Sukses

Kisah Panglima Majapahit Sepupu Gajah Mada dan Makam Keramat

Raden Kudo Kardono adalah panglima perang kepercayaan Raja Jayanegara atau Kalagemet, penguasa kedua Kerajaan Majapahit.

Liputan6.com, Surabaya - Sudut di Jalan Cempaka 25, Kota Surabaya, Jawa Timur, ternyata menjadi peristirahatan terakhir Eyang Kudo Kardono. Ia adalah Panglima Perang Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Raja Jayanegara atau Kalagemet.

Sri Poniati selaku juru kunci pesarean atau kompleks makam pun membenarkan bahwa Eyang Kudo Kardono adalah panglima perang di zaman Kerajaan Majapahit. Nama asli sang panglima adalah Raden Kudo Kardono.

"Panglima saat Majapahit diperintah Jayanegara, raja kedua setelah Raden Wijaya, pada masa tahun 1309-1328," ucap Sri Poniati, saat ditemui Liputan6.com, Senin, 23 Oktober 2017.

Menurut dia, Raden Kudo Kardono merupakan komandan perang kepercayaan Raja Jayanegara atau Kalagemet. Konon, Kudo Kardono merupakan saudara sepupu dari Mahapatih Majapahit, Gajah Mada.

Pada masa pemerintahan Jayanegara ini, sering terjadi pemberontakan di beberapa wilayah kekuasaan Majapahit. Tak ketinggalan di Surabaya, yakni pemberontakan Ra Kuti pada 1319 Masehi.

Jayanegara kemudian mengirim Pangeran Kudo Kardono untuk menumpas pemberontakan yang dipimpin Kuti. Adapun kawasan makam tersebut merupakan daerah di mana Panglima Perang Kerajaan Majapahit itu mendirikan pertahanan untuk melawan pemberontak.

Sementara, penyebutan Panglima Perang Eyang Yudho Kardono sendiri menurut Mbah Poniati adalah sebutan masyarakat setempat sejak pesarean dipugar dahulu pada 1960-an.

"Masyarakat ambil gampangnya, saat itu teringat perang besar yang disebut Bharata Yudha. Akhirnya, ya itu, nama eyang disebut di depannya, Yudho," tutur Poniati.

Ia pun meyakini tempat yang disinggahi Kudo Kardono alias Yudho Kardono adalah berupa tanah tegal dan banyak tumbuhan gading putih yang dijadikan pertahanan saat perang Majapahit.

"Menurut cerita turun-temurun orangtua saya, di sini banyak sekali tumbuh pohon juwet, sawo, dan gading putih kala itu," katanya.

Hanya saja, seiring berjalannya waktu makam Panglima Perang Kerajaan Majapahit ini dipugar. "Sama Pak Soedjono Hoemardani, asisten Pak Soeharto pada tahun 1960," ujar Poniati.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kuda Sembrani dan Makam Keramat

Memasuki area Pesarean Eyang Kudo Kardono, terdapat gapura yang berwarna hitam dan putih. Di atasnya terdapat patung burung elang dan buah pala. Adapun di sebelah kanan terdapat joglo sebagai tempat peristirahatan pengunjung dari luar kota Surabaya. Berjarak 50 meter, didapati sebuah rumah yang merupakan tempat utama Pesarean Eyang Kudo Kardono.

Poniati menuturkan, di atas lahan seluas 1.700 meter persegi itu terdapat lima makam yang dikeramatkan. Letak makam Eyang Yudo Kardono berada di tengah areal lokasi tersebut menghadap ke utara, diyakini cambuk dan tombak tertanam di makam itu.

Nenek yang kerap disapa Mbah Pon ini menjelaskan bahwa sebutan Kudo berasal dari kuda putih milik Eyang Kudo Kardono sendiri.

"Jadi nama Kudo itu artinya 'kuda berwarna sembrani putih'. Sedangkan, Kar sendiri artinya adalah 'peta' atau saat itu Eyang Yudo ini adalah pengurus daerah di sekitar sini saat zaman Majapahit dulu," katanya.

Memasuki ruang pemakaman ada dua kuburan yang merupakan pengikut setia Eyang Kudo Kardono. Sementara di setiap jendela juga terpampang gambar tokoh pewayangan, seperti Bima Sena, Semar, Bagong, Sencaki, dan Antasena. Ada pula sembilan pintu di area makam Eyang Kudo Kardono.

Di dalam ruangan terdapat makam Eyang Yudo Kardono beserta istri dan ketiga anaknya. "Salah satu anak putrinya yang pernah saya tahu bernama Pandan Wangi," Poniati menjelaskan.

Menurut dia, para pengunjung umumnya meminta petunjuk dan berdoa sesuai yang mereka inginkan. Ada yang minta petunjuk jodoh, jabatan, pangkat, hingga rezeki.

"Saya pernah dimintai untuk mengomunikasikannya sama tamu kepada Eyang Yudo melalui gaib yang ada di sini," tutur nenek kelahiran Surabaya, 27 September 1939 itu.

3 dari 3 halaman

Soeharto Pernah Tirakat

Di area Pesarean Eyang Yudo Kardono juga terpampang foto Presiden ke-2 RI, Soeharto. Kala itu, Soeharto berkunjung sebelum menjabat sebagai presiden. "Beliau sering tirakatan di pesarean ini," Poniati membeberkan.

Adapun di sekitar luar area sebelah kanan juga tertulis Makam Eyang Wahju yang merupakan ayahanda Yudo Kardono. Namanya, Pesarean Eyang Wahju, terpisah di sebelah barat Pesarean Eyang Yudo Kardono dengan pintu masuk dari timur. Di depan pesarean ini terdapat sumur keramat.

Konon, di sekitar sumur keramat itu menurut Mbah Pon, jika ada seseorang yang melihat belut putih atau udang di dasar sumur ini akan dilimpahi rezeki dalam hidupnya.

"Ya, silakan airnya diambil kalau bawa jeriken atau botol. Tapi, kalau ada saya, bisa minta izin dulu. Selain saya, mungkin nanti dimintai uang," ujar Mbah Pon.

Di area pemakaman Eyang Kudo Kardono juga terdapat bangunan mirip candi yang di dalamnya ada tiga patung. "Dalamnya itu ada patung seperti patung Sudra, Waesa, dan Brahmana," tuturnya.

Sanggar atau candi ini sering dipakai tempat sembahyang untuk umat Hindu. "Kata orang Hindu, doanya Tri Sandya dan ini sanggar menghadap ke timur. Saya sendiri tidak mengerti maknanya apa," kata juru kunci Pesarean Eyang Kudo Kardono.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.