Sukses

Kasus Korupsi Masjid Masuk Sidang, Eks Bupati Sula Tak Ditahan

Eks Bupati Sula didakwa korupsi proyek pembangunan Masjid Raya Sanana yang menelan anggaran proyek sebesar Rp 23,5 miliar.

Liputan6.com, Ternate - Perkara kasus korupsi pembangunan masjid raya Sanana, Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara memasuki babak baru. Ahmad Hidayat Mus alias AHM selaku mantan Bupati Sula menjalani sidang perdana sebagai terdakwa di ruang sidang Gamalama, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ternate, Maluku Utara, pada Selasa 31 Januari 2017.

Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Indonesia II DPP Partai Golkar itu, datang bersama enam orang petinggi DPD Partai Golkar Malut dan sejumlah wakil rakyat DPRD provinsi setempat, serta bupati dan seluruh pimpinan SKPD Kabupaten Pulau Taliabu.

AHM didakwa mengkorupsi proyek pembangunan Masjid Raya Sanana tahun anggaran 2006-2010 dengan total anggaran proyek sebesar Rp 23,5 miliar. Terdakwa yang berusia 48 tahun itu merupakan saudara kandung Bupati Pulau Taliabu Aliong Mus dan Ketua DPRD Malut Alien Mus.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Maluku Utara mendakwanya karena realisasi anggaran proyek 100 persen tidak sesuai dengan kondisi fisik di lokasi pekerjaan pembangunan masjid raya.

Berdasarkan surat dakwaan, AHM selaku Bupati Sula didakwa telah melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau koorporasi.

"Terdakwa telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara, perbuatan ini mempunyai hubungan yang sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut," ucap jaksa saat membacakan dakwaan.

AHM didakwa memiliki kewenangan pada 2006 hingga 2010 sebagai Bupati Kepulauan Sula, mempunyai tugas dan wewenang, serta kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 25 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 dan 2 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Akibat dari perbuatan AHM, negara dirugikan sebesar Rp 5.521.627.047. Hal itu terlihat, kata anggota Majelis Hakim Saiful Anam, sebagaimana diuraikan dalam laporan hasil audit penghitungan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi proyek pembangunan masjid raya Sanana pada Dinas PU Kepulauan Sula TA 2006-2010.

Perbuatan terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Disambut Demo Berujung Bentrok

Pantauan Liputan6.com, pada saat kedatangan terdakwa korupsi masjid raya itu disambut aksi demo dari puluhan warga dan mahasiswa dari Kabupaten Kepulauan Sula yang berada di Ternate.

Mereka meminta Majelis Hakim dapat melihat kedudukan terkdakwa AHM. Menurut mereka, AHM tidak hanya pelaku tetapi aktor utama di balik kerugian negara dalam kasus korupsi ini.

Massa aksi ini mengemukakan beberapa kejanggalan proses penyidikan kasus yang diduga melibatkan AHM tersebut yang dilakukan penyidik Polda dan Kejaksaan Tinggi setempat.

Mereka meminta Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Ternate agar melakukan penahanan terhadap terdakwa AHM. Sebab, Indonesia merupakan negara hukum dan bukan negara kekuasaan. Sehingga asas equality before the law (semua orang sama di mata hukum) harus dijunjung tinggi aparat penegak hukum.

"Karena posisi AHM selaku terdakwa korupsi sama dengan posisi terdakwa korupsi lainnya yang sudah ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka maupun terdakwa korupsi, kenapa AHM tidak," kata koordinator aksi Mus Eleko, saat menyampaikan orasinya di depan gedung Pengadilan Tipikor pada PN Ternate.

Pihaknya mendesak Ketua Pengadilan agar mengeluarkan surat penahanan terdakwa AHM, dan mendesak Jaksa Penuntut Umum Kejati Malut menambahkan Pasal 55 KUHP dalam dakwaan bekas Bupati Sula itu.

"Apabila tuntutan kami ini tidak diindahkan maka kami akan menurunkan massa aksi yang lebih besar untuk memboikot aktivitas Pengadilan Negeri Ternate," kata dia.

Massa aksi yang berdemo sejak siang hingga usai persidangan kasus dakwaan AHM itupun akhirnya bentrok dengan aparat kepolisian.

Pengamatan Liputan6.com, bentrok bermula ketika terdakwa AHM hendak menuju ke dalam mobil pribadi yang disiapkan di tempat parkiran gedung setempat, dikepung oleh puluhan massa aksi tersebut.

Kondisi itu membuat massa aksi berhadap-hadapan dengan petugas keamanan dari Polres Ternate yang disiagakan untuk menjaga dan memantau jalannya aksi serta persidangan tersebut.

Bentrokan akhirnya berhasil diredam setelah terdakwa korupsi itu bersama seluruh rombongannya berhasil keluar dengan mobil atau kendaraan masing-masing.

Dari hasil bentrokan, beberapa mahasiswa mengalami lebam di bagian wajah dan kaki akibat berhadapan dengan aparat setempat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini