Sukses

Cara Siswa Penghayat Kepercayaan di Cilacap Belajar Agama

Empat siswa penghayat kepercayaan secara khusus meminta layanan pelajaran Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa

Liputan6.com, Cilacap - Samino bergegas mengendarai sepeda motornya dari SD Negeri 04 Karanganyar menuju SMP Negeri 03 Gandrungmangu, Cilacap. Jam pelajaran ke-6 siang ini, ia mesti mengisi pelajaran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di sekolah menengah pertama yang berada di pelosok Cilacap bagian barat.

Ini adalah sesi kesekian pertemuannya dengan empat siswa penghayat kepercayaan yang secara khusus meminta layanan pelajaran Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa.

Berbeda dengan pelajaran lainnya, pelajaran untuk siswa penghayat kepercayaan digelar seusai jam sekolah. Pasalnya, empat siswa pelajaran kepercayaan berlainan tingkat. Sebab itu, mereka baru bisa dipertemukan seusai jam sekolah.

Ruangan yang disediakan pun bukan ruang kelas biasa. Oleh pihak sekolah, Samino dan empat siswa penghayat kepercayan hanya disediakan ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Itu lebih baik, daripada tidak sama sekali.

"Sejak awalnya memang di sini. Setelah jam sekolah," Samino menerangkan, beberapa waktu lalu.

Dari empat siswa, siang itu hanya satu siswa yang mengikuti pelajaran ini. Tiga siswa lainnya tak mengira Samino hadir menyampaikan pelajaran. Mereka mengira Samino tak berangkat sehingga langsung pulang begitu bel tanda akhir jam sekolah berbunyi.

Tak terpengaruh ketidakhadiran siswa lain, pelajaran kepercayaan pun dimulai. Guru dan siswa, satu lawan satu. Siswa itu bernama Dela (13), yang baru duduk di kelas VII.

Hari itu, Samino mengetengahkan pelajaran dasar kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa, berupa pengenalan ucapan ‘salam’ penghayat kepercayaan dan pengenalan rumah ibadah. Ada yang bernama sanggar, pasemuan, padepokan, dan lain-lain.

Samino dan Dela juga belajar mengenal rumah ibadah agama lain, seperti masjid, gereja dan klenteng. Jangan membayangkan bahwa Dela yang penghayat kepercayaan, berbeda dengan siswa lainnya. Ia justru berkerudung. Akan tetapi, pemakaian kerudung ini lantaran ia mengidentifikasi dirinya tak berbeda dengan siswa perempuan lainnya.

Rupanya anak perempuan itu pemalu. Suaranya pun amat lirih saat diajak bercakap-cakap. Namun, Dela mengaku tak pernah mendapat perlakuan diskriminatif dari rekan sebayanya.

"Enggak ada yang mencibir. Keseharian ya biasa. Bermain. Tidak ada yang malu-maluin atau mencibir," tutur Dela.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Belajar Kepercayaan Atas Keinginan Sendiri

Ia mengaku didorong orangtuanya untuk mengikuti pelajaran kepercayaan. Secara pribadi, ia pun memang berkeinginan mengikuti pelajaran ini. "Kepingin sendiri. Belum pernah mendapat pendidikan kepercayaan. Baru kali ini ikut pendidikan kepercayaan," kata Dela.

Dela bercerita, hari ini ia belajar salam penghayat dan beberapa rumah ibadah penghayat kepercayaan yang ada di sekitar tempat tinggalnya. "Sudah bisa, Rahayu. Materi yang lain tentang tempat ibadah penghayat. Banyak sih, Sanggar Pamujan dan Sasono Adirojo," ia menerangkan.

Samino, yang lulusan Sekolah Kesenian itu tiap harinya mengaku berkegiatan di sanggarnya di Desa Kubangkangkung, Kecamatan Kawunganten, Cilacap. Jarak ke tempatnya mengajar sekitar 30-an kilometer.

Hari ini, ia memiliki jadwal di dua sekolah, yakni SDN 4 Karanganyar dan SMPN 3 Gandrungmangu. Sayangnya, di SDN 4 Karanganyar, satu siswa penghayat kepercayaan yang baru duduk di kelas 3 SD itu ngambek dan tak mau belajar.

Namun bagi Samino, penolakan itu biasa. Ia pun tak memaksa anak itu mengikuti pelajaran kepercayaan.

"Kemantapan tentang kepercayaan atau keyakinan itu kan tahapnya masih binaan. Tindak lanjut dan klarifikasi dengan orangtuanya. Kemarin saya ketemu langsung dengan orangtuanya," tutur Samino.

Menurut Samino, hambatan yang berasal dari siswa tidak ada apa-apanya dibanding kendala pada awal memulai pelajaran kepercayaan di Cilacap. Awalnya, banyak sekolah yang yang menolak karena Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 27 Tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa belum disosialisasikan secara masif.

"Barangkali kepala sekolahnya sudah melaporkan ke Dinas Pendidikan, tidak ada kesulitan. Di mana sekolah sudah mendapat pemberitahuan dan imbauan dari Dinas Pendidikan Kabupaten soal pelayanan pendidikan penghayat kepercayaan," dia menjelaskan.

Pada awalnya, hampir seluruh sekolah menolak. Termasuk SMPN 3 Gandrungmangu, yang saat ini sudah resmi membuka kelas kepercayaan dan memasukkan pelajaran ini menjadi bagian kurikulumnya.

Tak hanya itu, Samino yang ditunjuk oleh Majelis Luhur Kepecayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa Indonesia (MLKI) Cilacap pun tak digaji. Namun, ia mengaku tak ambil pusing. Sebab, ia ikhlas mengajar demi keyakinannya.

"Saya berharap setelah Penghayat Kepercayaan diakui di KTP, akan berlanjut pada kesetaraan lainnya," kata Samino.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.