Sukses

Dilangkahi soal Morotai, Sultan Tidore Bersurat pada Jokowi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan kerja sama dengan Jepang untuk mengelola Pulau Morotai.

Liputan6.com, Ternate - Sultan Tidore Husain Sjah bersuara soal undangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Jepang untuk berinvestasi di Pulau Morotai. Suaranya itu disampaikan melalui warkat atau surat terbuka Sultan Tidore.

Dalam surat itu, Sultan Tidore menyatakan keberatannya atas pernyataan kerja sama Indonesia dan Jepang untuk mengelola Pulau Morotai tanpa mengajak bicara pihaknya dan warga setempat yang merupakan pemilik tanah Pulau Morotai.

Menurut Sultan Tidore, Pulau Morotai memiliki sejarah penting bagi Indonesia dan dunia. Maka itu, penjelasan secara transparan mengenai rencana kerja sama itu sangat penting bagi warga yang mendiami Morotai sejak lama.

"Apakah dalam kerja sama tersebut Yang Mulia telah melibatkan pemerintah Morotai dan masyarakat Pulau Morotai sebagai pemilik sah pulau tersebut? Sungguh saya sedih kalau penduduk dan pemilik sah Pulau Morotai tidak dilibatkan," kata Sultan Tidore.

Berikut adalah isi surat terbuka Sultan Tidore secara lengkap:

Warkat Sultan Tidore

Kepada Yth

Presiden RI

Ir. Joko Widodo

Assalamualaikum wr.wb.

Dalam menulis warkatul ikhlas ini, saya berharap semoga Allah ajja wajallah memberikan kesehatan dan keafiatan kepada Yang Mulia sehingga dapat menunaikan tugas dan tanggung jawab sebagai kepala negara dengan sebaik baiknya sesuai dengan sumpah yg pernah Yang Mulia ucapkan pada saat dilantik menjadi Presiden RI.

Mohon maaf yang Mulia, sudi kiranya bisa mendengar dan menyikapi apa-apa yg mengusik hati kami di Propinsi Maluku Utara. Semalam tgl 15 Januari 2017 saya mendapat informasi lewat siaran di salah satu tv swasta yg memberitakan bahwa yang Mulia telah melakukan kerjasama dengan Negara tetangga Jepang utk mengelola Pulau Morotai.

Andaikan berita itu benar maka saya ingin bertanya kepada Yang Mulia, apakah kerjasama yang Mulia lakukan itu telah melalui pertimbangan yang menyeluruh? Baik dari sisi ekonomi, politik dan budaya, pertahanan keamanan serta harkat dan martabat bangsa? Dan, apakah dlm kerjasama tsb yang Mulia telah melibatkan pemerintah Morotai dan masyarakat pulau Morotai sebagai pemilik sah pulau tersebut? Sungguh saya sedih kalau penduduk dan pemilik syah pulau morotai tidak dilibatkan.

Jika pertanyaan diatas sudah yang Mulia lakukan, maka sebagai anak kandung dari negeri Maluku Kie Raha memohon kehadapan yang Mulia sudi kiranya yang Mulia bisa secara transparan menunjukan itu kehadapan kami masyarakat Maluku Utara dan lebih khusus lagi masyarakat pulau Morotai. Kenapa ini penting bagi kami? Jawabannya karena pulau Morotai mempunyai sejarah yg sangat penting bagi bangsa Indonesia dan bahkan dunia. Hal lain agar tidak menimbulkan fitnah dan kemudratan dikemudian hari.

Jika sekiranya hal hal yang saya sampaikan diatas belum terpenuhi semuanya, maka atas nama Allah dan Bangsa Indonesia yang saya cintai mohon kiranya yang Mulia mengkaji ulang bentuk kerjasama tersebut. Kegelisahan kami ini, adalah untuk kemaslahatan kita bersama dan anak cucu kita dikemudian hari.

Dari keraton Kesultanan Tidore, kami ingin Rumah NKRI ini dapat Yang Mulia dan kami jaga dan rawat secara bersama sama sehingga semuanya merasa betah dan nyaman tinggal didalamnya.

Akhirnya kepada Sang Pencipta Al Khalik saya berharap kiranya yang Mulia bapak Presiden Joko Widodo di berikan kearifan dan ketajaman matahati utk membawa bahtra Indonesia yg berisi ratusan juta hamba Allah ini ke pulau harapan yng kita dambakan bersama, baldatun tayyibatun wa Rabbun Gafuuur.

Hormat kami

Sultan Tidore

Husain Sjah

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bentuk Keprihatinan Sultan Tidore

Warkat yang disampaikan Sultan Tidore itu diapresiasi beragam kalangan. Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Khairun Hasby Yusuf menilai surat itu merupakan bentuk keprihatinan Sultan Tidre atas investasi bercorak kolonial.

"Pak Sultan mengkhawatirkan dampak dari investasi itu tidak memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat Pulau Morotai dan umumnya Maluku Utara," ucap Hasby kepada Liputan6.com, Kamis (19/1/2017).

Keprihatinan itu muncul berlatar pengalaman buruk saat investasi masuk tanpa melibatkan warga setempat. Ia mencontohkan kondisi di Pulau Gebe, Pulau Obi, dan Pulau Halmahera. Sumber daya alam setempat berupa nikel dan emas ternyata lebih banyak dinikmati mereka yang berkuasa di pusat kekuasaan.

Surat Sultan Tidore Husain Syah, menurut Hasby, juga merupakan suatu sindiran politik atas pemerintah daerah wilayah Maluku Utara yang terlalu asyik berkonspirasi dengan pemerintah di Jakarta.

"Terima kasih Sultan Tidore Husain Syah atas keberaniannya membela rakyat," kata Hasby.

Anggota DPR RI Dapil Maluku Utara Syaiful Bahri Ruray juga mengapresiasi respons pemerintah pusat atas surat yang disampaikan Sultan Tidore Husain Syah tentang rencana investasi di Pulau Morotai.

Saiful berpendapat kegelisahan dan tanya Sultan Tidore itu lebih pada fungsi Sultan sebagai kolano kawasan Moloku Kieraha (Maluku Utara) yang merupakan kewajiban kultural Sultan sebagai simbol kultural pada wilayah setempat.

"Surat ini demikian cepat menjadi viral hingga Istana dan Senayan. Padahal surat awak Senayan, khususnya kepada kekuasaan lokal Maluku Utara, bahkan tak tergubris dan hilang bagai ditelan deburan gelombang Selat Maitara," kata dia.

Ia mengingatkan, tanpa kesiapan lokal, perspektif pengembangan dari pinggiran, sebagaimana yang sering didengungkan Jokowi, bagaikan penyanyi tunggal belaka. "Bahwa Sultan memposisikan diri sebagai kolano, di mana keberpihakannya terhadap masyarakat lokal Morotai, sungguh sangat proporsional," kata Saiful.

Saiful berharap membangun Morotai yang identik dengan mempersiapkan gerbang Indonesia menuju episentrum baru dunia di kawasan Pasifik itu harus melibatkan masyarakat lokal. Dia mengatakan ‘warkatul ikhlas Jou Kolano Tidore’ adalah tindakan yang benar berbasis keikhlasan nurani seorang anak negeri di Kepulauan Rempah.

"Beliau sekedar meneruskan tradisi Kaicili Paparangan Jou Barakati (Sultan Nuku). Agar negara ini tidak menjadi negara gagal, ketika elite di pusat kekuasaan semakin terjebak pada perang politik identitas akhir-akhir ini," ujar Saiful.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini