Sukses

Puluhan Siswa SD Harus Seberangi Sungai untuk Sampai ke Sekolah

Usai menempuh jarak 1 kilometer, Mela dan teman-temannya harus menyeberangi Sungai Cisanggarung demi sampai ke sekolah.

Liputan6.com, Cirebon - Semangat Mela dan teman-temannya menempuh pendidikan di SDN 2 Ciledug Wetan, Kabupaten Cirebon, patut diacungi jempol. Ia dan beberapa siswa lain rela menyeberangi Sungai Cisanggarung untuk sampai sekolah.

"Rumahku di Kampung Palabuan. Kalau mau ke sekolah ya setiap hari harus nyeberang ke sungai ini," kata siswi kelas IV SDN 2 Ciledug Wetan sembari bercanda dengan teman-temannya, Selasa, 5 September 2017.

Sungai itu mereka seberangi setelah menempuh jarak 1 kilometer. Para orangtua siswa sudah menunggu anak-anak mereka di seberang sungai, tanpa alas kaki maupun alat bantu penyeberangan.

Sungai Cisanggarung ini membelah dua kampung di satu desa, yakni Kampung Palabuan dan Kampung Kebon Awi, Kabupaten Cirebon. Informasi yang dihimpun Liputan6.com, sudah puluhan tahun sungai tersebut tidak memiliki akses atau jembatan.

Mau tidak mau, suka tidak suka, Mela bersama teman-temannya harus memaksakan diri lewat sungai yang terbilang cukup deras ini.

"Ada rasa khawatir karena selain harus lepas pakai sepatu, takutnya ada arus. Tapi memang lewat sungai akses terdekat ke sekolah," ujar dia.

Jika musim hujan, sungai tersebut meluap dan membuat Mela harus memutar jalan untuk sampai ke sekolah. Mereka mengitari beberapa kampung lain sejauh 8 kilometer jauhnya.

"Saya dari kelas dua sudah berani menyeberang, kalau sungainya lagi enggak banjir saja. Kalau dulu ada perahu, jadi sering naik perahu juga," katanya.

Nurmela ingin sekali merasakan enaknya berangkat sekolah tanpa harus melepas sepatu dan menyeberangi sungai.

Salah seorang Guru SDN 2 Ciledug Wetan, Farida menyebutkan, sedikitnya terdapat 90 siswa dari Blok Palabuan Desa Ciledug Wetan yang bersekolah di SDN 2 Ciledug Wetan. Namun, tak semua siswa masuk sekolah setiap hari.

"Kadang yang masuk cuma 40-an siswa, kadang tidak lebih dari itu. Ya karena tidak ada jembatan. Apalagi kalau banjir, banyak siswa yang tidak berangkat," ucap dia

Pihak sekolah pun memaklumi ketika sekolah sepi dari murid. Dia mengatakan, lebih dari 10 tahun Sungai Cisanggarung tak mempunyai jembatan yang menghubungkan Kampung Palabuan dengan SDN 2 Ciledug Wetan yang berada di Kampung Kebon Awi, Desa Ciledug Wetan, Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon.

Saksikan video menarik di bawah ini:

https://www.vidio.com/watch/840881-siswa-di-desa-ciledug-wetan-harus-menyebrangi-sungai-cisanggarung-sebelum-ke-sekolah

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menunggu Jembatan Impian

Salah seorang warga Kampung Palabuan, Wastilah, mengaku kesulitan saat hendak mengantar anaknya ke sekolah dan pergi ke pasar. Tidak adanya jembatan di Sungai Cisanggarung membuat warga harus berputar sejauh 8 kilometer.

"Padahal kan pasarnya deket. Tinggal nyebrang sungai, terus jalan. Karena tidak ada jembatan, kita harus muter lewat Desa Cilengkrang, Kecamatan Waled, karena ada jembatannya," kata Wastilah.

Ketika musim kemarau, tidak sedikit warga yang berani menerjang arus sungai untuk menyeberang. Namun saat musim hujan tiba, tak ada warga yang berani menyeberang. Becak motor (cator) menjadi salah satu angkutan alternatif saat musim hujan.

"Naik cator kalau mutar ke arah Desa Cilengkrang mas. Dulu ada perahu, tapi sekarang tidak ada karena perahunya rusak. Ya kita rela bayar untuk naik perahu ketimbang memutar," katanya.

Terpisah, Camat Ciledug, Solihin, mengaku sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan pusat untuk merencanakan pembangunan pembangunan jembatan. Namun hingga saat ini, akses jembatan yang diimpikan masyarakat Kampung Palabuan belum juga terealisasi.

"Saya sudah pernah berusaha, nyatanya masih belum bisa teralisasi. Memang sebelumnya ada jembatan darurat, tapi sekarang hilang karena ke seret arus Sungai Cisanggarung," kata Solihin.

Saat ini, kata dia, pemerintah kecamatan sedang berkoordinasi dengan komunitas pegiat lingkungan hidup bernama Petakal Grage untuk membangun jembatan darurat.

"Jembatan gantung ini sifatnya sementara, untuk mengantisipasi kalau ada anak sekolah atau warga yang mau menyeberang. Kita sudah bahas dengan Petakala Grage, rencananya di jembatan gantung itu dikasih pengawasan," katanya.

Namun demikian, kata dia, jembatan gantung tersebut hanya berkapasitas lima orang setiap sekali menyeberang. Untuk itu, sambungnya, diperlukan pengawasan agar warga tertib. "Jembatan ini sedang kami desain," Solihin menambahkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.