Sukses

6 Fakta Menarik soal Pasar di Bali

Pasar-pasar di Denpasar, Bali, menyimpan fakta-fakta yang menarik. Juara di Asia sampai geliatnya menghadapi ritel modern.

Liputan6.com, Denpasar - Provinsi Bali menjadi destinasi ternama yang terkenal hingga mancanegara. Sebagian warga asing bahkan lebih mengenal Bali dengan ibu kota Denpasar daripada Indonesia.

Secara administratif, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Kota Denpasar.

Sebagai daerah tujuan wisata unggulan di Indonesia, keindahan alam dan keunikan budaya berpadu menjadi daya tarik utama. Dari potensi alamnya, pantai-pantai terkenal indah dan asyik untuk dikunjungi.

Dari hasil penelusuran Liputan6.com saat agenda studi banding Pemkot Surabaya di Kota Denpasar beberapa waktu lalu, potensi sosial budaya di Bali juga menarik. Salah satunya tentang pasar. Ada enam fakta menarik mengenai pasar yang jarang diketahui orang di Kota Denpasar.

1.  Denpasar Punya Arti Selatan Pasar

Kabag Humas dan Protokoler Pemkot Denpasar, Rahoela, menuturkan bahwa nama Denpasar berasal dari kata Den yang artinya Selatan dan Pasar yang artinya tempat bertemunya penjual dan pembeli dalam suatu perdagangan.

"Jadi secara keseluruhan Denpasar bermakna selatan Pasar," tutur Rahoela kepada Liputan6.com di Denpasar. Sebelumnya, kawasan ini merupakan bagian dari Kerajaan Badung, atau sebuah kerajaan yang pernah berdiri sejak abad ke-19.

"Kerajaan tersebut ditundukkan oleh Belanda pada 20 September 1906, dalam sebuah peristiwa heroik yang dikenal dengan Perang Puputan Badung," kata Rahoela.

Setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945 dan berdasarkan Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958, Denpasar menjadi ibu kota dari pemerintah daerah Kabupaten Badung.

"Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Des.52/2/36-136 tanggal 23 Juni 1960, Denpasar juga ditetapkan sebagai ibu kota bagi Provinsi Bali yang semula berkedudukan di Singaraja," ucap Rahoela.

Rahoela melanjutkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1978, Denpasar resmi menjadi Kota Administratif Denpasar.

Seiring kemampuan serta potensi wilayahnya dalam menyelenggarakan otonomi daerah, maka pada 15 Januari 1992, berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1992, Kota Denpasar ditingkatkan statusnya menjadi kota madya dan diresmikan pada 27 Februari 1992. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Juara di Asia

2. Belajar ke Surabaya, Pasar Sindu Sanur Terbaik se-Asia

Kota Denpasar terus membenahi diri dari segala sektor, terutama di bidang pengelolaan pasar rakyat atau pasar tradisional. Tidak tanggung-tanggung, Pemkot Denpasar memberangkatkan tim dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMS) untuk belajar ke Surabaya.

Dan hasil adopsi proses revitalisasi pasar tradisional di Surabaya, Pasar Sindu Sanur meraih penghargaan sebagai pasar terbaik se-Asia.

Kabag Humas dan Protokoler Pemkot Denpasar, Rahoela, menuturkan bahwa pemkot Denpasar melihat Surabaya begitu maju di bawah kepemimpinan Tri Rismaharini.

"Wali Kota Denpasar IB Rai Dharmawijawa Mantan beserta seluruh jajaran SKPD di Kota Denpasar sangat kagum dengan kemajuan Kota Surabaya," tutur Rahoela.

Rahoela menjelaskan, secara de facto, Surabaya memang lebih maju dan melihat dari karakteristik kota Denpasar dengan Surabaya hampir mirip karena sama-sama kota urban. Kemudian kepadatan penduduknya juga sama meskipun Kota Denpasar relatif lebih sedikit, maka oleh karena itu pemkot Denpasar mencoba untuk belajar ke Kota Surabaya.

"Jadi tim kami dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa pergi ke Surabaya, kemudian mencoba untuk melihat lihat dan ternyata memang benar, Kota Surabaya sangat maju," kata Rahoela.

Dia mengatakan, ada beberapa hal yang bisa diadopsi oleh Kota Denpasar dari Kota Surabaya, salah satunya adalah proses revitalisasi pasar tradisional di kota Surabaya.

"Kami adopsi proses revitalisasi pasar di Surabaya ke Pasar Sindu Sanur sehingga pasar itu meraih penghargaan terbaik se Asia," ucapnya.

Rahoela menyampaikan, tipologi penduduk masyarakat di Surabaya dan Denpasar ada sedikit perbedaan. Masyarakat di Surabaya mungkin hidrogen tetapi masih dalam konteks di Jawa, Madura, dan sekitarnya. Tetapi kalau di Denpasar ini sudah hampir nusantara bahkan dunia karena penduduknya berasal dari mana-mana.

"Dengan demikian, pasti ada interaksi budaya dan ini yang sedikit membedakan. Kita tidak bisa menyatakan bahwa ini lebih maju atau tidak, semua membawa kondisi tersendiri," ujar Rahoela.

3. Denpasar Berdayakan Masyarakat Lokal di Pasar Tradisional

Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar tetap memberdayakan masyarakat lokal untuk mengelola pasar tradisional. Hal tersebut bertujuan untuk mengupayakan perekonomian harus tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat lokal.

"Jadi prinsipnya memperkecil bahkan meniadakan kebocoran ekonomi, supaya perekonomian tumbuh dan berkembang di masyarakat kita sendiri," tutur Kabag Humas dan Protokoler Pemkot Denpasar, Rahoela.

Ia mencontohkan, ketika ada investasi yang datang dari luar dengan nominal rupiah yang sangat besar di pasar tradisional tersebut, kemudian nanti pasti akan mengganggu pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitar pasar.

"Jadi jangan sampai nanti ada investasi tetapi nilai tambahnya justru tidak ada, dinikmati oleh investor asing atau investor luar," kata Rahoela.

Semakin meningkatnya kualitas pengelolaan pasar tradisional itu maka masyarakat lokal juga dituntut untuk bisa berinteraksi dengan masyarakat internasional. Di dalam interaksi tersebut pasti ada yang bisa diadopsi seperti misalnya mengenai kebersihan, kesehatan dan kenyamanan pasar tradisional tersebut.

"Hal yang baik harus diadopsi tetapi jangan kehilangan budaya dasar kita yaitu ramah tamah, interaksi yang berdasarkan konsep hubungan antara manusia dengan manusia yang harus tetap terjalin dengan baik," ujar Rahoela.

3 dari 5 halaman

Jurus Lawan Pasar Modern

4. Jurus Jitu Hadapi Gempuran Pasar Modern

Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar mempunyai jurus jitu mengelola pasar tradisional untuk tetap eksis di tengah gempuran pasar modern yang merajalela di mana-mana.

Kabag Humas dan Protokoler Pemkot Denpasar, Rahoela menuturkan bahwa peran pemerintah adalah meregulasi pasar. Melalui peraturan Wali Kota, Pemkot Denpasar telah membatasi pertumbuhan pasar modern dan memberikan kesempatan kepada pasar tradisional untuk tumbuh kembang baik secara fisik maupun mengikuti tren ekonomi.

"Oleh karena itu fisik, mental dan manajemen kita harus perbaiki tanpa harus kehilangan akar budaya. Maka dengan demikian, pasar kita akan berkembang," tutur Rahoela.

Rahoela mengatakan bahwa dulu masyarakat datang ke pasar tradisional tidak mau karena tempatnya yang becek, dan harganya mahal. Maka pemkot Denpasar berusaha untuk mengelola pasar itu melalui manajemen yang ada.

"Semua pasar tradisional ini kami berikan pendampingan supaya pengelolaan bisa lebih baik lagi," kata Rahoela.

Sementara itu, Kepala Disperindag Kota Denpasar Laksmi Saraswati menambahkan pasar modern yang berjumlah 295 di Kota Denpasar, tidak akan bisa bertambah dikarenakan saat penetapan atau pembatasan jumlah minimarket tertuang dalam peraturan daerah (perda).

"Kenapa hanya 295, karena itu merupakan jumlah pasar modern yang ada di Denpasar saat perda ditetapkan pada 2011 atau dua tahun setelah pengesahan perda," ucap Laksmi.

Menurut Laksmi, Pemkot Denpasar juga akan melarang pendirian pusat perbelanjaan atau mall jika disekitarnya mempengaruhi pertumbuhan pasar tradisional. "Ada kawasan masing-masing untuk supermarket, mini market dan pusat perbelanjaan maupun perdagangan," ujar Laksmi.

Laksmi menegaskan, pemkot Denpasar juga akan mengevaluasi izin 295 minimarket pada 2017 dan tidak akan memperpanjang izin usahanya jika melanggar serta tidak bisa memenuhi persyaratan yang sudah diperbaruhi sesuai dengan permendagri.

"Tahun ini kami akan melakukan evaluasi atau pembaharuan perda minimarket sehingga pasar tradisional atau biasa kami sebut pasar rakyat tidak tergerus dengan pasar modern," kata Laksmi.

Laksmi menyampaikan Pemkot Denpasar juga mempunyai jurus jitu supaya pasar tradisional tetap bisa bersaing dengan pasar modern, yaitu dengan mengkoneksikan pasar sebagai tujuan wisata.

"Pasar rakyat baik yang dikelola BUMD maupun adat kita masukkan dalam city tour serta membuat sekolah bagi pedagang pasar untuk meningkatkan mutu SDM ketika berjualan serta diwajibkan melakukan pengakuan dosa ketika sudah membentak atau tidak sopan dalam melayani pembeli saat berdagang," kata Laksmi.

4 dari 5 halaman

Omzet Tembus Rp 5 Miliar

5. Pasar Tradisional di Denpasar Beromzet Rp 5 Miliar

Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar terus mengembangkan kualitas pasar tradisional supaya mendapatkan hasil yang optimal. Melalui program revitalisasi pasar tradisional, alhasil pasar yang biasa disebut dengan pasar rakyat tersebut saat ini beromset Rp 5 miliar.

Kepala Disperindag Kota Denpasar Laksmi Saraswati menuturkan bahwa program revitalisasi pasar tradisional di Denpasar berasal dari program dari pemerintah pusat dan Pasar Agung dinobatkan sebagai pasar pencontohan nasional.

"Usai dilakukan revitalisasi tingkat eksfurniture omzet hanya sekitar Rp 2 miliar, namun sekarang sudah bisa beromzet Rp 5 miliar," tutur Laksmi.

Laksmi mengatakan, sistem pengelolaan yang dikembangkan pada pasar tradisional adalah dengan membentuk sekolah pasar rakyat, atau diadakan pelatihan kepada pedagang pasar.

"Sistem pengelolaan pasar rakyat masih menganut proses tawar-menawar. Hal ini sebagai penguatan jati diri masyarakat kota Denpasar," kata Laksmi.

Laksmi menegaskan, sektor pariwisata menyumbangkan 80 persen pendapatan asli daerah (PAD) bagi provinsi Bali, sedang 20 persen diperoleh dari berbagai sektor termasuk pengelolaan pasar tradisional.

"Pengelolaan Pasar Tradisional pun juga memberikan sumbangsi PAD bagi Bali. Namun tidak terlalu besar," ujar Laksmi.

5 dari 5 halaman

Genjot Belanja Turis Asing

6. Revitalisasi Pasar Tradisional Genjot Belanja Turis Asing

Program revitalisasi pasar tradisional yang dilakukan oleh pemkot Denpasar ternyata sukses memikat daya belanja turis mancanegara. Salah satu pasar tradisional yang sering dikunjungi oleh turis mancanegara adalah Pasar Sindu Sanur.

Pengelola Pasar Sindu Desa Sanur, Made Sidarta menuturkan bahwa Pasar Sindu direvitalisasi sejak tahun 2010. Pasar ini berdiri di atas lahan 5,2 are atau 5.200 m2.

"Sekitar 200 pedagang lokal yang berjualan di Pasar Sindu tertata rapih dan lantai keramik yang terpasang sangat bersih serta bebas dari sampah dan bau," tutur Made Sidarta.

Made Sidarta mengatakan, walau menyandang sebagai pasar tradisional, Pasar Sindu banyak dikunjungi turis mancanegara yang mau berbelanja.

"Pasar Sindu mulai beroperasi sejak pukul 03.00 waktu Bali dan berakhir sampai jam 12.00. Di sore hari, diarea parkir Pasar Sindu ditempati pasar senggol hingga pukul 22.00," kata Made Sidarta.

Sementara itu, salah satu pedagang di pasar Sindu, Wayan Wendi mengaku puas dengan pengelolaan pasar lebih tertata rapi dan bersih, sehingga turis mancanegara juga mau berbelanja di pasar ini.

"Banyak turis yang belanja di sini, biasanya orang jepang, mereka belanja tomat," ucap Wayan Wendi.

Sedangkan Frans Bremer (73) turis asal Belanda juga mengaku senang belanja di Pasar Sindu karena ada interaksi komunikasi dengan penjual yang jago berbahasa Inggris dan ramah.

"Tiap hari saya di sini dengan bersepada angin meski hanya membeli sayur dan buah buahan," kata Frans.

Mantan personel Angkatan Laut Belanda yang datang ke Bali bersama istrinya ini juga sangat nyaman belanja di pasar yang dikelola desa adat ini. "Sangat bersih, nyaman, dan harganya murah," ujar Frans.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini