Sukses

Menjamas Keris dan Tombak Sunan Kudus

Ritual penjamasan keris dan tombak Sunan Kudus sudah ratusan tahun.

Liputan6.com, Kudus - Sebilah keris yang dikenal dengan nama keris Kiai Cinthaka serta dua buah tombak yang juga peninggalan Sunan Kudus dijamas di kompleks Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus, Jawa Tengah, Kamis, 7 September 2017. Keris Kiai Cinthaka berbentuk atau tipe bilah kerisnya merupakan "Dapur Panimbal" yang memiliki makna kebijaksanaan dan kekuasaan.

Ritual tersebut dilakukan setiap hari Senin atau Kamis pada pekan pertama setelah hari tasyrik, atau tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijah. Ritual yang diselenggarakan setiap tahun itu dipusatkan di bangunan tajuk, depan pintu masuk kompleks Makam Sunan Kudus.

Penjamasan diawali dengan ziarah ke Makam Sunan Kudus, kemudian petugas mengambil dan menurunkan keris Kiai Cinthaka yang berada di dalam peti yang diletakkan di bagian atas pendapa tajuk. Selanjutnya, keris disiram "banyu landa" (bahasa Jawa) atau air rendaman merang ketan hitam hingga tiga kali.

Kemudian, keris dibersihkan menggunakan air jeruk nipis dan kemudian dikeringkan dengan cara dijemur di atas sekam ketan hitam oleh ahli penjamasan, yakni Haji Fakihudin.

Hal serupa juga dilakukan untuk dua mata tombak, dibersihkan dengan menggunakan merang ketan hitam, air jeruk nipis, kemudian dikeringkan dengan sekam ketan hitam. Air jeruk nipis dipercaya dapat mencegah karat pada benda pusaka yang berumur ratusan tahun itu.

Menurut Ketua Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus Muhammad Nadjib Hassan, ritual penjamasan keris Sunan Kudus merupakan ritual yang berumur ratusan tahun dan biasa dilakukan pendahulunya.

"Demi menjaga pusaka dari keausan, kualitas penjamasan dikurangi, terutama dalam hal perendaman di air jeruk hanya sebentar," ujarnya, Kamis, 7 September 2017, dilansir Antara.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ritual Penjamasan Keris

Ritual penjamasan diawali dengan ritual keagamaan dan doa bersama yang dipimpin ulama Kiai Ulil Albab Arwani. Setelah penjamasan, keris dikembalikan ke tempat semula yakni berada di atap bangunan tajuk diiringi bacaan salawat.

Dua tombak yang ikut dijamas kemudian dikembalikan di tempatnya semula di dekat mimbar imam masjid Sunan Kudus untuk memimpin salat berjamaah.

Terkait dengan keris Sunan Kudus, kata Muhamad Nadjib, pernah disebut Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1811-1816) asal Inggris, Thomas Stamford Raffles, dalam buku The History of Java, pada saat pengangkatannya. Pangeran Trenggana memperoleh ucapan selamat dari Panembahan Makdum Jati dan pada waktu yang sama Pangeran Kudus ditunjuk menjadi ulama tertinggi.

Saat itu, disebutkan dua buah keris dan sebuah badi-badi yang dibuat oleh seorang pandai besi terkenal bernama Sura, dari sebuah tongkat besi yang dipakai saat pertempuran dengan Majapahit.

Salah satu dari keris tersebut kemudian dipersembahkan kepada Sultan yang baru dan ditempatkan sebagai pusaka kerajaan. Sedangkan keris lainnya dipersembahkan kepada Pangeran Kudus, di bawah tanggung jawab Susuhunan Panguhu atau pemuka agama tinggi.

"Kiai Cinthaka memiliki dapur panimbal, luk songo (sembilan), pamor wos wutah, lambe gajah, kembang kacang berbentuk kuku bima, sogokan dua, depan dan belakang, Sraweyan, Greneng," ujar Muhamad Nadjib.

Usai prosesi tersebut, dilanjutkan dengan acara makan bersama dengan menu khas "jajan pasar" dan nasi opor ayam. Hidangan nasi opor ayam baru berjalan sekitar 10 tahun yang lalu, guna menghormati salah satu menu kesukaan Sunan Kudus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.