Sukses

Membantu Buruh Migran Lepas dari Jerat Makelar

PPT didirikan untuk melindungi dan memberdayakan buruh migran agar tak menjadi korban, pada pra-pemberangkatan, saat penempatan dan purna

Liputan6.com, Cilacap - Rahmi (25), bukan nama sebenarnya, buruh migran atau TKI asal Cilacap kecewa betul setiba di Hongkong pada 2016 lalu. Sesuai kontrak, ia mestinya hanya bertugas mengurus dua orang jompo. Nyatanya, di rumah majikannya ini, ia harus menjadi penjaga toko sekaligus mengurus dua orang jompo.

Pekerjaannya mulai dari mengangkat sembako, seperti beras, roti berkarton-karton, hingga mengantar barang pesanan. Bukan berarti ia tak mau bekerja keras. Tetapi, tubuhnya tak mampu menanggung beban mengurus pekerjaan dari pagi hingga malam.

Ini masih ditambah dengan pekerjaan utama dalam kontraknya, memasak dan mengurus dua orang tua jompo. Tubuhnya makin kurus. Rahmi pun jatuh sakit.

Ia tak mampu lagi bekerja pada bulan ketiga penempatan. Lantaran tak bisa bekerja, Rahmi kerap dimarahi, diintimidasi, hingga dihina dengan kata-kata kotor oleh sang majikan.

Kepada agensi perusahaan di Hongkong, ia meminta ganti majikan, sesuai dengan dekripsi pekerjaannya dalam kontrak, mengurus orang jompo, tanpa embel-embel pekerjaan lainnya. Agensi saat itu hanya meminta agar Rahmi bersabar.

Hingga bulan berikutnya, dalam kondisi sakit, Rahmi memaksa diri terus bekerja. Tetapi, tubuh dan mentalnya tak lagi mampu menahan beban pekerjaan. Ia minta dipulangkan. 

Ia sampai di rumahnya di Desa Bojongsari Kecamatan Kedungreja Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah dengan selamat, meski dalam kondisi sakit.

Namun, apa yang didapatinya di rumah begitu menyedihkannya. Satu-satunya sepeda motor ayahnya, disandera oleh makelar TKI atau sponsor perusahaan.

Alasannya, Rahmi masih menunggak Rp 25 juta, lantaran tak menyelesaikan kontrak. Sepeda motor itu baru dikembalikan jika Rahmi dan keluarganya, telah membayar denda.

"Masuk laporan kepada kami. Kemudian kami mempelajari kronologinya. Ternyata ada prosedur yang dilanggar oleh perusahaan. Mereka tidak menempatkan korban sesuai dengan kontrak kerjanya," ucap Ira Andriyani, Sekretaris Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Desa Bojongsari, Sabtu, 4 November 2017.

Ria berpendapat, buruh migran tersebut pulang ke Indonesia lantaran menjadi korban kekerasan verbal di negara tujuan, dan sakit. Sebab itu, mestinya, Rahmi tak didenda.

PPT kemudian mendampingi keluarga buruh migran untuk memediasi persoalan tersebut. Dalam mediasi, seluruh pengurus PPT, yang terdiri dari Pemerintah Desa, Babinsa, pendamping buruh migran dan beberapa pengurus mendatangi rumah makelar.

"Akhirnya, sepeda motor bisa dibawa pulang oleh keluarganya tanpa denda. Itu salah satu fungsi advokasi dan pendamingan oleh PPT kepada TKI Bojongsari yang bermasalah," kata Ria menjelaskan.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jejaring Buruh Migran

Ria menerangkan, PPT memang didirikan untuk melindungi dan memberdayakan buruh migran agar tak menjadi korban, pada prapemberangkatan, saat penempatan dan pasca-kepulangan atau purna buruh migran. PPT berfungsi sebagai pusat saluran informasi, pendataan dan pengaduan para buruh migran maupun keluarganya.

PPT didirikan pada 2016, pasca-penerbitan Peraturan Desa Nomor 5 tahun 2015 tentang Perlindungan Buruh Migran dan Keluarganya. Kepengurusan PPT terdiri dari Unsur Pemerintah Desa, Lembaga Desa, Babinsa (TNI), dan elemen masyarakat lainnya.

Dari Perdes itu juga lahir tiga lembaga lain yang masih satu kesatuan yakni lembaga induk Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi) dan Komunitas Keluarga Buruh Migran (Kabumi). Masing-masing lembaga memiliki tugas masing-masing. PPT lebih ke arah advokasi dan informasi, sementara Kabumi lebih berkonsentrasi ke arah pemberdayaan.

Sselain mengurus kasus buruh migran. PPT juga berfungsi sebagai lembaga untuk pendidikan dan pemberdayaan buruh migran, baik pra-maupun pasca penempatan. Beberapa yang dilakukan antara lain, pelatihan paralegal (advokasi), penyuluhan hak-hak buruh migran, pengelolaan keuuangan (remiten). Tujuannya, yakni agar keberangkatan mereka aman dan tak mendapat masalah di negara tujuan.

"Harapannya, saat sudah pulang ke desa, tidak perlu lagi berangkat ke luar negeri lagi. Cukup mereka membuka usaha atau bekerja dari rumah, karena sudah mendapat pelatihan bisnis dan ketrampilan," kata Makmum, pengurus PPT Bojongsari.

Makmum menjelaskan, pelatihan untuk buruh migran purna lebih banyak pada ketrampilan, seperti menjahit, membuat bros, membuat berbagai jenis makanan, kerajinan tas, kain perca, dan keterampilan lainnya. Tujuannya, buruh migran yang sudah pulang tak perlu lagi ke luar negeri lantaran sudah mendapat penghasilan lain di desa.

Makmum menambahkan, PPT juga berjejaring dengan berbagai lembaga bantuan hukum dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang concern dalam isu buruh migran, seperti Indopth dan Migrant Care.

Meski begitu, Makmum mengakui masih banyak kekurangan pada lembaganya. Antara lain, saat kasus yang membelit buruh migran hanya selesai lewat litigasi. Sebab, pihaknya belum memiliki pendamping khusus berkualifikasi advokat atau mitra permanen semacam lembaga bantuan hukum.

"Sementara ini kami menggandeng berbagai lembaga untuk bersinergi menyelesaikan sebuah kasus. Sejak didirikan sudah ada tiga kasus yang kami selesaikan," ujarnya.

Makmum menembahkan, dari sekitar 1200 keluarga di Desa Bojongsari, lebih dari 70 persennya merupakan keluarga buruh migran, baik sedang penempatan maupun purna-TKI. Sebab itu, ia menilai fungsi PPT dan komunitas buruh migran menjadi hal penting untuk mengantisipasi agar TKI tak selalu menjadi korban.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.