Sukses

Khat, Teh Arab yang Bikin Teler

BNN mengawasi penanaman dan peredaran khat atau teh Arab di sejumlah daerah.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Cianjur, Jawa Barat, mengawasi penanaman dan peredaran tanaman khat atau juga dikenal dengan sebutan teh Arab. Khat jadi barang terlarang karena termasuk narkotika. 

Khat, Qat, atau teh Arab (Catha edulis) adalah tumbuhan semak atau pohon kecil. Aslinya berasal dari wilayah tanduk Afrika dan semenanjung Arabia.

Khat memiliki tinggi 1,4 sampai 3,1 meter tergantung iklim dan curah hujan. Daunnya berukuran panjang 5-10 sentimeter dan lebarnya 1-4 sentimeter.

Bunga khat di deretan ketiak bunga yang memiliki panjang 4-9 sentimeter. Bunga khat berukuran sangat kecil dengan lima kelopak putih. Buahnya berbentuk persegi dengan kapsul yang memiliki tiga katup, masing-masing berisi 1-3 biji.

Dari hasil uji laboratorium Badan Narkotika Nasional (BNN), seperti dilansir di situs BNN, khat mengandung katinona dalam waktu 48 jam setelah dipetik. Setelah lewat 48 jam, yang tersisa hanyalah katina.

Kandungan dalam tanaman ini termasuk narkotika. Katinona masuk dalam narkotika golongan I. Adapun katina masuk narkotika golongan III.

Katinona dan katina memiliki efek stimulan, seperti timbulnya euphoria, hiperaktif, tidak mengantuk, dan tidak menimbulkan rasa lapar. Mengkonsumsinya dalam waktu lama dapat mengakibatkan depresi, halusinasi, kelainan psikosis, kanker mulut, stroke, hingga menyebabkan kematian.

Perkiraannya, sekitar 10 juta orang di berbagai negara mengkonsumsi khat setiap hari. Tren ini tak lepas dari tradisi mengunyah dan mengkonsumsi khat di kawasan tanduk Afrika dan Jazirah Arab. Tradisi itu bertahan sejak ribuan tahun silam.

Sejak WHO melaporkan tentang adanya penggunaan khat di beberapa negara pada 1965, peredaran tanaman tersebut mulai dibatasi. Sebagian negara melarang, sebagian melegalkan. Indonesia melarang penanaman dan peredarannya.

Khat masuk Indonesia diduga seiring kedatangan turis-turis Timur Tengah. Khat ditengarai mulai tumbuh subur di daerah Cisarua, Bogor, era 1980-90-an

Tanaman ini diyakini memiliki khasiat untuk meningkatkan vitalitas dan mengobati sakit perut. Tanaman ini kemudian dibudidayakan masyarakat kawasan Puncak untuk dikonsumsi sendiri dan juga dijual ke turis Timur Tengah.

Khat atau teh Arab melejit seiring penggerebekan pesta narkoba selebritas pada 2013. Kemudian pada 7 Februari 2013, BNN bekerja sama dengan aparat setempat memburu tanaman tersebut untuk dibakar.

Selang dua tahun, BNN kembali menemukan ladang berisi ribuan batang tanaman khat di dua lokasi berbeda di kawasan Tugu Utara, Cisarua, Bogor. Sosialisasi pun dilakukan kepada warga sekitar agar tidak menanam ataupun mengonsumsi khat.

Tukang kebun di salah satu lokasi mengaku tidak tahu bahwa tanaman tersebut dilarang. Tujuannya menanam pohon ini adalah untuk mempercantik halaman bungalow yang ia urus. Dia menemukan setumpuk pohon khat di tempat sampah.

Si tukang kebun juga sering mengunyah daun khat yang tumbuh subur di lahan sepanjang 50 meter itu. Khat sering ia makan sebagai lalapan atau dimasak bersama mi rebus. Ia ketagihan karena setelah mengonsumsi khat atau teh Arab itu badannya terasa bugar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini