Sukses

Rencana Manis Korban Kecelakaan Heli Basarnas untuk Si Kecil

Korban kecelakaan Helikopter Basarnas itu merupakan sosok ayah yang sangat sayang kepada anaknya.

Liputan6.com, Semarang - Maulana Affandi, salah satu relawan Basarnas yang menjadi korban tewas dalam kecelakaan Helikopter Basarnas yang jatuh di Temanggung, Minggu, 2 Juli 2017 adalah ayah yang sangat sayang kepada keluarganya. Dalam berbagai status di BBM, Whatsapp, dan media sosial lainnya, Affandi sangat sering memamerkan kedekatan dengan anaknya.

Kedekatan Affandi dengan anaknya yang masih berusia tujuh bulan itu tak menghalanginya bertugas untuk kemanusiaan. Hingga saat-saat terakhir sebelum meninggal, Affandi sudah merencanakan menggelar tradisi tedhak siten (turun ke tanah untuk pertama kali) bagi anaknya.

Menurut istri almarhum Affandi, Rina, yang selama ini tinggal bersama suaminya di Dusun Sapen, Desa Boja, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, sebelum berangkat tugas memantau arus balik Lebaran di Tol Gringsing untuk kemudian melanjutkan pantauan udara dengan Helikopter Basarnas ke Dieng, Affandi sudah menyiapkan semua rencana untuk si kecil.

Tak mau meminta tolong orang lain, Affandi menyiapkan sendiri kurungan ayam dan menghiasnya dengan kertas warna-warni. "Mas Fandi akan pulang Senin malam karena hari Selasanya akan tedhak siten," kata Rina.

Kecintaan Affandi pada anaknya, selalu ditunjukkan ketika ia pulang bertugas, meski lelah sekalipun. (foto: Liputan6.com/dok.affandi/edhie prayitno ige)

Tedhak siten adalah sebuah tradisi budaya masyarakat Jawa untuk bayi berusia tujuh atau delapan bulan. Tedhak siten dikenal juga sebagai upacara turun ke tanah. Tedhak berarti turun dan siten berasal dari kata siti yang berarti tanah.

Upacara tedhak siten ini dilakukan sebagai rangkaian acara yang bertujuan agar si kecil tumbuh menjadi anak yang mandiri. Penghitungan pelaksanaan tradisi tedhak siten adalah hitungan ke tujuh bulan dari hari kelahirannya dalam hitungan pasaran Jawa.

Hitungan satu bulan dalam pasaran Jawa berjumlah 35 hari. Jadi, bulan ketujuh kalender Jawa bagi kelahiran si bayi setara dengan delapan bulan kalender masehi.

Tradisi ini dilakukan sebagai penghormatan kepada bumi tempat si kecil mulai belajar menginjakkan kakinya ke tanah. Ketika si kecil turun ke tanah, akan diiringi doa-doa dari orangtua dan sesepuh sebagai pengharapan agar kelak si kecil bisa sukses dalam menjalani kehidupannya.

Dalam tradisi itu, anak dimasukkan ke dalam kurungan ayam. Di dalam kurungan itu, sebelumnya sudah diberi beberapa benda, di antaranya uang, mainan, dan sebagainya.

Si anak akan mengambil satu atau dua benda. Dari benda yang diambil dipercaya akan mengisyaratkan jalan kehidupan si anak kemudian hari ketika dewasa kelak.

Makam Affandi di Kendal, hingga kini masih terus didatangi teman-temannya untuk mendoakan. (foto : Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Dari rencana pelaksanaan tradisi itu, Affandi sudah terlihat sebagai sosok yang sangat menghormati tradisi dan orangtua. Menurut Khumaidi, almarhum Affandi memang sangat sopan dan menghormati siapa pun. Bukan hanya yang lebih tua usianya, tetapi juga kepada anak kecil.

Kepergian Affandi juga membuat sejumlah jurnalis berduka. Ia memang sangat dekat dengan awak media. Dalam grup Whatsapp "Basarnas Jateng", sebelum berangkat pantauan udara dengan Helikopter Basarnas, Affandi sempat membagikan foto-foto, termasuk saat heli yang ditumpanginya terbang menuju Semarang untuk mengisi bahan bakar.

Selain membagikan foto, Affandi juga melontarkan candaan kepada penghuni grup. Hingga tiga hari terakhir, grup Whatsapp Basarnas Jateng hanya berisi doa dan harapan.

Selamat jalan...

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.