Sukses

Pengungsi Rohingya di Tanah Sulsel Tetap Terasing dan Terusir

Gubernur Sulawesi Selatan menyebut keberadaan pengungsi Rohingya di wilayahnya sebagai pengganggu dan pembuat susah.

Liputan6.com, Makassar - Sebagian warga Rohingya memasuki wilayah Sulawesi Selatan demi mendapat perlindungan dan kehidupan yang lebih layak. Namun, harapan tersebut tak sesuai kenyataan yang dihadapi.

AH, salah satu pengungsi Rohingya di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, mengungkapkan selama tujuh tahun dalam pengungsian, dia dan keluarganya justru diperlakukan hampir serupa seperti di negerinya.

Ia mengaku mereka terkadang diculik oleh orang yang mengaku dari Imigrasi, lalu diisolasi di ruang sempit dan gelap. Selama diisolasi, mereka mengaku tak diberi makan dan minum selama berhari-hari.

"Saya sendiri pernah merasakan kejadian itu, di mana dalam beberapa hari saya dikurung di ruang isolasi oleh petugas Imigrasi. Mereka melakukan penyiksaan layaknya pelaku kriminal. Setelahnya dalam beberapa waktu, saya muntah darah," kata AH kepada Liputan6.com, beberapa waktu lalu dengan menggunakan bahasa Indonesia yang terbata-bata.

Setelah diperlakukan seperti itu, AH mengaku diperingatkan agar tidak menyebarkan perlakuan yang dialaminya kepada siapa pun. Jika itu dilakukan, mereka diancam akan kembali dianiaya dengan lebih parah.

"Kalau kita sebarkan ke media, kita akan disiksa lagi dan lebih parah," ucapnya.

Abu Jamil, pengungsi Rohingya lainnya mengatakan, sebenarnya para pengungsi Rohingya yang berada di Makassar meminta solusi yang baik kepada pemerintah setempat. Ia sendiri memiliki tiga opsi.

"Yang pertama itu kita dipulangkan saja ke negara asal kami (Myanmar), yang kedua adalah kami dijadikan warga negara Indonesia agar bisa bekerja dan dapat penghidupan yang layak di Indonesia. Sementara pilihan yang ketiga, adalah kami pindah ke negara lain yang mau menerima kami pengungsi," tuturnya.

Dari ketiga opsi itu, ia berharap solusi kedua bisa difasilitasi agar ia dan keluarga bisa hidup layak. Namun, ia menyadari jika pilihan tersebut tidak mungkin, sehingga pilihan ketiga paling mungkin diterima.

Saksikan video menarik di bawah ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tanggapan Imigrasi dan Pernyataan Ketus Gubernur

Akibat ketidakjelasan nasib itu, para pengungsi Rohingya itu kemudian beramai-ramai mendatangi kantor perwakilan Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi atau United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) pada Rabu, 26 Juli 2017. Namun, aksi demo tersebut berakhir karena dibubarkan paksa oleh polisi.

"Waktu itu kami seluruh pengungsi Rohingya di Makassar, sekitar 220 orang mendatangi kantor UNHCR. Namun, pihak perwakilan PBB itu tidak kunjung menemui kami, padahal kami menunggu dari jam 08.00 pagi sampai jam 16.00 sore. Kami malah mendapat perlakuan kasar dari polisi," tutur Abu.

Liputan6.com mencoba mengonfirmasi terkait dugaan penculikan hingga penganiayaan yang diutarakan para pengungsi Rohingya kepada pihak Kantor Imigrasi Kota Makassar. Namun, pihak Imigrasi mengarahkan agar hal tersebut dikonfirmasi ke Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sulawesi Selatan.

Sementara itu, Kakanwil Kemenkumham Sulawesi Selatan, Sahabuddin Kilkoda, menuturkan dirinya baru mengetahui adanya kejadian seperti ini. Menanggapi hal tersebut, pihaknya memastikan akan mengambil langkah tegas jika ucapan para pengungsi Rohingya betul terbukti.

"Nanti kita akan bentuk tim dalam melakukan penyelidikan. Jika terbukti, maka kami tak segan-segan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku," kata Sahabuddin.

Di tempat berbeda, Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan kejengkelannya atas kehadiran para pengungsi Rohingya. Ia bahkan mengatakan lebih suka jika para pengungsi Rohingya itu meninggalkan Sulawesi Selatan.

"Aku enggak suka itu, ngapain mereka di sini. Kalau mereka pindah dari sini, saya lebih suka. Saya tidak tahu bagaimana mau membahasakan ini, yang jelas saya tidak suka," kata Syahrul, Selasa, 1 Agustus 2017.

Orang nomor satu di Sulawesi Selatan itu secara blakblakan menilai kehadiran para pengungsi Rohingya di Sulawesi Selatan, khususnya di Kota Makassar, sebagai pengganggu dan pembuat susah.

"Ngapain demo-demo di sini. Kalau mau merusak di daerahmu, negaramu sendiri. Kok, bikin susah kita di sini. Kalau tidak suka di sini pindah aja," kata gubernur yang menjabat dua periode itu.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.