Sukses

Misteri Tanah Bergerak dari Gunungkidul Sampai Tasikmalaya

Tanah-tanah bergerak itu berpotensi mengancam kelangsungan hidup warga yang tinggal di atasnya.

Liputan6.com, Jakarta - Pada sejumlah wilayah di Indonesia belakangan ini terjadi fenomena tanah bergerak. Tanah-tanah bergerak itu berpotensi mengancam kelangsungan hidup warga yang tinggal di atasnya.

Penyebab tanah bergerak masing-masing daerah berbeda. Ada yang karena berada di lereng perbukitan, sampai pada dugaan terdapat sungai bawah tanah.

Namun jelas, pergerakan tanah, terutama dari area ketinggian ke area lebih rendah, sangat terbuka kemungkinan memicu longsor. Warga pun resah dan khawatir akan potensi bahaya yang mengancam tersebut.

Misteri tanah bergerak juga masih dalam penelitian sejumlah pihak. Misalnya tim Geodesi Universitas Gadjah Mada yang digandeng Pemerintah Kabupaten Trenggalek.

Tim itu digandeng untuk meneliti fenomena pergerakan tanah di Desa Pucanganak, Trenggalek beberapa bulan silam yang menyebabkan 21 bangunan retak-retak dan sebagian roboh. Dari kesimpulan tim itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Trenggalek menyatakan, area pemukiman yang berdiri di atas kawasan perbukitan yang mengalami pergerakan atau pergeseran tanah secara terus-menerus itu tidak layak untuk dihuni warga.

Kejadian tanah bergerak sebagai fenomena alam di beberapa daerah juga disertai kemunculan fenomena alam lain. Seperti di Desa Dermasuci, Tegal, Jawa Tengah, yang tiba-tiba air mengucur deras keluar dari tanah sebelum tanah di sana bergerak.

Namun, pergerakan tanah tak cuma menimpa Tegal. Sejumlah daerah di Indonesia pernah mengalaminya.

Dalam setahun terakhir ini, Liputan6.com mencatat ada sejumlah fenomena tanah bergerak. Berikut catatannya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Tanah Bergerak di Gunungkidul

Warga di Dusun Soka, Desa Mertelu, Kecamatan Gedangsari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dihebohkan dengan fenomena tanah bergerak. Fenomena alam ini membuat satu rumah mengalami kerusakan di beberapa titik dinding dan bagian lantai yang retak lalu bergeser sejauh 50 sentimeter.

Rianti, salah satu warga, harus mengungsi ke tempat yang aman. Oleh sebab itu, ia dan keluarga memutuskan untuk sementara waktu mengungsi ke rumah orangtua.

"Kami sudah melaporkan kejadian ini ke pemerintah desa," kata Rianti, Kamis, 16 Februari 2017.

Sudarman Adi Darmanto, tetangga Rianti, juga bernasib sama. Rumahnya juga bergeser sekitar 50 sentimeter. Tidak hanya itu, tanah bergerak itu juga memicu tanah berlubang.

Lubang-lubang kecil itu muncul di lahan pekarangan penduduk dengan ukuran berbeda-beda. Hal ini membuatnya khawatir. Ia berharap pemerintah segera mengatasi masalah ini.

"Beberapa lokasi juga muncul lubang kecil-kecil. Semoga segera dilakukan penanganan oleh pemerintah," kata dia.

Kasi logistik dan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul Sutaryono mengaku sudah melakukan cek lokasi. Ia dan tim akan segera melakukan kajian terkait masalah tanah bergerak ini.

"Kajian dilakukan untuk penanganan selanjutnya," kata dia.

3 dari 6 halaman

Tanah Bergerak di Tegal

Tanah bergerak dan ambles terjadi di sejumlah titik di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah dan sekitarnya, Minggu, 29 Januari 2017. Pemicunya adalah hujan disertai angin kencang yang melanda wilayah itu dalam dua hari terakhir.

Akibatnya, puluhan rumah warga dan jalan di Desa Dermasuci, Kecamatan Pangkah, Kabupaten Tegal, rusak parah dan belasan rumah roboh.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tegal, sebanyak 72 rumah warga rusak sedang hingga berat dan 11 rumah di antaranya roboh.

"Dari kemarin Sabtu hujan terus-menerus turun. Kemungkinan itu yang sebabkan tanah ambles dan tanah bergerak," ucap Wawan (38), seorang warga setempat.

Ia menambahkan, tanah bergerak yang melanda puluhan rumah warga di desanya ini menyebabkan kerugian yang tak sedikit. Tempat tinggal rusak dan akses jalan yang sulit akibat ambles.

"Kami warga di sini tetap waspada karena kemungkinan ada pergerakan tanah susulan," dia menambahkan.

Warga dibantu Tim Gabungan dari BPBD, TNI, warga dan Polri lalu mengevakuasi sejumlah barang-barang di rumah-rumah warga yang kondisinya rusak parah dan roboh.

"Karena seharian ini masih hujan, proses evakuasi bersih-bersih puing-puing rumah warga terkendala," kata dia.

Warga lainya, Hendra (40), mengisahkan pergerakan tanah mulai terasa dan terjadi sejak Sabtu malam, 28 Januari 2017, saat kondisi cuaca hujan lebat disertai angin.

"Minggu pagi ini tiba-tiba tanah bergerak lagi dan menyebabkan rumah warga ambrol karena tanah ambles," ucap Hendra.

Dari informasi yang dihimpun, seminggu sebelum kejadian bencana ini terjadi peristiwa aneh. Aliran air di pancuran sumber mata air Lohjinawi di desa lokasi bencana tiba-tiba deras. Diameter pancuran mencapai 20 sentimeter. Ppadahal biasanya aliran seperti dari keran air.

Menurut tokoh desa setempat, jika terjadi kemunculan hal aneh yang terjadi di Desa Dermasuci, maka hal itu menjadi tanda-tanda akan terjadi sesuatu di desa setempat.

Desa Dermasuci dinilai sebagai daerah yang keramat lantaran diapit oleh tujuh perbukitan dan dua mata air. Dua mata air yang tak pernah kering itu adalah Sumur Duren dan Mata Air Lohjinawi.

"Ya, memang saya akui informasi dari warga seminggu sebelum terjadi bencana itu ada air dari sumber mata air Lohjinawi yang tidak biasa. Karena pancuranya kencang berukuran sekitar bola," ucap Kepala Desa Dermasuci, Mulyanto, beberapa waktu lalu.

Namun demikian, kata dia, pihaknya tak terlalu menggubris fenomena tersebut dan menganggapnya biasa-biasa saja mengingat saat ini musim penghujan.

"Saya anggap kebetulan saja terjadi seperti itu, karena memang tanah di sini itu memang labil dan rawan tanah longsor," kata Mulyanto.

4 dari 6 halaman

Tanah Bergerak di Tasikmalaya

Fenomena tanah bergerak di kawasan Sukapada, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, masih terjadi. Akibatnya, rumah warga miring dan kaca-kaca jendela pecah.

"Tadi malam jam 10 terjadi lagi, kaca rumah pecah, rumah juga jadi miring," kata warga Kampung Citeureup, Desa Sukapada, Tasikmalaya, Ikah Atikah, di lokasi, seperti dikutip dari Antara, Senin, 23 Mei 2016.

Dia menuturkan, pergerakan tanah terjadi secara tiba-tiba dan menyebabkan retakan dinding rumah membesar. Selain itu, kerusakan juga terjadi pada atap bagian dapur rumahnya yang dikhawatirkan akan roboh.

"Bingung melihat kondisi rumah, atap dapur hampir roboh, takut sewaktu-waktu rumah saya akan roboh," tutur Ikah.

Ia mengungkapkan, kerusakan pada rumahnya itu sudah terjadi sejak April 2016. Pada awalnya hanya retakan kecil pada dinding rumah. Meski kini kerusakan terus membesar, dia tak bisa meninggalkan rumahnya.

"Tetap di sini meski setiap malam saat tidur suka ketakutan, takut roboh," ujar Ikah.

Sementara itu Kepala Desa Sukapada Dudung Kamal Mustopa mengatakan, fenomena tanah bergerak sudah terjadi di daerah tersebut sejak 1995.

Tim ahli geologi, kata dia, sudah meneliti fenomena itu sekitar 1997-1998 lalu dan menyimpulkan daerah tersebut zona berbahaya yang rawan pergerakan tanah.

"Ahli geologi menyatakan tiga kampung di desa kami sebagai zona merah," ujar Dudung.

Ia menambahkan peristiwa lain sempat membuat takut warga, yakni saat perbukitan sebelah utara Kampung Geradaha amblas dengan disertai suara gemuruh hingga warga panik berhamburan ke luar rumah.

"Kondisi sekarang masih saja terjadi. Jalan kampung dan rumah juga retak-retak, hampir semua rumah miring karena tanahnya selalu bergerak," ucap Dudung.

5 dari 6 halaman

Tanah Bergerak di Trenggalek

Pergerakan tanah terjadi di Desa Pucanganak, Trenggalek, Jawa Timur. Pergerakan tanah itu menyebabkan 21 bangunan retak-retak dan sebagian roboh.

Kasus tanah bergerak di Dusun Sumber, Desa Pucanganak ini sebagai peristiwa langka. Sesuai analisis teknis tim peneliti UGM, kasus tanah bergerak di sini adalah satu dari delapan kejadian sejenis yang terjadi di seluruh Indonesia.

Kesimpulan sementara berdasarkan penelitian sebelumnya, di area lokasi tanah bergerak Desa Pucanganak seluas kurang lebih lima hektare yang dihuni 25 kepala keluarga (KK) itu diduga karena terdapat danau atau sungai bawah tanah yang menyebabkan struktur daratan labil.

"Yang pasti tanah di kawasan itu tidak bisa dibangun apa pun karena berdasar kajian teknis pergerakan tanah terus terjadi selama bertahun-tahun," ucap Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Trenggalek Joko Rusianto di Trenggalek, Sabtu, 14 Mei 2016.

Kendati tanah aktif dan rawan longsor, menurut Joko, BPBD tidak bisa memaksa warga untuk pindah ke permukiman lain yang lebih aman.

Dari 25 KK yang terdata menempati rumah/bangunan permanen di area tanah bergerak itu, kata Joko, baru lima KK yang sudah berhasil direlokasi. Sementara, 20 KK sisanya masih bertahan.

6 dari 6 halaman

Tanah Bergerak di Banjarnegara

Ramidi terburu-buru mengemasi barang-barangnya yang tersisa. Dia akan meninggalkan rumahnya untuk menghindari tanah longsor di Desa Clapar, Kecamatan Madukara, Banjarnegara, Jawa Tengah. Rumah tetangganya sudah rata dengan tanah.

Di ujung gang, mobil bak terbuka sudah menanti pria 60 tahun itu. "Saya takut rumah saya ikut terbawa longsor," kata dia, Jumat, 1 April 2016.
 
Tanah yang ia tempati selama ini, sejak Jumat pekan lalu, perlahan-lahan bergerak. Jarak luncurannya sudah mencapai lima kilometer.

Berbeda dengan longsor Jemblung pada tahun 2014 yang menewaskan 108 orang, bencana alam kali ini terjadi perlahan. Tidak dalam hitungan detik, sehingga penduduk setempat bisa mengungsi terlebih dahulu.

Rumah tetangga Ramidi sudah rata dengan tanah. Perlahan hancur karena tanah tempat bangunan berdiri, sudah bergeser ratusan meter. Begitu pun dengan jalan utama di desa itu, tinggal serpihan aspal yang terlihat. "Kami harus memutar empat jam untuk ke Banjarnegara atau naik bukit di atas mahkota longsoran," ujar Ramidi.

Komandan Operasional Penanganan Bencana Clapar, Kolonel Infanteri Bastari mengatakan, panjang luncuran longsor kini sudah mencapai lima kilometer dengan lebar 200 meter.

"Tim dari Badan Geologi akan mengukur kembali gerakan tanah itu agar presisi," kata dia di Pos Komando Clapar.

Untuk mencapai Desa Clapar kini tak semudah sepekan lalu. Ada dua cara mencapai tempat ini. Pertama yakni mendaki bukit untuk menjelajah jalan setapak di atas mahkota longsoran. Cara ini berbahaya karena licin dan ancaman longsoran lain.

Cara kedua yakni jalan memutar melalui Kecamatan Karangkobar, Pejawaran dan Pagentan. Butuh waktu sekitar tiga jam dengan cara ini karena jalan yang berlubang dan ambles.

Bastari mengatakan, saat ini ada 20 rumah rusak berat. Selain itu, 33 rumah terancam rusak karena tanah masih bergerak.

Kepala Badan Penanganan Bencana Daerah Banjarnegara, Catur Subandrio di tempat yang sama mengatakan, saat ini jumlah pengungsi bertambah menjadi 296 jiwa atau 85 kepala keluarga.

"Mereka ini yang khawatir rumahnya akan terkena longsor juga setelah melihat pola longsoran," tutur dia.

Selain ditempatkan di lima tempat pengungsian, banyak pengungsi bencana longsor yang saat malam hari menginap di rumah kerabatnya. Sedangkan anak sekolah, dijemput oleh kendaraan TNI untuk diantarkan ke sekolah masing-masing.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini