Sukses

Trio Pendaki Unair Capai Puncak Denali Alaska dalam 19 Hari

Suhu ekstrem dan salju tebal menjadi tantangan utama para pendaki puncak Gunung Denali, Alaska, yang berasal dari Unair.

Liputan6.com, Surabaya - Trio Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDeX) Unit Kegiatan Mahasiswa Pencinta Alam Wanala Universitas Airlangga (Unair) akhirnya mencapai puncak Mc Kinley, Gunung Denali, setelah 19 hari berjuang. Gunung setinggi 6.164 meter itu adalah puncak tertinggi di belahan bumi bagian utara.

Pencapaian tim beranggotakan Muhammad Faishal Tamimi (mahasiswa Fakultas Vokasi/2011), Mochammad Roby Yahya (mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan/2011), dan Yasak (alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) itu berarti menggenapi misi kelima dari pencapaian puncak gunung-gunung tertinggi di dunia.
 
"Alhamdulillah tim Wanala Unair telah mencapai puncak Denali. Keberhasilan tersebut merupakan buah manis persiapan yang dirintis sejak Oktober 2015," kata Wahyu Nur Wahid, Manajer Atlet AIDeX, dalam keterangan tertulis, Jumat, 15 Juni 2017.

Perjalanan menuju puncak Mc Kinley dari kamp lima dimulai pada Kamis dini hari, 15 Juni 2017, pukul 03.00 waktu Indonesia. Untuk mencapai puncak, mereka menempuh jarak sejauh 2,5 mil.

Perjalanan yang diperkirakan memakan waktu tujuh jam itu akhirnya molor hingga sekitar 11 jam. Karena itu, tim tiba di lokasi sekitar pukul 14.05 waktu Indonesia.

Sejumlah faktor internal maupun eksternal mengakibatkan perjalanan para atlet terhambat. Menurut Wahyu, awal pendakian, cuaca Denali Alaska cukup bersahabat.

Namun tiba-tiba, tim dihadapkan pada anomali yang disebut snow shower, yakni terjadi hujan salju dalam cuaca cerah dengan ketebalan salju mencapai 27 cm. Selain itu, temperatur di puncak Denali mencapai minus 47 derajat Celsius.

Selain suhu, soal pernapasan dan kendali diri menjadi salah satu penentu keberhasilan para atlet. "Para atlet harus membiasakan diri dalam hal pernapasan di dataran tinggi karena kadar oksigen yang tipis," kata Wahyu.

Tim menggunakan teknik moving together, yaitu mendaki bersama-sama yang dihubungkan dengan tali, selama pendakian puncak. Saat pendakian, mereka membawa beban seberat 10 kilogram yang terdiri atas peralatan keamanan, obat P3K, logistik, bendera, alat dokumentasi, dan perlengkapan pribadi.

Wahyu yang juga mahasiswa Ilmu Administrasi Negara mengatakan, keberhasilan dalam pendakian Gunung Denali merupakan kebanggaan tersendiri baginya dan tim ekspedisi. Pasalnya, Denali, Alaska, merupakan salah satu gunung tersulit dalam rangkaian Seven Summit dunia.

"Trek di Denali cukup panjang. Tim harus menempuh perjalanan sejauh 79 kilometer dari base camp untuk menuju puncak. Bila ditotal mereka harus menghabiskan waktu selama 19 hari dari perjalanan base camp menuju puncak," kata Wahyu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Suhu Ekstrem dan Salju

Para atlet mendaki Denali tepat pada musim panas waktu setempat. Musim tersebut diyakini paling tepat untuk melakukan pendakian di Denali. Meski demikian, sejak awal pendakian, suhu di Denali tak lepas dari temperatur ekstrem yang berkisar antara minus 2 derajat Celsius hingga minus 67 derajat Celsius.

Selain suhu, sejak hari pertama pendakian mereka kerap dihadapkan pada ketebalan salju. Ketebalan salju mencapai setinggi lutut orang dewasa. Hal itu terjadi bahkan ketika mereka belum sampai di kamp pertama di ketinggian 7.600 kaki.

Selama pendakian, mereka melakukan aklimatisasi (penyesuaian suhu tubuh di ketinggian) dengan naik turun ketinggian. Selama itu, ketiga atlet melakukan perjalanan dan menimbun bahan logistik (makanan dan bahan bakar) di timbunan salju. Tujuannya, untuk menyimpan makanan dalam keadaan darurat ataupun cadangan makanan ketika sudah turun.

Mereka juga dihadapkan pada keadaan geografis Denali yang dipenuhi jurang es, khususnya di titik Below Kahiltna Pass atau 9.350 kaki. Sebelum itu, para pendaki Unair menjalani pelatihan teknik pendakian, ketahanan fisik, mental, dan psikologis selama 18 bulan di berbagai medan, termasuk di kawasan Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru.

Faishal yang juga ketua ekspedisi menuturkan bahwa Seven Summits adalah wujud kecintaan organisasi Wanala kepada alam dan Tanah Air. "Ini adalah cara kami menunjukkan harga diri kami sebagai sebuah organisasi," kata Faishal.

"Ini juga merupakan upaya kami untuk mewujudkan UNAIR sebagai world class university," ujar manajer atlet.

Denali bukanlah puncak pertama yang didaki oleh anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pencinta Alam (UKM Wanala). Empat dari tujuh puncak tertinggi yang telah digapai tim adalah Puncak Carztenz Pyramid (Indonesia/1994), Kilimanjaro (Tanzania/2009), Elbrus (Rusia/2011), dan Aconcagua (Argentina/2013). Selain ke Denali, ekspedisi ke Vinson Massif di Antartika serta Everest di Himalaya akan menggenapi ekspedisi seven summits anggota UKM Wanala.

Atas capaian itu, Wakil Rektor I Unair Prof. Djoko Santoso memberikan apresiasinya kepada tim atlet dan manajemen yang sudah berhasil mewujudkan mimpi-mimpinya dalam menggapai salah satu gunung tertinggi di dunia.

Menurutnya, hasil perjuangan yang membanggakan tersebut tak lepas dari keberanian para mahasiswa UNAIR, khususnya tim AIDeX untuk memasang target yang tinggi. "Kami rasa perjuangan mereka selama mempersiapkan hingga pendakian membuat mereka layak menjadi contoh bagi generasi yang akan datang," kata Djoko.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini