Sukses

Layang-Layang Menjemput Senja di Pantai Utara

Festival layang-layang saat senja menjadi ajang nostalgia dan menggali pesan di baliknya.

Liputan6.com, Tegal - Main layang-layang atau layangan sangat mengasyikkan, terlebih bermain di pantai sembari menikmati senja. Layang-layang menjadi salah satu daftar nostalgia masa kecil bagi banyak orang.

Layang-layang mendadak bertebaran di langit Pantai Alam Indah, Tegal, Minggu sore 16 April 2017. Ternyata ada festival layang-layang di sana. Peserta dan penonton menyaksikan beragam layang-layang menjemput senja.

"Kita dan beberapa orang pasti mempunyai harapan atu cita-cita, maka terbangkanlah harapan kita itu setinggi-tingginya, seperti layang layang," ucap Widodo (38) seorang peserta festival layang-layang.

Ia menjelaskan, layang-layang, layangan, atau wau merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara dan terhubungkan dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali.

"Layang-layang memanfaatkan kekuatan hembusan angin sebagai alat pengangkatnya. Dikenal luas di seluruh dunia sebagai alat permainan, layang-layang diketahui juga memiliki fungsi ritual, alat bantu memancing atau menjerat, menjadi alat bantu penelitian ilmiah, serta media energi alternatif," katanya. 

Tak hanya menampilkan uniknya ragam budaya yang dituangkan dalam layang-layang, beberapa lomba yang melibatkan puluhan peserta juga ikut meramaikan suasana di Pantai kebanggaan orang Kota Tegal itu.

Pantauan Liputan6.com, ribuan warga Kota Tegal dan sekitarnya menyemut di area Pantai Alam Indah. Ragam corak layang-layang unik berbentuk wayang, binatang, karakter berbagai kartun kenamaan, kadal terbang, tokoh pewayangan hingga gerobak rujak es cream diterbangkan di langit Pantai yang berada di Pantai Utara (Pantura) laut Jawa itu.

Angin kencang yang menerbangkan layang-layang ini seperti membuat layang-layang bermotif gandrung menari-nari di udara.
Satu layang-layang yang mampu mencuri perhatian yakni larangan gerobak es cream.

Sebelum diterbangkan, layangan unik dan tak biasa itu membuat gelak tawa dari warga yang melihat serunya permainan layang-layang ini.

Kasi Pemasaran Pariwisata Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Dinporapar) Kota Tegal, Sudibyo, mengatakan, festival layang-layang menjadi pengingat pada masyarakat, terutama orang tua. Pasalnya, anak-anak kini mulai melupakan permainan tradisional dan beralih pada game di layar elektronik.

"Festival layang-layang ini juga sebagai pengingat dan memberi ruang biar anak-anak gak main games terus. Layang-layang juga ada filosofi seperti adrenalinnya, spiritnya tumbuh, ada kreatifitas, seni, kebersamaan, dan olahraga juga," ucap Sudibyo.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Festival Layangan

Festival layang-layang kembali digelar dalam rangka hari jadi Kota Tegal ke 437 yang bertema Festival Layang Layang Nusantara.

Dengan menampilkan berbagai macam layang-layang mulai dari dua dimensi sampai dengan tiga dimensi, komunitas atau pehobi layang-layang dari berbagai penjuru daerah sangat antusias mengikuti festival.

Festival layang-layang digelar juga memberikan hiburan bagi masyarakat Kota Tegal. selain itu sebagai ajang promosi wisata bahari sehingga mampu menarik wisatawan agar berkunjung ke PAI.

“Adanya festival layang-layang ini, diharapkan dalam bidang pariwisata Kota Tegal lebih maju, dikenal wisatanya, sehingga kunjungan wisata ke Kota Tegal terus meningkat,” kata Sudibyo.

Sementara itu, Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno mengatakan hobi layang-layang adalah hobi yang sangat positif, dan mampu menghadirkan kesenangan batin.

“Layang-layang memang hobi musiman, Ia tidak selalu ada setiap saat, sehingga hanya ramai pada musim tertentu,” ucapnya.

Meskipun demikian, wali kota mengungkapkan hobi layang-layang merupakan hobi kreatif yang membutuhkan kreativitas yang tinggi dalam membuat pesawat layang-layang. Selain agar tampak menarik, juga dibutuhkan keahlian untuk menerbangkan layang-layang.

“Mulai pemilihan benang yang kuat, dimensi layang-layang yang simetrik, memilih posisi terbaik untuk menyesuaikan arah angin, serta teknik tarik ulur dalam menerbangkan laying-layang. Dan disinilah nilai seni dan sisi menarik dari hobi bermain layang-layang,” katanya.

Masitha menyebut, kegiatan festival layang-layang itu tidak mahal, tapi melibatkan banyak orang. "Kegiatan seperti ini baca potensi geografis Kota Tegal yang berada di daerah Pantura yang dikreasikan dengan budaya lokal," kata Masitha.

 

3 dari 3 halaman

Sejarah Layang-Layang

Catatan pertama yang menyebutkan permainan layang-layang adalah dokumen dari Cina sekitar 2500 sebelum Masehi.

Penemuan sebuah lukisan gua di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, pada awal abad ke-21 yang memberikan kesan orang bermain layang-layang menimbulkan spekulasi mengenai tradisi yang berumur lebih dari itu di kawasan Nusantara.

Diduga terjadi perkembangan yang saling bebas antara tradisi di Cina dan di nusantara karena di nusantara banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan.

Di kawasan nusantara sendiri catatan pertama mengenai layang-layang adalah dari Sejarah Melayu (Sulalatus Salatin) (abad ke-17) yang menceritakan suatu festival layang-layang yang diikuti oleh seorang pembesar kerajaan.

Dari Cina, permainan layang-layang menyebar ke Barat hingga kemudian populer di Eropa. Layang-layang terkenal ketika dipakai oleh Benjamin Franklin ketika ia tengah mempelajari petir.

Ada berbagai tipe layang-layang permainan, yang paling umum adalah layang-layang hias dan layang-layang aduan (laga).

Selain itu, juga ada layang-layang yang diberi sendaringan yang dapat mengeluarkan suara karena hembusan angin. Layang-layang laga biasa dimainkan oleh anak-anak pada masa pancaroba karena biasanya kuatnya angin berhembus pada masa itu.

Di beberapa daerah nusantara layang-layang dimainkan sebagai bagian dari ritual tertentu, biasanya terkait dengan proses budidaya pertanian. Layang-layang paling sederhana terbuat dari helai daun yang diberi kerangka dari bambu dan diikat dengan serat rotan.

"Layang-layang semacam ini masih dapat dijumpai di Sulawesi. Diduga pula, beberapa bentuk layang-layang tradisional Bali berkembang dari layang-layang daun karena bentuk ovalnya yang menyerupai daun," katanya.

Di Jawa Barat, Lampung, dan beberapa tempat di Indonesia ditemukan layang-layang yang dipakai sebagai alat bantu memancing. Layang-layang ini terbuat dari anyaman daun sejenis anggrek tertentu, dan dihubungkan dengan mata kail. Di Pangandaran dan beberapa tempat lain, layang-layang dipasangi jerat untuk menangkap kalong atau kelelawar.

Penggunaan layang-layang sebagai alat bantu penelitian cuaca telah dikenal sejak abad ke-18. Contoh yang paling terkenal adalah ketika Benjamin Franklin menggunakan layang-layang yang terhubung dengan kunci untuk menunjukkan bahwa petir membawa muatan listrik.

Layang-layang raksasa dari bahan sintetis sekarang telah dicoba menjadi alat untuk menghemat penggunaan bahan bakar kapal pengangkut. Pada saat angin berhembus kencang, kapal akan membentangkan layar raksasa seperti layang-layang yang akan menarik kapal sehingga menghemat penggunaan bahan bakar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini