Sukses

Mandi Safar, Jejak Tradisi Sufi di Pesisir Jambi

Sebelum mandi bersama-sama di laut, ribuan warga terlebih dahulu membekali diri dengan daun sawang yang sudah diberi doa

Liputan6.com, Jambi - Ribuan warga di pesisir timur Jambi, tepatnya di Desa Air Hitam Laut, Kecamatan Sadu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim), Provinsi Jambi, Rabu pagi, 15 November 2017, menyemut di pinggir pantai setempat. Sejumlah tokoh juga hadir saat itu.

Bagi warga pesisir timur Jambi, Rabu itu adalah hari spesial. Di mana menjadi Rabu terakhir di bulan Safar atau bulan kedua tahun Hijriah. Hari itu, warga bersiap untuk menceburkan diri bersama-sama di Pantai Babussalam. Oleh warga setempat, tradisi itu diberi nama mandi Safar.

Di Kabupaten Tanjabtim, mandi Safar sudah rutin dilaksanakan setiap tahun. Bahkan, tradisi itu sudah menjadi ikon daerah, Bupati Tanjabtim, Romi Haryanto bersama Wakil Gubernur Jambi, Fachrori Umar juga ikut memeriahkan tradisi yang disebut-sebut warisan ulama sufi itu.

Menurut Bupati Romi Haryanto, mandi Safar adalah kearifan lokal warga Tanjabtim. Di mana inti dari tradisi itu adalah doa agar terhindar dari malapetaka. Sebelum mandi di laut bersama-sama, warga terlebih dahulu menggelar doa.

"Ini sudah menjadi acara tahunan dan masuk jadwal wisata budaya di Kabupaten Tanjabtim," ujar Romi.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jambi, Fachrori Umar mengaku sangat mendukung agar ritual mandi Safar terus dilestarikan. Ia berharap, kegiatan itu bisa memancing minat wisatawan untuk datang ke Provinsi Jambi.

"Ditambah air laut di Desa Air Hitam Laut ini sangat jernih. Pemandangannya bagus," ucap Fachrori.

Saipul, salah seorang panitia mengatakan, warga yang datang tidak hanya berasal dari Kabupaten Tanjabtim. Banyak juga warga yang sengaja datang dari luar kabupaten. Mereka ingin melihat langsung tradisi turun-temurun yang terus dilestarikan hingga saat ini.

Warga yang ingin ikut prosesi mandi Safar terlebih dahulu dibekali daun sawang yang diikat di kepala dan pinggang. Daun sawang bentuknya memanjang dengan warna hijau tua. Daun ini dikenal sebagai daun sakral yang biasa digunakan untuk memercik air pada saat upacara sakral ataupun sebagai sarana penolak bala.

Sebelum digunakan untuk mandi, daun tersebut sudah terlebih dahulu diberi doa-doa dari para sesepuh atau alim ulama di Tanjabtim, Jambi. Menurut kepercayaan warga setempat, pemakaian daun sawang itu agar orang yang mandi terjaga keselamatannya dari segala gangguan baik dari gangguan binatang maupun makhluk halus.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tradisi Sufi

Tokoh masyarakat Desa Air Hitam Laut sekaligus pengasuh pondok pesantren Wali Peetu, KH As'ad Arsyad menceritakan, mandi safar merupakan tradisi masyarakat muslim di Desa Air Hitam Laut yang sebagian besar warganya adalah keturunan Bugis.

Di mana inti dari tradisi itu adalah menulis doa, berniat untuk mandi dan pelaksanaan mandi. "Mandi Safar ini pertama kali dilakukan oleh Syekh Syarifuddin yang merupakan ulama sufi," ujar As'ad.

Menurut kajian, kata As'ad, Syeikh Syarifuddin dengan pengetahuannya menyebut, dalam satu tahun ada satu malam di mana Allah menurunkan 12 ribu macam bencana ke dunia. Yakni pada Rabu malam terakhir bulan Safar.

"Jadi, mandi safar itu dilaksanakan setiap tahun pada hari Rabu terakhir bulan Safar," ujar As'ad.

Lebih lanjut As'ad mengatakan, untuk menghindari bencana itu, Syekh Syarifuddin memerintahkan para muridnya untuk menulis doa yang berawalan kata "salamun" yang terdapat tujuh macam di Alquran. Tujuannya untuk memohon keberkahan kepada Allah, agar dengan berkah ayat suci Alquran bisa terhindar dari segala bencana.

"Pada awalnya tidak dimandikan, tetapi hanya ditulis di atas kertas kemudian dimasukkan ke dalam gelas berisi air dan airnya diminum," kata As'ad.

Namun kemudian, murid-murid Syekh Syarifuddin bertanya bagaimana kalau dimandikan. Oleh Syekh Syarifuddin dijawab tidak apa-apa. Maka, doa yang telah ditulis tadi dimasukkan ke dalam baskom lalu airnya untuk mandi dan dilakukan di rumah masing-masing.

"Nah sampai tahun 1980, untuk kebersamaan, maka kita lakukan secara bersama-sama di pantai. Itulah awal mula mandi safar sampai sekarang dilakukan bersama-sama oleh masyarakat Desa Air Hitam Laut di Pantai Babussalam ini," ujar As'ad menerangkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.