Sukses

Rektor UMI Makassar Minta Ritual Amarah Diganti Zikir

Rektor UMI Makassar melarang tradisi April Makassar Berdarah (Amarah) seperti biasanya.

Liputan6.com, Makassar - Tradisi tahunan memperingati April Makassar Berdarah (Amarah) oleh kalangan mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar terancam tak digelar lagi.

Tradisi yang diadakan tepat setiap tanggal 24 April itu ditiadakan berdasarkan adanya surat edaran rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar bernomor 0796/F.01/UMI/IV/2017 tanggal 6 April 2017.

Wakil Rektor III Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Ahcmad Gani mengatakan surat edaran yang diterbitkan rektor tersebut dinilainya sudah sangat bijak dan tegas dalam rangka mengantisipasi peringatan Amarah.

"Tujuannya untuk menjaga citra dan keamanan kampus mengingat kampus UMI adalah kampus Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman," kata Gani di Makakssar, Rabu (19/4/2017).

Dalam surat edaran itu, seluruh mahasiswa UMI diimbau untuk berkegiatan yang lebih positif dan bernilai seperti zikir atau menyelenggarakan forum dialog.

"Kalaupun melakukan kegiatan lain jangan pernah bertentangan dengan surat edaran," kata dia.

Agar surat edaran tersebut dipatuhi dan dilaksanakan, sambung Gani, pihak rektorat langsung memerintahkan seluruh pimpinan fakultas agar mengawasi dan menyampaikan kepada mahasiswanya tentang adanya peniadaan kegiatan Amarah.

"Bagi siswa dan pengurus lembaga yang melakukan pelanggaran dan tidak mengindahkan edaran ini, akan diberi tindakan sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku dalam lingkup Yayasan Wakaf UMI diantaranya skorsing minimal 1 minggu," ujarnya.

Gani berharap surat edaran itu dipatuhi. Sebagai warga kampus Islami, wajib untuk saling menghargai dan menghormati sebagai salah satu ciri dan cerminan orang-orang yang berakhlakul Karimah dan menjauhkan diri dari perbuatan tercela dan yang diharamkan oleh agama.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sejarah Ritual Amarah

Tradisi Amarah berawal pada peristiwa 3 April 1996. Kala itu, terbit kebijakan pemerintah dan keluarnya SK Menteri Perhubungan (Menhub) RI tentang kenaikan tarif angkutan umum yang ditindaklanjuti dengan SK Walikota Makassar No 900 Tahun 1996 tentang penyesuaian tarif angkutan kota di Kota Makassar.

Masyarakat pun menilai kebijakan itu sangat memberatkan dan membuat perekonomian semakin terpuruk. Besarnya dampak yang ditimbulkan akibat kebijakan tersebut dikritik kalangan mahasiswa se-Kota Makassar yang menilai pemerintah tak berpihak pada kehidupan masyarakat.

Tak hanya kritikan lewat media massa, para mahasiswa Makassar kemudian turun ke jalan berdemonstrasi besar-besaran. Tepat pada Senin, 8 April 1996 pukul 10.00 Wita, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Pemuda Indonesia Merdeka (FPIM) menggelar mimbar bebas di depan kampus UMI Makassar.

Setelah itu, mereka lanjut melakukan longmarch menuju ke kantor DPRD Sulsel untuk menyampaikan aspirasi mengajukan memorandum pencabutan SK maut yang diterbitkan Gubernur Sulsel No: 93/96 dan Walikota Makassar No 900 Tahun 1996 kala itu.

Setelah dari kantor DPRD Sulsel, ratusan mahasiswa kembali ke depan kampus UMI untuk berorasi bebas dan sejam lebih kemudian mereka kemudian mencoba menemui Gubernur di kantor Gubernur Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo Makassar, tapi tak ada hasil dari pertemuan tersebut.

Aksi pun kembali berlanjut di depan kampus UMI yang diwarnai pembakaran ban bekas dan lanjut hingga esoknya. Saat aksi berlanjut, tiba-tiba beberapa di antara mahasiswa menahan Bus Damri sebagai bentuk protes kebijakan pemerintah.

Atas kejadian itu, aparat gabungan terdiri dari polisi dan tentara kemudian membentuk pagar betis dan mencoba bermediasi dengan mahasiswa. Selang proses mediasi berlangsung, tiba-tiba satu truk aparat keamanan dari TNI, tepatnya dari satuan Garnisun, datang membentuk pagar betis di belakang aparat kepolisian dan mamaksa mahasiswa mundur dan masuk ke dalam kampus.

Suasana menjadi tegang dan bertambah memanas saat terjadi aksi pelemparan batu ke arah aparat yang dilakukan oleh pihak yang tak bertanggung jawab.

Aparat pun kemudian berupaya membubarkan massa mahasiswa secara paksa dan setelah berhasil membubarkan aksi. Aparat bersenjata lanjut mengejar ratusan mahasiswa yang berlari masuk kedalam kampus UMI.

Mahasiswa yang sempat tertangkap langsung dipukul dan diamankan. Pengejaran oleh aparat ke dalam kampus kembali berlanjut dengan diwarnai penembakan gas air mata ke arah mahasiswa yang mencoba mengusir aparat keluar dari kampus.

Tak hanya menganiaya para mahasiswa, aparat yang menyerang dengan membabi buta juga merusak sejumlah fasilitas kampus dan ratusan kendaraan yang terparkir di dalam kampus.

Setelah mengamankan puluhan mahasiswa, aksi aparat keamanan kembali berlanjut. Selang sejam kemudian, tiba-tiba aparat keamanan memilih mundur meninggalkan kampus setelah adanya instruksi Kasdam VII Wirabuana Brigjen Pahrul Rosi dan mengadakan dialog dengan mahasiswa kala itu.

Esoknya, mahasiswa kembali berdemonstrasi menuntut pembebasan puluhan rekannya yang ditangkap. Para mahasiswa menahan sebuah mobil pengangkut sampah sebagai bentuk kemarahan dari aksi penyerangan aparat keamanan kedalam kampus.

Tak hanya menahan truk sampah, mahasiswa juga mengamankan dua anggota TNI. Siang itu juga, ratusan aparat keamanan datang lengkap dengan mobil panser dan bersiaga di depan pintu masuk kampus UMI.

Selang beberapa menit, aparat keamanan tersebut langsung menyerang mahasiswa yang memilih bertahan di dalam kampus. Situasi yang memanas sempat redam setelah pihak civitas kampus kala itu mencoba berdialog dengan aparat keamanan.

Namun tak berlangsung lama, aparat senjata lengkap bersama mobil panser menembakkan gas air mata melalui pintu dua kampus dan kembali masuk menyerang sejumlah mahasiswa.

Beberapa mahasiswa menjadi korban. Selain ada yang mengalami luka-luka, juga ada yang ditemukan tewas tenggelam di Sungai Pampang yang berada di belakang kampus karena mencoba menyelamatkan diri dari aksi pengejaran aparat keamanan bersenjata lengkap dengan mobil panser tersebut.

Peristiwa mengenaskan ini pun akhirnya dikenang dan diperingati setiap tahunnya tepatnya 24 April oleh kalangan mahasiswa Makassar, khususnya bagi mahasiswa UMI Makassar dengan nama ritual April Makassar Berdarah (Amarah).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini