Sukses

Remaja, Klithih, dan Hal-Hal yang Belum Selesai

Peran orangtua dan masyarakat diperlukan untuk mengawasi dan mencegah timbulnya aksi klithih.

Liputan6.com, Bantul - Aksi kenakalan remaja berujung kekerasan belakangan ini kembali marak terjadi di Yogyakarta dan sekitarnya. Aksi itu tak jarang makan korban jiwa. Para pelaku menyebutnya klithih, dari istilah Jawa untuk menunjukkan kegiatan mencari-cari atau mengkais-kais sesuatu di jalanan. 

Aksi klithih yang melibatkan pelajar itu dinilai tidak lepas dari faktor orangtua dan keluarga. Dosen Sosiologi Kriminal UGM Suprapto menjelaskan fenomena klithih ini terjadi karena sumbangsih orang tua dan keluarga dalam menjaga fungsi keluarga yang kurang maksimal.

Sebab orang tua ataupun keluarga harus maksimal dalam melihat perkembangan yang terjadi anaknya. Jika tidak maksimal maka anak akan kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan masyarakat luas. Sehingga akan berpotensi salah memilih lingkungan dan terlibat dalam kegiatan klithih.

"Saya melihat sisi internal fungsi keluarga menipis. Fungsi keluarga dalam hal sosialisasi, pendidikan, budaya, nilai dan norma. Dengan kondisi seperti itu sangat dimungkinkan menjadi salah memilih tempat dan salah memilih lingkungan," kata Suprapto saat dihubungi Rabu 15 Maret 2017.

 

Suprapto mengatakan kurangnya fungsi keluarga inilah yang membuat anak anak itu dapat dengan mudah masuk dalam kelompok tertentu seperti geng pelajar, kelompok lain dengan kakak kelas, dan kelompok geng lainnya.

Saat itulah mereka akan mendapat label baru dan semangat baru melalui doktrin yang diberikan kakak kelas atau pentolan kelompok untuk melakukan kekerasan. Jika tidak berani melakukan kekerasan maka biasanya akan didorong dengan minuman keras.

Polisi di Yogyakarta sendiri saat ini sangat tegas dalam menindak aksi kekerasan terutama yang menyebabkan korban meninggal dunia. Bahkan beberapa pelaku sebelumnya juga sudah diberi sanksi dan dihukum sesuai UU yang ada.

Namun ia berpesan agar saat ditahan pelaku klithih yang masih anak anak ini jangan sampai dalam penahanan dilakukan bersamaan dengan pelaku kejahatan lainnya dangan usia lebih tua, dan kejahatan yang kompleks.

"Kalau misalnya ditempatkan akan ditempatkan khusus akan ada efek jera. Namun bisa saja tetap melakukan kejahatan tersebut karena tercekoki oleh miras tadi," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Banyak Hal belum Selesai 

Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta mengajak masyarakat dan orangtua di daerah ini untuk ikut mengantisipasi aksi klithih

"Kasus klithih ini fenomena baru, dan ini suatu keprihatinan kita semua, pemerintah, orangtua dan masyarakat, tidak hanya dibebankan semuanya ke sekolah," kata Kepala Disdikpora Bantul, Totok Sudarto di Bantul, Rabu, 15 Maret 2017 seperti disiarkan Antara.

Dengan demikian, kata dia, peran orangtua dan masyarakat diperlukan untuk mengawasi aktivitas remaja maupun anak-anak mereka di luar jam sekolah. Mengingat kasus kenakalan remaja yang terjadi selama ini yaitu pada malam hari.

Kasus kenakalan remaja atau klithih di wilayah Yogyakarta dilakukan dengan cara mengendarai sepeda motor pada malam hari. Sebagian di antara gerombolan remaja itu membawa senjata tajam. Bahkan terakhir belasan remaja diamankan polisi karena dugaan akan melakukan aksi klithih itu.

"Kasus klithih itu di luar pengawasan sekolah dan itu sudah pada kewenangan orangtua dan masyarakat. Jadi manakala ada anak pergi hingga larut malam pukul 23.00 dan 24.00 WIB belum pulang, mohon dicari," katanya.

Totok mengakui adanya kasus kenakalan remaja di wilayah Bantul yang sempat menimbulkan korban jiwa akibat penganiayaan oleh sekelompok pelajar menunjukkan masih ada hal-hal yang perlu ditingkatkan lagi. Misal, aksi klithih itu menunjukkan pendidikan budi pekerti di sekolah masih belum berhasil.

"Kami memang belum sukses dalam mendidik siswa dalam berbudi pekerti, untuk itu mari kita bersama-sama peduli, karena orangtua sekarang ini beda dengan dulu, dulu kalau anaknya sampai malam tidak pulang selalu dicari," katanya.

Totok juga mengatakan, hal-hal lain yang perlu dimaksimalkan lagi untuk mencegah dan mengantisipasi aksi klithih adalah komunikasi pihaknya dengan orangtua siswa ke sekolah-sekolah. Bahkan di awal masuk sekolah pencegahannya sudah disampaikan ke orangtua.

"Setelah terbitnya direktorat baru, yaitu Pendidikan Pembinaan Keluarga itu memang peran keluarga harus ditingkatkan, karena kalau sampai terjadi klithih yang rugi kita semua, tidak hanya pemerintah, namun juga orang tua," kata Totok.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.