Sukses

Vonis Mati bagi Pembunuh Cucu dan Nenek di Purbalingga

Kuasa hukum pembunuh cucu dan nenek karena cinta buta itu masih meyakini kliennya tidak melakukan pembunuhan berencana.

Liputan6.com, Purbalingga – Amin Subechi (26), terdakwa pembunuh sadis mantan pacar dan neneknya, Hanani Sulma Mardiyah (23) dan Eti Sularti (70), dijatuhi vonis mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Purbalingga. Vonis pada sidang Senin (9/10/2017) siang itu sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Majelis hakim sependapat dengan dakwaan JPU bahwa terdakwa melanggar pasal 340 KUHP tentang tindak pidana pembunuhan berencana. Dalam amar putusannya, majelis tidak melihat unsur yang meringankan terdakwa.

"Menyatakan terdakwa Amin Subechi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, dan menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan pidana mati," ucap Ketua Majelis Hakim Ageng Priambodo sebelum mengetuk palu.

Usai pembacaan vonis mati, terdakwa berkonsultasi dengan kuasa hukum Imbar Sumisno. Lantas, penasehat hukum menyampaikan akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT).

Imbar selepas sidang meyakini kliennya tidak melakukan pembunuhan berencana. Perbuatan terdakwa saat itu hanya didorong emosi sesaat karena ucapan pedas korban yang tak lain adalah mantan pacarnya.

"Tawaran Amin untuk rujuk ditanggapi pedas dan kasar oleh Hanani sembari masuk ke rumah. Saat itulah, emosi Amin meledak hingga akhirnya berujung maut," kata Imbar.

Terpisah, Sri Hastuti yang merupakan anak korban Ny Eti, sekaligus ibu kandung Hanani mengaku puas terhadap putusan majelis hakim. Menurutnya, hanya vonis mati yang bisa mengurangi kepedihan keluarga.

"Kami mengapresiasi keputusan majelis hakim yang telah menjatuhkan vonis mati. Kami berharap hakim pengadilan tinggi akan menguatkan keputusan PN Purbalingga," ujar Sri Hastuti sambil menyeka air matanya.

Sidang dipimpin Hakim Ageng Priambodo, dengan Hakim Anggota Bagus Trenggono dan Jeily Syahputra. Bertindak sebagai JPU Masmudi, Nurochman Adi Kusumo, dan David Sutrisno Marganda. Sementara terdakwa didampingi penasehat hukum Imbar Sumisno dari Lembaga Bantuan Hukum Perisai Kebenaran Purbalingga.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Aksi Solidaritas Tuntut Mati

Lebih dari 100 warga yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Purbalingga (AMP) berorasi di halaman PN Purbalingga sejak pagi. Aliansi yang terdiri dari perwakilan mahasiswa, organisasi masyarakat, komunitas, serta keluarga korban meneriakkan yel-yel menuntut terdakwa dihukum mati.

Bermacam baliho pun dibentangkan sambil mempertontonkan aksi teatrikal. Bahkan, seorang di antaranya berdandan layaknya pocong dan dirantai sebagai simbol permintaan hukuman mati. Banyaknya massa yang datang menuntut puluhan personel Polres Purbalingga untuk turun mengamankan aksi tersebut dan menjaga jalannya persidangan.

Proses persidangan juga ditampilkan di televisi yang terletak di luar sidang. Setelah hakim menjatuhkan vonis, massa yang memadati PN Purbalingga meluapkan kegembiraannya dengan melantunkan salawat badar.

Sementara itu, saat pembacaan putusan, terdakwa hanya duduk tertunduk di kursinya. Akan tetapi setelah dibawa kembali masuk ruang tahanan PN, tangisnya tidak terbendung. Setelah reda, warga Desa Pengadegan, Kecamatan Pengadegan itu diantar kembali ke Rumah Tahanan Negara Purbalingga.

Kalap karena Asmara

Senin pagi, 11 Januari 2017, Amin mendatangi rumah Hanani di Kelurahan Kalikabong, Kecamatan Kalimanah, untuk membicarakan kepastian hubungannya. Dia datang karena sebelumnya korban memutuskan hubungan mereka. Namun, bujuk rayu terdakwa tidak berhasil meluluhkan hati korban.

Hanani menegaskan hubungan mereka sudah habis. Dia mengucapkan hal itu sembari masuk ke dalam rumah. Kesal dengan perlakuan Hanani, Amin mengejar dan mendorong korban hingga terjatuh di kamar.

Mendengar suara gaduh, Eti Sularti yang sedang berada di dapur bergegas menuju ke kamar cucunya. Di ruang depan, Eti dihadang oleh Amin. Terdakwa langsung mendorong nenek itu hingga jatuh lalu menginjak leher korban.

Gelap mata, Amin mengambil pisau dari tas ransel yang ditaruh di teras rumah. Dengan pisau itu, Amin menggorok leher Eti dan Hanani.

Setelah itu, terdakwa kabur dengan bersembunyi di rumah saudaranya di Bogor, Jawa Barat. Selang sehari, satuan Reskrim Polres Purbalingga berhasil menelusuri keberadaan Amin. Terdakwa ditangkap tanpa perlawanan di sekitar rumah kakaknya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.