Sukses

Kecewanya Orangtua Korban Saat Rekonstruksi Diksar Mapala UII

Orangtua dan keluarga korban hadir dalam rekonstruksi dugaan kekerasan diksar Mapala UII.

Liputan6.com, Karanganyar - Keluarga korban meninggal dunia dalam kegiatan diksar Mapala UII ikut menyaksikan proses rekonstruksi di Tlogodlingo, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah, Senin (13/3/2017). Keluarga korban kecewa karena dua tersangka pelaku tindak kekerasan saat diksar yang menewaskan tiga peserta itu tidak dihadirkan.

Dalam rekonstruksi tersebut orangtua korban atas nama Ilham Nurfadmi Listia Adi dan Syait Asyam hadir langsung menyaksikan jalannya reka ulang oleh Polres Karanganyar. Sedangkan dari keluarga korban Muhamad Fadhli yang hadir dalam rekonstruksi itu diwakili oleh pamannya.

Proses rekonstruksi mengambil lokasi di salah satu lapangan di Tlogodlingo, Tawangmangu, Karanganyar. Lokasi tersebut juga menjadi lokasi pengganti tempat yang disebut sebagai "Lembah Penyiksaan" yang letaknya berjarak sekitar tiga kilometer dari lapangan di Tlogodlingo tersebut.

Reka ulang tersebut diawali saat para peserta diksar Mapala UII dikumpulkan saat akan menggelar kegiatan diksar. Dalam proses rekonstruksi ini untuk dua tersangka dan saksi dari panitia diksar tidak dihadirkan, sehingga ‎perannya digantikan oleh petugas kepolisian.

Selain disaksikan langsung oleh Wakapolres Karanganyar, Kompol Prawoko, rekonstruksi tersebut dihadiri  oleh tim penasihat hukum para saksi peserta diksar, petugas Kejaksaan Negeri Karanganyar, LPSK serta dari keluarga korban yang tewas dalam diksar Mapala UII di Tlogodlingo pada Januari silam.

Orangtua korban Nurfadmi Listia Adi, Syafii mengatakan berdasarkan dari adegan-adegan yang ditunjukkan dalam proses reka ulang terlihat adanya tindak kekerasan yang dilakukan para tersangka kepada peserta diksar Mapala UII.

"Saya melihat dari proses ini memang terjadi kekerasan. Pelaku terlihat sangat kejam dan jahat sekali," kata dia di lokasi rekonstruksi di Tlogodlingo, Tawangmangu, Karanganyar, Senin (13/3/2017).

Hanya saja dalam reka ulang ini, ia mengaku kecewa karena dua tersangka tidak dihadirkan. Padahal kedatangannya jauh-jauh dari Lombok, supaya bisa melihat wajah-wajah para tersangka. Dia penasaran dengan wajah pelaku yang begitu tega melakukan kekerasan kepada peserta.

"‎Sangat menyesal karena sebenarnya ingin melihat wajah para pelaku secara langsung, tetapi kenapa kok pakai orang lain untuk pemeran pengganti. Seperti apa sih seremnya wajah pelaku itu, kok jahat dan kejam sekali," ucap dia.‎
 ‎
‎Ia pun berharap pelaku bisa segera diadili dan dihukum seberat-beratnya karena telah menghilangkan nyawa. "Harus dihukum berat," ujar Syafii.

Sementara itu, orangtua Syait Asyam, Adi Suryanto mengatakan bahwa kedatangannya ke lokasi diksar untuk bisa melihat langsung proses rekonstruksi yang sedang berlangsung. Ia datang sendirian tanpa didampingi sang istri.

"Saya datang dari Batam sendiri karena kalau ajak ibu tidak tega. Takut nanti bisa membangkitkan emosinya ibu," kata dia.

Dari hasil pengamatan selama proses reka ulang, ia menyaksikan memang sejak awal terjadi tindak kekerasan. Hal ini terlihat dari adegan-adegan yang dilakukan tersangka yang diperankan petugas kepada para saksi peserta. "Ini jelas ada kekerasan," ujar dia.

Terkait absennya tersangka yang tidak dihadirkan oleh petugas polisi dalam rekonstruksi tersebut, pihaknya cukup menyayangkan. "Karena sejak awal kita hadir di sini tahunya akan ada tersangka yang dihadirkan saat rekonstruksi," tutur dia.

Meski demikian, ‎Adi tidak mempermasalahkan ketidakhadiran panitia diksar Mapala UII. Untuk itu peran panitia digantikan oleh polisi.

"Saya pikir ini lebih bagus biar mereka (peserta diksar) plong dalam menjalankan rekonstruksi," ucap dia.

Sebelumnya, Polres Karanganyar sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka kasus dugaan pengeroyokan dan penganiayaan dalam kegiatan diksar Mapala UII. Keduanya, yakni M Wahyudi alias Kresek dan Angga Septiawan alias Waluyo.

Mereka yang merupakan mahasiswa sekaligus anggota Mapala UII itu dijadikan tersangka setelah polisi menemukan dua alat bukti yang cukup dalam kasus ini. Atas perbuatan mereka, keduanya dijerat dengan Pasal 170 ayat 2 KUHP tentang Pengeroyokan juncto Pasal 351 ayat 2 dan ayat 3 KUHP tentang Penganiayaan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini