Sukses

Kesaksian Peristiwa Perobekan Bendera di Hotel Majapahit

Dengan serempak rakyat bergerak suasana menjadi panas. Jalan Tujungan menjadi lautan manusia yang bergelora.

Liputan6.com, Surabaya - Pada tangga;l 19 September 1945, ketika melihat bendera Merah Putih Biru berkibar kembali di Hotel Oranye, kemarahan rakyat dan pemuda di Surabaya tidak tertahan lagi. Dengan serempak rakyat bergerak, suasana menjadi panas. Jalan Tujungan menjadi lautan manusia yang bergelora.

Begitulah sepenggal kalimat yang tertera di bawah tiang bendera Merah Putih (Replika bendera merah putih setelah peristiwa perobekan bendera Belanda) yang terpampang jelas di halaman depan Hotel Majapahit.

"Hotel Majapahit dulunya bernama LMS, lalu berganti menjadi Hotel Oranye, berganti lagi Hotel Yamato, Hotel Hoteru dan terakhir menjadi Hotel Majapahit," tutur Markom Hotel Majapahit, Novi, Kamis, 9 November 2017.

Dia menjelaskan, Hotel Majapahit dibangun  oleh Sarkies Bersaudara dari Armenia pada tahun 1910.

"Mendengar kata Sarkies saya jadi merinding karena teringat almarhum bapakku yang dulu pernah bekerja di Hotel Sarkies yang berlokasi di jalan Embong Malang Surabaya, yang kini dijadikan Mall Tunjungan Plaza," ujarnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Berubah Menjadi Hotel Mewah

Hotel Majapahit kini sudah berubah menjadi hotel mewah bintang lima dengan total 143 kamar di lantai satu dan dua. Hotel ini sempat dikelola oleh Mandarin Oriental Hotel Group sejak 1993 hingga 2006. Pada tahun 2006, hotel ini diakuisisi oleh PT Sekman Wisata.

Sebagian besar bangunan asli hotel ini masih dapat dilihat hingga saat ini, meskipun beberapa bangunan luar dan beberapa unsur interiornya telah direnovasi.

"Lobi Hotel Majapahit dulu itu berada dibelakang lobi Hotel Majapahit yang sekarang ini. Namun bangunan dan keramiknya masih tetap sama seperti dulu," katanya, sambil menunjukkan foto zaman dulu yang terpasang di dinding bangunan.

Novi mengatakan, peristiwa perobekan bendera Belanda itu bermula ketika Presiden Sukarno mengeluarkan keputusan bahwa seluruh wilayah Indonesia harus mengibarkan bendera Merah Putih pada 1 September 1945.

"Namun, sekelompok orang Belanda yang dipimpin Pluegman mengibarkan bendera Merah Putih Biru di puncak sebelah kanan hotel pada 19 September 1945," ucapnya.

Dia menuturkan, Arek Suroboyo mulai marah melihat bendera Belanda berkibar kembali di Hotel Oranye. Mereka berbondong-bondong mendatangi hotel untuk memprotes pengibaran bendera Merah Putih Biru.

"Perwakilan Pemerintah Indonesia, Ruslan Abdul Gani datang ke hotel dan melakukan perundingan dengan perwakilan Pemerintah Belanda di kamar 33, yang sekarang menjadi ruangan Merdeka," ujarnya.

"Kamar ini dijadikan markas oleh orang Belanda karena hanya di kamar inilah yang mempunyai pintu di bagian belakang yang bisa tembus ke daerah Pasar Genteng Surabaya," ucapnya.

3 dari 3 halaman

Kemarahan Arek-Arek Suroboyo

Novi menyampaikan, karena perundingan di dalam kamar terlalu lama maka Arek Suroboyo tidak sabar dan langsung melancarkan aksinya untuk menurunkan bendera Belanda dan menyobek warna biru sehingga menjadi merah putih.

"Peristiwa tersebut menewaskan Pluegman dan empat pejuang Arek Suroboyo. Jadi peristiwa ini awal mula lahirnya Hari Pahlawan," tuturnya.

Dia menegaskan, pada tanggal 30 Oktober 1945, Aubertin Walter Sothern Mallaby atau juga dikenal dengan Brigadir Jenderal Mallaby tewas dalam peristiwa baku tembak di Jembatan Merah.

Peristiwa tersebut memicu keluarnya maklumat, pejuang Arek-Arek Suroboyo harus menyerahkan senjatanya sambil mengangkat kedua tangannya atau sebagai tanda menyerah.

"Arek Suroboyo yang memilih mati daripada dijajah kembali, akhirnya melakukan perlawanan sehingga terjadilah peristiwa perang 10 November 1945," ujar Novi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.