Sukses

Ikan Dewa Tak Cukup 'Sakti' Bertahan di Sungai Prukut

Namanya ikan dewa. Namun, kekuatannya tak seperti namanya saat terpaksa berenang di air yang terkontaminasi air keruh Sungai Prukut.

Liputan6.com, Banyumas – Pembudidaya ikan dewa (Labeobarbus douronensis) atau ikan tambra di Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menghentikan pemijahan ikan akibat aliran Sungai Prukut kembali keruh.

Kekeruhan itu diduga akibat hujan deras yang turun di awal Oktober 2017, menghanyutkan material sisa eksplorasi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Baturraden ke aliran sungai. Peristiwa serupa juga terjadi antara November 2016 hingga Maret 2017 lalu.

Pembudidaya ikan dewa, Bing Urip Hartoyo mengatakan, dalam kondisi air keruh, ikan dewa indukan tak bisa memijah. Selain itu, keruhnya air juga menyebabkan ikan rawan terserang penyakit. Pihaknya kini terpaksa mengevakuasi ikan dari kolam yang terimbas keruhnya aliran sungai.

"Untuk menghindari kerugian karena kematian ikan, ikan di kolam yang airnya sudah pekat dipindah ke kolam yang relatif masih bening," katanya, Selasa, 3 Oktober 2017.

Untuk kolam lain yang relatif tak terdampak, ia mengecilkan aliran air dari Sungai Prukut dan memanfaatkan air Pamsimas yang berasal dari sumber mata air lain. Dengan perlakuan seperti itu, Bing menyebut, ikan hanya bisa bertahan hidup tanpa bisa memijah.

"Kita memakai mata air, mata air PAM desa. Akses air yang dari irigasi, dari sungai kita kecilin. Karena ditutup kan tidak mungkin. Kita kecilin, kemudian kita tambahin, kita ganti dengan mata air," dia menjelaskan.

Bing berujar, berhentinya pemijahan ikan praktis menghentikan sumber pendapatan utama pusat budidaya ikan dewa Banyumas ini. Pasalnya, penghasilan utama peternakan ikan ini adalah hasil penjualan bibit ikan.

"Karena air kembali keruh, ya sudah, kita berhenti lagi. Itu kita sudah mulai rugi sebenarnya," ucapnya.

Dia mengaku, kerugian akibat berhentinya pemijahan ikan tak sebesar kerugian kala air Sungai Prukut pertama kali keruh, yakni saat eksplorasi PLTP dimulai akhir 2016 lalu. Saat itu, ratusan ribu benih ikan siap jual dan generasi di bawahnya mati total.

Ia merugi hingga ratusan juta rupiah. Saat itu, pihak pelaksana proyek PLTP bersedia mengganti kerugian, meski tak 100 persen.

"Kami belum memutuskan akan meminta ganti rugi kepada PT SAE. Kami masih melihat perkembangan penanganannya seperti apa," ujarnya.

Sementara, Humas PT SAE Riyanto Yusuf mengatakan, pihaknya langsung menerjunkan tim begitu mengetahui aliran Sungai Prukut keruh. Dia mengklaim, timnya langsung membersihkan aliran di bagian hulu. Selain itu, timnya juga menambah filter (penjernih) yang terpasang di daerah hulu sungai.

"Di atas kan sedimen ponds juga ditambah. Kami evaluasi apa yang masih kurang dan terus melakukan pembenahan," ucap Riyanto.

Dari hasil evaluasi, keruhnya Sungai Prukut disebabkan oleh material kerukan pembangunan jalan pada awal eksplorasi proyek. Sedimentasi yang kadung terbawa hingga tengah hutan itu kemudian hanyut ke sungai akibat guyuran hujan lebat yang terjadi akhir pekan lalu. Akibatnya, air Sungai Prukut keruh lagi.

"Tentu kami juga akan menyosialisasikan penyebab keruhnya air sungai," dia menerangkan.

Dia menjamin PT SAE selalu siap jika ada warga menuntut ganti rugi akibat dampak proyek PLTP. Namun, penggantian kerugian itu juga harus melalui prosedur yang telah ditetapkan. Dimulai dari laporan potensi jumlah kerugian, tim PT SAE lalu akan memverifikasi kerugian.

Dia mengklaim, pihaknya juga rutin mengirimkan air bersih ke sejumlah desa terdampak agar warga tak mengalami krisis air bersih.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.