan tanamanrambat sejenis Dollar Rambat," katanya.

Dikatakan Dhimas, Pemkab terlalu terpaku dengan pohon besar. Padahal, tanaman rambat juga memiliki fungsi serapan polusi udara yang sama dengan tanaman perdu maupun tanaman keras lainnya.

"Jika Pemkab paham terkait aturan main, tinggal disampaikan ke konsultan dasarnya untuk membuat desain sesuai aturan. Setelah itu, baru bicara tentang estetika," tuturnya.

Selain itu, penanaman pohon di median jalan Jenderal Soedirman dan MT Haryono juga mendapat sorotan dari Ketua Lembaga Penelitian, Kajian dan Konservasi Lingkungan Hidup, Mahardika Center, Purbalingga, Heru Hariyanto.

Hal itu dikarenakan, tanaman hanya ditanam di atas lapisan aspal. Perkembangan akar bakal merusak median jalan karena mengembang ke samping bangunan median jalan.

"Paling cepat dua tahun median jalan sudah rusak," katanya memprediksikan.

Bukan hanya itu, tanah penahan akar pun terbatas hanya di median jalan. Pohon rentan roboh saat tertiup angin kencang.

"Ini berbahaya, seharusnya ketika menanam itu digali sampai mengeruk aspal jalan," tuturnya.

Dia menyarankan pemkab untuk meninjau ulang rencana pembangunan. Sebab dikatakan, proyek dengan desain serupa akan diterapkan di ruas jalan lain pada anggaran 2018.

"Harus dipikirkan dampak ke depannya sehingga tidak dua kali jalan," ucap Heru.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.