Sukses

Kisah Rumah Tua Milik Keluarga Sang Pahlawan Sam Ratulangi

Rumah tua milik keluarga Sam Ratulangi, pahlawan dari Sulawesi Utara itu, hingga kini masih dikuasai keturunannya.

Liputan6.com, Tondano - Berkunjung ke Tondano, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara, ada makam seorang pahlawan nasional, yang terletak di pinggiran kota. Dia adalah Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi atau terkenal dengan nama Sam Ratulangi. Selain makam, ada juga rumah tua berusia ratusan tahun milik keluarganya.

Setiap peringatan Hari Pahlawan, makam Sam Ratulangi selalu dikunjungi peziarah. Situasi itu agak berbeda dengan kondisi di sekitar rumahnya yang cenderung lebih sepi.

Pada Jumat, 10 November 2017, saat berkunjung ke rumah yang terletak di Kelurahan Tonkuramber, Kecamatan Tondano Barat itu, pagarnya terkunci rapat. Halaman dipenuhi pepohonan yang cukup rindang hingga hampir menutupi bagian rumah utama.

Meski terkesan tak terurus dan tak lagi layak dihuni, warga sekitar menyatakan ada keluarganya yang sering mendatangi rumah penuh sejarah tersebut.

"Rumah itu diperkirakan sudah berusia sekitar 200 sampai 300 tahun lamanya. Tak ada data autentik tahun berapa dibangun," kata salah seorang kerabat Sam Ratulangi, Matulandi Supit, baru-baru ini.

Supit mengungkapkan, rumah tersebut didirikan leluhur Sam Ratulangi, yakni semasa Rumondor Ratumbuisang, buyut Sam Ratulangi, menjabat sebagai Kepala Walak Tondano atau setara camat saat ini. Sang Kepala Walak itulah yang diketahui sebagai penghuni pertama rumah berbahan dasar kayu tersebut.

Setelah terjadi perkawinan, Rumondor Ratumbuisang memiliki anak bernama Matulandi. Kemudian, Matulandi memiliki seorang anak perempuan bermarga Gerungan, yang merupakan ibu dari Sam Ratulangi.

"Banyak sejarah yang terukir dalam rumah tersebut. Selain cerita hidup Sam Ratulangi sebelum beranjak ke Jakarta, juga kisah di balik perang Tondano ikut terukir ketika sang Kepala Walak menghuni rumah tersebut," ujar Supit yang merupakan bagian dari keluarga Sam Ratulangi ini.

Dia mengaku, sekarang ada keluarga turunan Sam Ratulangi yang telah memiliki rumah tersebut, tapi sedikit tertutup. Karena dimiliki perseorangan sebagai warisan keluarga turun temurun, pemerintah tak bisa mengurus rumah bersejarah tersebut.

"Kami tak bisa menjadikan rumah itu sebagai cagar budaya karena milik keluarga secara pribadi," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Minahasa, Agustivo Tumundo.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Cerita Penjaga Makam Sam Ratulangi

Sementara itu di kompleks makam yang juga berada di Kota Tondano, pasangan suami istri, Trefly Bulu dan Meiske Matindas, sibuk membersihkan makam itu. Mereka adalah penjaga makam sang pahlawan nasional.

Trefly meneruskan jejak sang ayah, almarhum Piter Bulu, sebagai penjaga makam Sam Ratulangi sejak 1983. Kini, sudah hampir sekitar 35 tahun Trefly tinggal di sekitar taman itu. Dia bahkan sudah mendiami kawasan itu sebelum menikahi Meiske.

Pasangan suami istri itu bersama sang ibu Lice Lowi melanjutkan tugas yang ditinggalkan mendiang Piter untuk mengurus makam itu. Meski honornya tidak besar, ketiganya tetap setia dengan pekerjaan itu.

"Kalau saya tak lagi dapat honor karena sudah berstatus pegawai di Dinas Sosial. Hanya istri dan ibu yang masih mendapat honor," tutur Trefly.

Dia mengatakan ada kebanggaan menjadi penjaga makam tersebut, seperti bertemu pejabat negara atau orang-orang penting di negeri ini. Dia juga mengaku sering diajak sebagai pembicara dalam berbagai kegiatan di daerah maupun luar daerah terkait tugasnya tersebut.

"Kami bisa ketemu para pejabat dan tokoh bangsa seperti Megawati Soekarnoputri, para jenderal, dan pejabat negara lainnya," ujar dia.

Di balik itu, ada tanggung jawab yang harus ditanggungnya sendiri bila ada kunjungan dadakan dari pemerintah atau tamu lain yang berziarah ke tempat tersebut.

"Kita harus tetap menjaga kebersihan makam seluas dua hektare ini. Terkadang harus memanggil warga lain untuk membantu, meski bayarannya diambil dari honor kami," ujar dia.

Sam Ratulangi lahir di Tondano, 5 November 1890. Ia merupakan Gubernur Sulawesi Utara pertama. Ia meninggal di Jakarta dalam kedudukan sebagai tawanan musuh pada 30 Juni 1949 dan dimakamkan di Tondano.

Namanya diabadikan sebagai nama bandar udara di Manado, yaitu Bandara Sam Ratulangi dan Universitas Negeri di Sulawesi Utara, yaitu Universitas Sam Ratulangi. Pada 1961, Presiden Sukarno menganugerahi gelar pahlawan nasional untuk Sam Ratulangi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.