Sukses

Kesenian Mistis di Payakumbuh Botuang Festival

Payakumbuh Botuang Festival di Kota Payakumbuh pada 26 November hingga 2 Desember 2017.

Liputan6.com, Padang - Kesenian tradisi beraroma mistis asal Limapuluh Kota, Sumatera Barat akan menjadi salah satu pertunjukan dalam pelaksanaan kegiatan Payakumbuh Botuang Festival (PBF) 2017 Payakumbuh, Sumatera Barat pada 1 Desember mendatang. Pertunjukan dalam bentuk komposisi musik tersebut dibawakan oleh grup musik La Paloma dengan judul karya "Bunyi Lain dari Sirompak".

"Pada pertunjukan ini kami akan mementaskan sebuah komposisi yang mengeksplorasi kesenian tradisi Sirompak asal Limapuluh Kota," kata komposer karya, Alex Septiono saat dihubungi di Padang, Jumat (24/11/2017), dilansir Antara.

Ia menyebutkan dibutuhkan saluang khusus agar syair-syair yang diucapkan bisa sampai ke penerima dan syair tersebut digunakan sebagai jembatan untuk memanggil jin.Ada pantun-pantun berupa 33 ayat mantra yang disadur sedemikian rupa menjadi sebuah lirik dalam tema melodi vokal yang selanjutnya diberi judul "Buaian Si Jundai".

"Kami menginterpretasikan proses Si Mambau (pelaku) dan berkomunikasi dengan Si Mambang (Jin)," ujarnya.

Pada pertunjukan nanti, akan mengeksplorasi bambu, baik dalam bentuk nyata maupun bunyi bambu melalui alat musik.

Sementara itu salah seorang kurator PBF,Yusril Katil, mengatakan pemilihan kelompok ini memang berdasarkan ketekunan mereka dalam menggarap seni tradisi.

"Kemungkinan tentang bunyi Sirompak kemudian kami tawarkan pada La Paloma dan mereka pun menyambutnya dengan baik," ujarnya.

La Paloma akan tampil pada malam pembukaan Botuang Fest. Grup yang beranggotakan 10 orang ini akan tampil bersama Minanga Pentagong, Iyut Fitra, Sosiawan Leak, Ali Syukri Dance Company, Ranah PAC dan Taufik Adam.

Payakumbuh Botuang Festival di Kota Payakumbuh pada 26 November hingga 2 Desember 2017 untuk menyemarakan kesenian di daerah itu. Ketua Panitia Payakumbuh Botuang Festival Andra Nova menyebutkan lokasi pelaksanaan kegiatan ini akan dibagi pada dua tempat, yaitu di pusat kota dan di Kecamatan Payakumbuh Selatan.

Pada 26-28 November akan diadakan "Payakumbuh Street" di sekitar pasar di pusat kota Payakumbuh. Kegiatan ini akan diisi dengan pelbagai kegiatan modern, seperti fesyen, musik akustik serta kuliner.

Kemudian pada 1-2 Desember pelbagai pertunjukan kontemporer akan ditampilkan di daerah Ampangan. "Sementara untuk pertunjukan kontemporer akan dilaksanakan di Ampangan, Kecamatan Payakumbuh Selatan," ujarnya.

Di Ampangan akan dibangun sebuah panggung dari bambu sebab daerah tersebut juga dikenal sebagai penghasil kerajinan bambu dan oleh sebab itu pula bambu dijadikan ikon festival. Menurut dia, dulu bambu juga sangat banyak tumbuh di daerah tersebut dan pihaknya ingin kembali menjadikan bambu sebagai bagian dari masyarakat.

"Kami sedang mengajak seluruh masyarakat Ampangan untuk ikut dalam acara Payakumbuh Botuang Festival ini," kata dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pelet Asmara dari Payakumbuh

Masing-masing daerah di Indonesia punya cara-cara mistis untuk menaklukkan hati seseorang. Termasuk di Payakumbuh. Pelet yang dimaksud tidak berkaitan dengan ramuan, melainkan sebuah nyanyian yang dibumbui mantra. Namanya Sirompak.

Sirompak adalah sebuah ritual menyanyikan syair dan mantra. Paket penakluk hati yang dilengkapi seset alat musik dan panggung yang tidak biasa itu bukanlah sembarang nyanyian. Ia bisa membangunkan dengan paksa siapa yang dituju, termasuk memerintahkan para korban memanjat dinding layaknya laba-laba.

"Sirompak ini biasanya dimainkan dengan satu alat musik tiup yang juga sarat dengan unsur mistisnya. Namanya Sampelong. Alat musik tiup ini dibuat saat ada orang yang mati berdarah di kampung dukun tersebut dan dilubangi kala si mayat memasuki liang lahat," ujar Albert Rahman Putra, peneliti dan penggiat kesenian yang bermukim di Solok, Sumbar, kepada Liputan6.com pada 2016 lalu.

Sampelong, alat musik tiup dengan empat buah lubang itu hampir serupa dengan saluang --suling khas Minang-- tapi sedikit lebih panjang. Bunyinya mirip gema terompet perang di tengah rimba.

Sementara tempat atau panggung memainkan sirompak ini biasanya berada di tanjung, bukit dan daerah ketinggian yang sepi. Tentunya dinyanyikan pada tengah malam atau dini hari menjelang Subuh.

"Kalau ada yang kena sirompak ini biasanya akan seperti orang gila, meronta-ronta dan berlarian sekeliling kampung. Ia hanya bisa sembuh jika bertemu dengan orang yang basirompak (orang yang melakukan ritual Sirompak)," ujar Budi Arianto, salah seorang warga Taeh Baruah, kabupaten 50 Kota.

Meski sampelong dibuat dengan mantra dan sesuatu yang berbau kematian, tidak semua lirik syair atau mantra Sirompak menakutkan asalkan dibaca dengan nada datar. Namun jika beberapa mantra terakhirnya dibaca dengan nada basirompak dan di tempat sepi tentulah hawanya akan berbeda.

Sadri, seorang dukun asal Kabupaten Agam, menambahkan, "Kekuatan utamanya ada di bunyi. Apalagi kalau sampelongnya sudah 'berisi' (memiliki jin penunggu). Alangkah lebih kuatnya jika sampelong dibuat kala orang mati terbunuh, bunuh diri atau mati tak wajar."

 

 

3 dari 3 halaman

Sesajen dan Syair

Sebelum basirompak, mereka yang akan menggelar ritual itu harus menyiapkan beberapa persyaratan. Benda-benda itu, lazim disebut saraik--sesajen--berupa nasi kuning, beras yang sudah direndang, dan bungo pangia-pangia (sejenis kembang).

"Usai saraik terpenuhi, si dukun akan membawa yang akan basirompak itu ke tanjung, bukit, gunung, atau tempat sunyi lainnya dan mulai meniup sampelongnya," tutur Albert.

Kala sampelong mulai ditiup, ritual itu hanya akan berhenti jika semua mantra telah terbaca dengan sempurna atau pertanda-pertanda alam gaib sudah mulai bekerja. Pertanda itu adalah terdengar sebuah teriakan dari jauh. Atau orang sekampung sudah ribut karena ada gadis atau lelaki yang berlarian sekeliling kampung dan memanjat dinding rumah yang basirompak.

Dari 57 baris mantra sirompak. Berikut salah satu mantra dan syair pamungkasnya yang dinyanyikan dengan irama berjenjang:

Anak angin, si rajo angin

Nan hinggok di kayu mati, oh Diak oi

Bapasan den ka bakeh angin

Jagokan Adiak nan lalok kini

Nan bapasan den sakali ko

Nan kok lalok tolong jagokan Diak oi

Nan kok duduak tolong tagakkan

Suruah bajalan inyo kini

Artinya :

Anak angin, si raja angin

Yang hinggap di kayu mati

Saya berpesan pada roh angin

Bangunkanlah adek yang saat ini tengah lelap

Pesan ini hanya sekali saja

Kalau ia sedang tidur, bangunkan segera

Kalau duduk suruh berdiri

Perintahkanlah ia berjalan saat ini juga

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.