Sukses

Korupsi Asrama Haji, Staf Ahli Gubernur Riau Lolos 10 Tahun Bui

Diduga terjadi penyimpangan dalam pembebasan lahan Embarkasi Haji yang tidak berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Liputan6.com, Pekanbaru - Terdakwa korupsi pembebasan lahan asrama haji di Pekanbaru, Muhammad Guntur lolos dari jeratan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar sebagaimana dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dia juga selamat dari hukuman membayar uang pengganti kerugian negara Rp 8,3 miliar yang ditimbulkan akibat kebijakannya sewaktu menjabat Kepala Biro Tata Pemerintahan Provinsi Riau.

Dalam amar putusannya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, majelis hakim yang diketuai Joni SH hanya menjatuhi ‎Guntur yang juga staf ahli Gubernur Riau itu dengan pidana penjara tujuh tahun penjara atau tiga tahun lebih rendah dari tuntutan JPU. Mantan Kepala BKD Riau ini juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan menyatakan terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan," ujar Ketua Mejlis Hakim Joni dalam amar putusannya di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau, Senin malam(9/1/2017).

Dalam menilap uang ganti rugi lahan embarkasi untuk peserta haji ini, Guntur tak sendirian. Terdakwa lainnya, Nimron Varasian yang dalam kasus ini sebagai broker lahan juga divonis sama dengan Guntur.

Hanya saja hukuman Nimron lebih berat dari kewajiban membayar uang pengganti. Pengusaha ini harus mengembalikan uang kerugian negara Rp 8,3 miliar setelah vonis ini berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

"Jika uang pengganti tidak dibayar, harta benda terdakwa disita untuk negara. Dalam hal harta bendanya tak mencukupi, terdakwa Nimron wajib menjalani hukuman tambahan selama 3 tahun kurungan," ujar Joni.

Dalam amar putusannya, Joni menegaskan Guntur dan Nimron terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebelumnya,  Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Riau menuntut keduanya supaya divonis 10 tahun dan enam bulan penjara, denda Rp 1 miliar subsider kurungan enam bulan. Sementara Nimron dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebsar Rp 8,3 miliar subsider 6 tahun penjara.

Perbuatan kedua terdakwa terjadi pada tahun 2012. Saat itu Pemerintah Provinsi Riau melalui Biro Tata Pemerintahan mengalokasikan anggaran kegiatan pengadaan tanah untuk Embarkasi Haji lebih kurang sebesar Rp 17 miliar lebih.

Dengan adanya anggaran tersebut, terdakwa M Guntur bersama Yendra, selaku PPTK kemudian mendatangi Nimron, pemilik lahan. Nimron yang awalnya memilik lahan seluas 9000 M persegi itu, kemudian diminta Guntur dan Yendra agar dapat menyediakan lahan seluas 5 hektare (Ha).

Kemudian Nimron berhasil menyediakan tanah sebanyak 13 persil yang dilengkapi sertifikat, Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR). Berdasarkan penetapan tim appresial, harga tanah bervariasi antara Rp 320 ribu sampai Rp 425 ribu per meter.

Dalam perjalanan, diduga terjadi korupsi berupa penyimpangan dalam pembebasan lahan. Harga tanah yang dibayarkan ternyata tidak berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun berjalan.

Berdasarkan penyidikan Kejati Riau, pembelian lahan di Jalan Parit Indah, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru itu tidak sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini