Sukses

Sambut Hari dengan Wisata Sejarah di Jalan Wastukencana Bandung

Liputan6.com, Bandung - Lalu lintas di Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Jawa Barat, pagi itu terlihat ramai. Jalanan ini membelah Jalan Aceh di bagian selatan dan bertemu dengan Jalan Cipaganti di bagian utara.

Jalan Wastukencana berasal dari nama seorang Raja Padjadjaran, Niskala Wastu Kancana. Pada saat terjadi perang Bubat, Wastu Kancana baru berusia sembilan tahun. Salah satu dari tiga tokoh yang diidentikkan dengan Prabu Siliwangi itu naik takhta di usia 23 tahun dan memerintah Kerajaan Padjadjaran selama 103 tahun.

Tak mengherankan, bila kemudian nama kakek Prabu Siliwangi itu dinobatkan menjadi jalan saat ini. Sekaligus mengganti nama Logeweg di Kolonial Hindia Belanda.

Di sepanjang Jalan Wastukencana, terdapat banyak bangunan kuno peninggalan masa penjajahan Belanda. Sebagian bangunan masih ada yang mempertahankan bentuk aslinya. Namun sisanya sudah ada yang berganti menjadi gedung baru.

Historical Trips yang merupakan salah satu wadah bagi masyarakat untuk berwisata sejarah, kembali mengadakan walking tour dengan bertajuk "Explorer Wastukantjana". Ini merupakan lanjutan dari "Explorer Logeweg" yang diadakan pada Agustus 2017.

Di sepanjang Jalan Wastu Kencana, Kota Bandung, Jawa Barat, terdapat banyak bangunan kuno peninggalan masa Kolonial Hindia Belanda. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Salah satu lokasi yang dikunjungi adalah eks Hotel Donk, beralamat di Jalan Wastukencana Nomor 43. Hotel yang dibangun tahun 1910 ini merupakan bangunan dengan gaya arsitektur Indische Empires Stijl.

Hotel ini adalah milik Ursone bersaudara, keluarga asal Italia yang tiba di Hindia Belanda sekitar 1890. Mereka bertiga berprofesi sebagai pengacara, pemilik toko keramik Carera yang berada di daerah Banceuy dan pemilik peternakan besar di Lembang, bernama Baroe Adjak.

Hotel Donk dahulu merupakan tempat prostitusi. "Perempuannya waktu itu didatangkan dari berbagai penjuru Eropa hingga yang lokal juga ada," ucap pemandu wisata sejarah, Malia Nur Alifa, di Jalan Wastukencana, Bandung, Sabtu, 18 November 2017.

Saat ini, bangunan tersebut berfungsi sebagai hunian. Namun, arsitekturnya masih tampak tidak mengalami perubahan. "Di sebelah rumah ini, ada bagian paviliun hotelnya. Di bagian lantainya masih menggunakan lantai asli yang sama dengan yang dipakai keluarga Ursone," ia menjelaskan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Eks Rumah Bordil Tentara Jepang

Tak hanya eks Hotel Donk, di kawasan Jalan Wastukencana pada masa pendudukan Jepang, terdapat rumah bordil tempat tentara Dai Nippon bersenang-senang. Salah satunya adalah Pension Welgelegen yang dikelola oleh seorang perempuan Belanda, istri seorang Jepang.

Sayangnya, bangunan itu sudah tidak terlihat lagi fisiknya berganti dengan sebuah pusat perbelanjaan yang berada di Jalan Purnawarman saat ini.

Menurut Malia, kawasan Jalan Wastukencana banyak diisi bangunan kuno. Namun, literatur terkait bangunan-bangunan tersebut masih sangat minim.

Dia juga menunjukkan salah satu buku yang ditulis Sudarsono Katam, "Bandung Kilas Peristiwa di Mata Filatelis Sebuah Wisata Sejarah".

"Dalam jelajah kali ini, kita benar-benar berdasar metode sejarah lisan (wawancara) saya dengan pak Sudarsono Katam. Info soal rumah bordil Jepang itu hanya ada di buku pak Sudarsono," ujarnya.

Historical Trips yang merupakan salah satu wadah bagi masyarakat untuk berwisata sejarah, kembali mengadakan walking tour dengan judul Explore Wastukantjana. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Dia mengungkapkan, pengenalan Jalan Wastukencana yang berisi bangunan-bangunan kuno masih minim. Karena itu, dia menggunakan metode wawancara kepada penutur sejarah dan saksi yang tinggal di sekitar Jalan Wastukencana.

"Makanya, saya mulai menghimpun data soal Jalan Wastukencana ini. Kalau tidak sekarang, kapan lagi?" ujarnya.

Selain mewawancara penutur sejarah, Malia mengaku mendapat informasi dari Kartono Sulaiman yang merupakan Lurah Sukajadi dekade 70-an. "Kita dapatkan cerita dari mulut ke mulut. Bahkan, saya pernah bertanya pada yang menghuni rumah saja tidak tahu asal usulnya," ia memungkasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.