Sukses

Polemik Cantrang Bikin Nelayan Pantura Jadi Pengangguran

Meski larangan soal cantrang sudah dilonggarkan, nelayan Pantura masih ketakutan untuk menjala rezeki di lautan.

Liputan6.com, Tegal - Ratusan kapal cantrang milik nelayan di wilayah Pantai Utara (Pantura) Brebes hingga Tegal hanya bersandar di pelabuhan sejak setengah tahun belakangan.

Kondisi kapal-kapal nelayan berukuran lebih dari 10 grosir ton (GT) itu sebagian sudah berkarat. Kondisi serupa juga terjadi beberapa mesin kapal berukuran 30 GT.

Ada mesin yang sengaja dikeluarkan dan ditaruh di atas dek kapal. Bahkan, ada kapal yang nyaris tenggelam karena sudah terlalu lama tak digunakan melaut oleh nelayan.

"Belum bisa melaut Mas, ya itu terganjal perijinan. Sudah tujuh bulan saya tak melaut," ucap Asmad (40), seorang pemilik kapal cantrang di Pelabuhan Jongor Tegal, Jumat (14/7/2017).

Pemilik kapal berukuran 30 GT itu tak melaut karena belum mengantongi Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI). Padahal, Asmad mengaku sudah mengurus perpanjangan izin sejak Desember 2016 lalu.

"Enggak tahu mas, kok sampai lama seperti itu, sejak tahun 2017 ini saya sama sekali tak berani melaut. Ya itu tadi karena perizinan," kata dia.

Asmad dan ratusan pemilik kapal cantrang lainnya menuding Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, yang mengeluarkan peraturan larangan cantrang, menjadi penyebab kegalauannya.

"Padahal sebelumnya enggak sampai seminggu jadi. Enggak ada izin enggak berani berangkat. Daripada nanti ditangkap Pak Polisi Laut kan repot," katanya.

Kendala lainnya yang dialami saat ini, kata dia, minimnya modal untuk memberangkatkan kapalnya ke laut. Meskipun izin sudah keluar, dia tak ingin mengambil risiko merugi lantaran modal yang dikeluarkan cukup besar. Pasalnya, biaya untuk sekali berangkat dibutuhkan duit sekitar Rp 200 juta.

"Sejak peraturan larangan cantrang itu dikeluarkan hingga diperpanjang sampai akhir tahun 2017 ini, cari ikan susah, selalu diawasi aparat. Daripada hasilnya sedikit, ya mending enggak berangkat daripada rugi," ujarnya.

Hal serupa diungkapkan, pemilik kapal cantrang lainnya, Roni (44). Ia terpaksa menyandarkan kapal karena keterbatasan modal. Sama dengan Asmad, ia pun juga tak mengantongi SIUP dan SIPI lantaran izin kapalnya bukan di Jawa Tengah, tapi Jawa Timur.

"Kalau kapal dari Jawa Tengah kan diperpanjang sampai Juni 2017," ucap Roni.

Dia tak berangkat melaut sejak Desember 2016 lalu. Kroni maupun Casmadi enggan mengganti cantrang ke alat tangkap lain karena biaya yang mahal.

Saksikan video menarik di bawah ini:



* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Larangan Cantrang Dikaji Ulang

Menurut catatan Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT) dari 600 kapal, baru 10 unit yang sudah mengganti cantrang ke alat tangkap gill net.  Mereka merupakan pemilik yang punya modal besar. Riswanto, salah satu pengurus PNKT mengatakan banyak pemilik kapal tidak mampu mengganti alat tangkap karena tak punya duit.

Dia menilai, pemberian bantuan alat tangkap untuk kapal berukuran di bawah 10 GT dari pemerintah tidak adil. "Seharusnya kapal-kapal ukuran menengah ke atas juga diperhatikan dong dicarikan solusinya," jelasnya.

Pasalnya, pemilik kapal ukuran 10-30 GT ke atas juga banyak yang terjerat utang dan butuh bantuan. Selama ini, janji pemerintah yang akan memfasilitasi kredit nelayan dengan perbankan dinilai hanya janji palsu.

Para nelayan tetap kesulitan menyelesaikan kredit dengan perbankan. Mereka harus mengangsur utang Rp 10 juta hingga 30 juta per bulannya tanpa ada keringanan.

Usai ribuan nelayan cantrang demo di Jakarta tiga hari lalu, Pemerintah memberikan kelonggaran dan kemudahan kepada mereka untuk kembali melaut. Selain itu, tidak ada batasan gross ton kapal yang akan melaut. Bahkan, pemerintah menjamin tidak akan ada penangkapan kapal saat melaut.

Ketua Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT) Susanto Agus mengatakan, Pemerintah memberikan kelonggaran dan kemudahan kepada nelayan cantrang dan atau payang untuk kembali melaut dengan tidak membatasi gross ton kapal.

Selain itu, tidak ada penangkapan oleh aparat sampai dengan Desember nanti. Pemerintah juga akan mengkaji secara komprehensif tentang cantrang dan atau payang hingga Desember mendatang. Jika terbukti cantrang dan atau payang tidak merusak lingkungan, akan dilegalkan secara nasional.

"Dalam waktu dekat ini, Istana akan mengunjungi sentra-sentra nelayan cantrang dan atau payang di berbagai wilayah secepatnya. Yakni untuk melihat secara langsung fakta di lapangan seperti apa," ucap Eko.

Presiden Joko Widodo pun berjanji akan mengundang perwakilan nelayan untuk berdialog. Dengan ketentuan, masing-masing dua orang per daerah.

Meski penggunaan alat tangkap cantrang masih diperbolehkan hingga akhir 2017 ini, sejumlah nelayan di Kota Tegal masih belum bisa melaut. Mereka kesulitan mengurus Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang merupakan syarat utama untuk menangkap ikan.

Berdasarkan data Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT), jumlah nelayan yang terpaksa menganggur hingga saat ini mencapai 12.000 orang. Karenanya, para nelayan tetap menuntut dilegalkannya cantrang secara permanen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.