Sukses

Status Hukum Terduga Penghina Kapolri di Medsos Masih Tanda Tanya

Tercatat penghina Kapolri itu menuliskan empat komentar lewat akun media sosialnya.

Liputan6.com, Surabaya - Jangan asal tulis komentar di media sosial jika tak ingin berurusan dengan polisi. Baru-baru ini, MS (25), warga Bangkalan, Madura, Jawa Timur, baru saja ditangkap polisi setelah satu kalimat yang dituliskan di akun Instagram @divisihumaspolri dianggap menghina Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian.

Kabid Humas Kepolisian Daerah Jawa Timur, Komisaris Besar Frans Barung Mangera menuturkan, penangkapan MS terjadi pada Kamis, 25 Mei 2017, di Bangkalan.

"Dia ditangkap karena melalui akunnya telah melakukan penghinaan dan ujaran kebencian terhadap Kapolri Jenderal Tito Karnavian di media sosial Instagram," kata Frans di Surabaya, Senin, 29 Mei 2017.

Frans mengungkapkan, ujaran kebencian di media sosial itu disampaikan berulang kali pada Mei 2017. "Yang bersangkutan ini melakukannya berurutan, yaitu pada 4, 5 dan 6 Mei 2017 lalu. Pihak kami melakukan penangkapan pada tanggal 25 Mei setelah dilakukan pengejaran," katanya.

Status bernada menghina itu, tutur Frans, dinilai melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Meski begitu, polisi masih belum menetapkan status hukum MS.

"Hingga saat ini, MS masih kami periksa di Polda Jatim. Selain itu, (kami) juga masih menunggu dari Divisi Hukum Mabes Polri untuk melakukan pengaduan," ujar Frans.

Frans menegaskan, UU ITE tidak hanya berlaku untuk Kapolri atau pejabat negara lainnya, tetapi siapa saja yang merasa dihina di dunia maya bisa melaporkannya ke kepolisian dan kepolisian akan bertindak sesuai hukum yang berlaku.

"Yang berkembang saat ini, bahwa kebetulan yang dihina adalah Kapolri. Saya katakan tidak. Siapa pun yang dihina kita akan melakukan perlakuan yang sama," kata dia.

Atas perbuatannya, MS terancam dijerat Pasal 207 dan atau 208 KUHP atau Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE.

"Ancaman hukumannya pidana penjara paling lama empat tahun dan atau denda paling banyak Rp 750 juta," kata Frans.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.