Sukses

Garam Langka dan Mahal, Ini Permintaan Gus Ipul

Liputan6.com, Surabaya - Pemerintah Provinsi Jawa Timur berharap Kementerian Perdagangan serta Kementerian Kelautan dan Perikanan segera mempercepat solusi terkait kelangkaan garam konsumsi yang saat ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia termasuk di Jawa Timur.

Kelangkaan ini juga mengakibatkan harga garam konsumsi terus meningkat bahkan saat ini sudah mencapai dua kali lipat dari harga normal.

Data di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Jawa Timur menunjukkan, harga garam terus mengalami kenaikan. Jika pada Juli 2014 harga garam konsumsi per kilogramnya Rp2.984, maka pada Juli 2015 harganya menjadi Rp3.308. Pada Juli 2016 menjadi Rp3.883, dan pada Juli 2017 meningkat tajam menjadi Rp5.792.

Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf (Gus Ipul), mengatakan, Jawa Timur adalah sentra garam dan menyumbang 40 persen kebutuhan garam nasional. "Jika garam di Jatim langka tentu berpengaruh ke daerah lain," kata Gus Ipul, Jumat 21 Juli 2017.

Terkait kelangkaan ini, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur juga telah menghubungi seluruh provinsi yang ada di Indonesia untuk mencari jika ada stok garam. Namun, seluruhnya ternyata juga sudah habis dan tidak memiliki stok lagi.

Menurut Gus Ipul, kelangkaan garam yang saat ini terjadi merupakan imbas dari tidak menentunya musim yang terjadi sejak 2016 silam. Akibat panjangnya musim penghujan, pada 2016, petani garam di Jawa Timur hanya mampu menghasilkan 123.873 ton garam dari target produksi sebesar 1,2 juta ton.

"Tahun ini target 1,2 juta ton per tahun juga tidak terpenuhi. Hingga bulan ini petani di Jawa Timur hanya mampu menghasilkan 689 ton. Padahal kebutuhan garam konsumsi masyarakat Jatim pertahunnya sekitar 150 ribu ton," ujarnya.

Dengan minimnya pasokan garam petani, maka garam yang saat ini beredar di pasaran menjadi langka dan harganya juga mulai melangit.

Impor garam sebenarnya bisa dilakukan, namun terkendala peraturan pemerintah di mana impor garam hanya bisa dilakukan untuk garam yang kadar Natrium Klorida-nya (NaCL) di bawah 97 persen.

Petani garam terkendala faktor cuaca yang tak menentu (Liputan6.com / Dian Kurniawan)

Selama ini, garam dengan kandungan NaCL digunakan untuk garam produksi, sedangkan garam konsumsi kandungan NaCL-nya hanya 94-96 persen.

"PT Garam sebagai satu-satunya importir yang bisa mendatangkan garam konsumsi juga kesulitan mencari garam dengan kandungan NaCL di bawah 97 persen," kata Gus Ipul.

Beberapa negara lumbung garam saat ini sudah sangat jarang yang memproduksi garam dengan kandungan NaCL di bawah 97 persen.

"Kami minta pemerintah pusat bisa memberikan diskresi agar importir garam konsumsi bisa mendatangkan garam dengan NaCL 97 persen," ujar Gus Ipul.

Jika tak segera mendapatkan diskresi, dia khawatir garam konsumsi di Indonesia bakal kian langka. Akibatnya harga garam konsumsi akan terus melambung dan membebani masyarakat.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Gagal Garam di Gresik

Petani garam di kawasan Desa Sukomulyo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik gagal untuk melakukan panen. Rencananya panen garam akan dilakukan dalam dua hari ke depan namun terhambat karena kawasan tersebut diguyur hujan semalaman.

Salah satu pengusaha garam, Basyuni mengatakan, pekerjanya tidak bisa mengolah garam karena cuaca yang tidak menentu. Benih garam yang telah dipanen, kembali mencair dan sebagian luruh untuk masuk ke tambak-tambak yang ada.

"Sebenarnya dua hari kedepan akan panen garam. Namun karena hujan dan cuaca panas yang tidak mendukung, mengakibatkan petani kami gagal mengolahnya," tutur Basyuni kepada Liputan6.com.

Petani garam terkendala faktor cuaca yang tak menentu (Liputan6.com / Dian Kurniawan)

Ia mengatakan jika di 2017 ini pihaknya belum bisa melakukan panen garam karena dari awal hingga pertengahan tahun, hujan terus menyapa kecamatan Gresik. Padahal biasanya pada bulan ke 6, musim kemarau sudah datang untuk dapat memanen garam.

Oleh sebab itu, Basyuni mengaku akan terus berharap agar cuaca kembali dapat mendukung untuk meningkatkan produksinya di bulan berikutnya.

"Ya, bisanya hanya bersabar. Seharusnya juga sejak awal Juni kemarin biasanya panas dan bisa panen ternyata juga hujan. Kami terpaksa kembali mengolah tanah dan berharap panas terik matahari untuk stabil," katanya.

Dengan urungnya para petani memanen hasilnya, kini harga garam perkarung di pasaran mencapai Rp 160 ribu.

"Kami belum bisa menikmati hasil tingginya harga, karena produksi yang gagal kan. Semoga panas kembali agar panen setiap minggu dapat kami rasakan," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.