Sukses

Pantang Piring Kaca dan Makan Nasi, Cara Jalawastu Hargai Alam

Liputan6.com, Brebes - Hutan yang terjaga memberi kehidupan yang nyaman bagi warga Kampung Budaya Jalawastu di Desa Ciseureuh, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes. Sebagai ucapan terima kasih, mwarga menggelar upacara adat Ngasa setiap Selasa Kliwon yang tahun ini jatuh pada 21 Maret 2017 lalu.

Upaya konservasi lingkungan yang dijalankan warga Kampung Jalawastu itu menarik perhatian peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Peneliti sosial kemasyarakatan LIPI Riewanto Tirtosudarmo menilai ada semangat konservasi terkandung dalam upacara adat Ngasa.

"Ternyata, lingkungan ada hubungannya dengan masyarakat adat di dalamnya," ucap Riwanto di sela upacara adat berlangsung.

Menurut Riewanto, warga kampung adat tidak hanya bisa memanfaatkan lingkungan hutan, tetapi juga sama memperlakukan hutan seperti halnya manusia. Sama-sama mahluk seperti manusia yang harus dikasih sayangi dipelihara, dilestarikan dan dihargai.

"Cabut rumput saja, menurut aturan adat Jalawastu sudah sangat tabu," dia menambahkan.

Dia menyarankan, Kampung Budaya Jalawastu agar dijadikan model pengembangan adat budaya yang ramah lingkungan berkat kepemimpinan adat masyarakat tersebut.

"Saya yakin, pengembangan ke depan akan lebih menyentuh karena peran Pemkab, Perhutani, masyarakat setempat sudah saling klik," ujar dia.

Riewanto berencana mengirimkan tim peneliti untuk dijadikan acuan pengembangan Kampung Budaya yang sudah berumur ratusan tahun, tetapi tetap dipertahankan oleh masyarakatnya.

"Masyarakat Jalawastu, kukuh mempertahankan nilai kejujuran, saling bergotong-royong dan taat beribadah serta sebagai penjaga lingkungan sebagaimana diatur dalam adat istiadatnya," ungkap Riewanto menyimpulkan sementara keberadaan masyarakat Jalawastu.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Brebes Amin Budi Raharja menjelaskan, Dukuh Jalawastu telah sejajar dengan masyarakat adat lainnya yang telah dikenal lebih dahulu di Indonesia, seperti kaum Samin, masyarakat Tengger Banyumas dan lain-lain.

Jalawastu mampu mencerminkan kesadaran masyarakat akan keberagaman budaya dan tradisi di Kabupaten Brebes. Betapa pun, kampung adat merupakan living culture yang berperan dalam pembentukan identitas sosial.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pantangan Unik Warga Jalawastu

Jalawastu merupakan komunitas masyarakat di lereng Gunung Kumbang dan Gunung Sagara yang melestarikan tradisi Sunda Jawa. Pedukuhan tersebut telah terpelihara ratusan tahun lamanya dengan memegang teguh upacara adat budaya Ngasa yang digelar setiap Selasa Kliwon mangsa kasanga setiap tahunnya.

Sebagaimana terlihat pada Selasa, 21 Maret 2017, sejak pukul 05.00 WIB, bada subuh, puluhan ibu-ibu menggendong cepon -keranjang bambu- dengan tangan kanannya menjinjing rantang seng, menyusuri pebukitan Gunung Kumbang Brebes.

Mereka bergegas menuju Dukuh Jalawastu Desa Ciseureuh, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes dimana akan digelar upacara adat Ngasa.

Lelaki tua yang disebut juru kunci Pesarean Gedong Makmur, beserta tetua lainnya dengan berpakaian putih-putih menyusul di belakang rombongan ibu-ibu pembawa makanan.

Menurut penuturan pemangku adat setempat, Dastam, masyarakat Jalawastu pantang makan nasi beras dan lauk daging atau ikan. Yang tersedia adalah jagung yang ditumbuk halus sebagai makanan pokoknya dengan lauk lalapan dedaunan, umbi-umbian, pete, terong, sambal dan dedaunan lainnya.

Begitu pun dengan piring dan sendok. Mereka tidak menggunakan peralatan makan yang terbuat dari bahan kaca. Piring, sendok, cepon dan rantang yang digunakan mereka terbuat dari seng atau dedaunan.

Upacara adat Ngasa ini telah dilaksanakan oleh warga secara turun-temurun sejak ratusan tahun silam. Upacara ini sebagai simbol tanda terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala nikmat yang telah dikaruniakan.

"Seperti di daerah pantai ada sedekah laut, di tengah-tengah ada sedekah bumi. Kami yang di sini boleh dikata sebagai sedekah gunung," ucap Dastam.

Gelaran Ngasa ini diadakan dalam kurun satu tahun sekali. Kali pertama, Ngasa digelar sejak masa pemerintahan Bupati Brebes IX Raden Arya Candra Negara.

Ngasa berarti perwujudan rasa syukur kepada Batara Windu Buana yang dianggap sebagai pencipta alam. Batara sendiri mempunyai ajudan yang dinamakan Burian Panutus yang semasa hidupnya tidak makan nasi dan lauk pauk yang bernyawa.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini