Sukses

4 Dugaan Kecurangan Terkait BPJS Kesehatan di Garut

Kerugian akibat dugaan kecurangan terkait penggunaan ataupun layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencapai Rp 500 M.

Liputan6.com, Garut - Lembaga pegiat anti-rasuah Indonesia Corruption Watch (ICW) mensinyalir indikasi fraud atau tindak kecurangan terkait penggunaan ataupun layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dugaan kecurangan itu terutama pada Penerima Bantuan Iuran (PBI) dalam program penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Dalam penelitian yang kami lakukan, fraud bisa dilakukan siapa saja yang terlibat dalam BPJS Kesehatan. Jika pelakunya bukan ASN (Aparatur Sipil Negara), paling masuk tindak pidana penipuan," ucap Koordinator Divisi investigasi ICW, Febri Hendri, di Garut, Senin, 11 September 2017.

Dalam penelitian yang digelar di beberapa kota Indonesia, indikasi terjadinya kecurangan dalam pelayanan BPJS Kesehatan menimbulkan kerugian sangat besar. Bahkan, lembaga anti-rasuah tersebut sudah mencium indikasi kerugian hingga Rp 500 miliar.

"Saat klaim dari RSU ke BPJS masih kurang, proses klarifikasinya tidak transparan," ujarnya.

Khusus Garut, imbuh Febri, ICW menggelar investigasi bersama Garut Governance Watch (GGW) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Slamet, Garut, Jawa Barat. Lembaganya menemukan banyak kecurangan yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara dan buruknya layanan masyarakat.

"Kalau pelayanannya buruk, bagaimana kualitas kesehatan yang diterima masyarakat," tutur dia.

Untuk menghindari kerugian yang semakin besar, ICW merekomendasikan tiga poin kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut. Pertama, BPJS Kesehatan harus memverifikasi kepada pasien terkait klaim dari rumah sakit. Kedua, memberi sanksi kepada petugas kesehatan yang gagal menyusun rencana kebutuhan obat.

"Terakhir meminta Pemkab Garut membuat sistem rujukan online dari puskesmas ke fasilitas kesehatan lanjutan yang ada di Garut," sebut Febri.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

4 Dugaan Kecurangan

Adapun Sekjen Garut Governance Watch (GGW), Yuda Ferdinal, mengatakan dalam riset sejak Maret sampai Agustus lalu, lembaganya memperoleh empat temuan kecurangan yang diduga dilakukan peserta dan pihak BPJS Kesehatan.

"Untuk peserta BPJS, yakni pemalsuan data peserta JKN PBI (Kartu Indonesia Sehat). Modusnya pasien tak punya kartu BPJS, tapi meminjam kartu milik saudaranya," katanya.

Kemudian penonaktifan masa aktif kartu peserta BPJS Kesehatan, padahal peserta BPJS rutin membayar sejak Juni 2016 sampai Juni 2017. "Pas peserta mau pakai katanya tidak aktif, nah itu bagaimana padahal peserta itu rutin bayar," ujarnya.

Sedangkan dugaan kecurangan pihak rumah sakit, yakni dengan tidak menyediakannya obat yang dibutuhkan pasien, serta meminta peserta BPJS membeli obat di luar rumah sakit.

"Padahal obat tersebut bisa diklaim oleh BPJS. Pihak rumah sakit sebenarnya yang harus mengupayakan membeli obat keluar. Bukannya pasien yang membeli," Yuda membeberkan.

Terakhir, dugaan tindak kecurangan yang terjadi, yakni mengarahkan pasien untuk membeli obat di apotek tertentu yang dituding telah kerja sama dengan dokter yang menangani pasien BPJS Kesehatan.

"Ada yang menawarkan jasa jual beli darah dan percaloan penebusan obat yang dilakukan pegawai RSUD terhadap pasien BPJS Kesehatan. Besarannya ada yang dipatok, ada juga yang sukarela," ujarnya.

Dengan sejumlah temuan itu, ICW berharap segera ada perbaikan, sehingga pelayanan masyarakat lebih optimal. "Dulu DPRD Garut pernah meminta sistem daring (online), tapi kenyataannya sampai sekarang belum ada sistem tersebut," kata Yuda.

Tanggapan RSUD dr Slamet

Terkait temuan ICW tersebut, juru bicara RSUD dr Slamet, Garut, Muhammad Lingga Saputra mengatakan, pada dasarnya semua layanan bagi pasien maupun peserta BPJS Kesehatan diberikan secara maksimal, baik secara medis ataupun secara administratif.

Namun, ia mengakui ada beberapa obat yang tidak bisa disediakan pihak rumah sakit. "Tidak semuanya ada (obat), memang ada beberapa jenis obat yang tidak masuk ke DPHO/Daftar Obat yang ditanggung oleh BPJS, sehingga mesti membeli," ujar dia.

Sedangkan ihwal ketidakaktifan kartu BPJS Kesehatan milik pasien saat digunakan, ia mengatakan bahwa hal itu adalah kewenangan pihak BPJS.

"Kalau dilihat dari segi administrasi, apabila kartu kepesertaan BPJS yang bersangkutan tidak aktif karena berbagai hal misalnya ada tunggakan premi yang harus dibayar oleh yang bersangkutan, itu sepenuhnya kewenangan bukan ada di pihak kami," Muhammad Lingga memungkasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.