Sukses

Perpaduan Pesona Alam dan Aura Mistis di Gunung Fatuleu Kupang

Warga setempat ada yang menjadikan Gunung Fatuleu untuk meminta kekuatan magis dan menjadikannya pertanda alam.

Liputan6.com, Kupang - Pemerintah Kabupaten Kupang membangun 1.500 anak tangga untuk memudahkan pengunjung mencapai puncak Gunung Fatuleu dan menyaksikan pemandangan Pulau Timor dari ketinggian 875 meter di atas permukaan laut.

"Kita sedang merampungkan pembangunan 1.500 anak tangga di pegunungan Fatuleu," kata Kepala Bidang Destinasi Pariwisata Daerah, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kabupaten Kupang Ambrosius Kopong kepada Liputan6.com, Senin, 11 September 2017.

Proses pembangunan anak tangga masih terus dilakukan. Saat ini, anak tangga yang telah rampung dikerjakan sekitar seribu anak tangga.

Pemerintah Kabupaten Kupang, menurut dia, mendapat alokasi dana sebesar Rp 1 miliar dari pemerintah pusat untuk menata objek wisata pegunungan Fatuleu, yang memiliki gugusan batu karang raksasa pada puncaknya.

Selain membangun tangga, pemerintah Kabupaten Kupang membangun beberapa fasilitas pendukung seperti lopo (rumah serbaguna), lapak pedagang kuliner, serta lahan parkir dan Mandi Cuci Kakus (MCK) di kawasan pegunungan.

Ia menjelaskan pemerintah melakukan penataan karena kunjungan wisatawan ke daerah wisata itu terus meningkat.

"Dalam catatan kita wisatawan yang berkunjung ke Gunung Fatuleu mencapai 1.000 orang wisatawan/bulan. Bahkan, ada wisatawan mancanegara bermalam di atas puncak gunung Fatuleu untuk menikamti panorama alam pulau Timor dari atas pegunungan Fatuleu," imbuh Ambrosius.

Aura Mistis Gunung Batu Fatuleu

Gunung Fatuleu merupakan perbukitan batu terkenal dan menjadi salah satu objek wisata di Kupang, NTT. Gunung itu terletak di Desa Nunsaen, Kecamatan Fatuleu Tengah, Kabupaten Kupang, yang bisa ditempuh dengan menaiki kendaraan selama dua jam dari Oelamasi, ibu kota Kabupaten Kupang.

Selain menjadi objek wisata, Gunung Batu ini juga menyimpan aura magis. Gunung ini bahkan sempat didatangi pelawak Tukul Arwana untuk syuting program televisi yang berbau klenik. Tempat ini juga dijadikan sebagian warga sebagai tempat meminta kekuatan magis.

Setiap akhir pekan, banyak warga lokal yang ingin menaklukkan puncak bukit batu tersebut. Dibutuhkan setidaknya tiga sampai empat jam untuk tiba di puncak. 

Gunung Batu Fatuleu dalam bahasa lokal berarti Gunung Batu Keramat. Fatu Leu juga menurut warga setempat sebagai tempat berdoa Suan (pemilik alam) yang terdiri dari tiga gunung batu, yakni Tuik Neno (suan punya-batu Tuhan untuk doa) yang merupakan puncak Gunung Batu Fatuleu, Askauana (anak dari alam), dan Nua Leu Asu Oko (raja alam).

"Ada pengunjung yang datang untuk mendaki, ada juga yang mau bermeditasi minta kekuatan alam. Tempat meditasi di dalam gua gunung batu ada tempat duduk indah dan juga meja dari batu," kata Salmon Suan, penerus suku Suan yang bertugas sebagai pemandu para wisatawan.

Di puncak Gunung Batu, ada bendera Belanda dan bendera Merah Putih berkibar indah diterpa angin. "Ada tiga warga Belanda datang dan berhasil sampai puncak dan pasang benderanya, katanya sebagai cendera mata. Sedangkan Merah Putih dipasang beberapa mahasiswa asal Surabaya saat HUT kemerdekaan RI ke-71," ucap Salmon.

Simak video pilihan berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tuah Batu di Gunung Fatuleu

Dahulu, raja Suku Sonbai biasa menggelar ritual memberi makan Gunung Batu Fatuleu berupa pemberian sesajian di bawah kaki gunung.

Sejak masuknya agama pada 1964, penduduk setempat bersama para rohaniwan melakukan ritual doa dan pembunuhan ternak sebagai doa pelepasan. Sejak saat itu, ritual pemberian makan Gunung Batu Fatuleu dihilangkan.

"Sejak doa pelepasan sudah tidak ada ritual memberi makan karena dilarang katanya itu berhala," ucap Salmon.

Hal unik lainnya juga terjadi pada 1965. Pada saat itu, Gunung Fatuleu sempat runtuh akibat gempa. Namun, penduduk yang bermukim di bawah kaki gunung tidak terkena runtuhan.

"Dulu untuk masuk ke Gunung Batu Fatuleu tidak boleh maki, apalagi mengambil kayu di gunung itu. Jika dilanggar bisa hilang ditelan batu. Pernah ada warga dari Kabupaten Belu datang mau mencuri cendana, sampai di bawah orang itu langsung meninggal dunia," tutur Yohanes Suan, tetua adat Desa Nunsaen.

"Tahun 1993, tiga warga di sini juga hilang tanpa bekas saat mencoba mengambil sarang burung walet," dia menambahkan.

Warga setempat memercayai jika Gunung Batu Fatuleu mempunyai penjaga (tuan batu) yang saat ini masih hidup. Bahkan, Yohanes mengaku pernah bertemu tuan batu sebanyak tiga kali.

"Kami warga di sini meyakini jika ada tuan batu sebagai penunggu. Dia biasa muncul sekitar pukul 6 sore atau pukul 4 subuh. Tubuhnya besar tinggi seperti gunung. Tetapi dia tidak jahat, dan dia tidak bisa bicara," kata Yohanes.

Selain memiliki penjaga, tutur Yohanes, Gunung Batu Fatuleu dipercayai warga setempat sebagai pertanda alam. Jika ada orang besar di dunia atau warga setempat yang meninggal dunia, akan terjadi runtuhan batu.

"Jika arah barat atau jelal, istilah warga setempat yang runtuh berarti sebagai penanda besok ada warga setempat meninggal. Kalau arah timur atau 'askauana' runtuh sebagai tanda orang besar di dunia seperti presiden meninggal dunia," Yohanes menandaskan.

Untuk memberi peringatan bagi para wisatawan, warga setempat mendirikan sebuah posko. Pengunjung wajib mendata diri sebelum melakukan pendakian pada buku yang telah disiapkan. Di posko tersebut juga dipampang tata tertib larangan bagi pengunjung.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.